Saturday, January 30, 2016

Nyusul?

M: Jadi, kapan nyusul ini?
D: Heh, nyusul apaan? Hahaha ini aja baru patah hati, tahu.
M: Sama kakak itu?
D: Yang lama? Yeh, lupain aja itu mah. Malesin. Dia aja udah punya pacar, padahal dulu ngakunya nggak mau pacaran. Haha.
M: Oh ya? Dia udah punya pacar? 
D: Iya, sudah. Si X juga sudah punya pacar. Waktu aku tahu mereka pacaran, aku nangis. Ya gimana ya, ketika kamu bukan lagi jadi yang pertama. Wakakaka.  
M: Hahah iya ngerti. Terus sekarang gimana?
D: Nggak tahu, deh. PHP semua, ya ampun. Ini ada sih, tetapi gitu doang. Nggak baper, kok. Jadi ceritanya...
T: Wuuu, nggak baper, tetapi matanya berbinar-binar.
D: Hahahaha, masa sih? Habisnya seneng aja kalau cerita soal dia.
M: Ya sudah, tetapi jangan komunikasi terlalu sering. Memang belum baper sekarang, tetapi nanti. Iya kan, T?
T: Iya, bener banget.
D: Iya, iya. Hahaha, selow. Diusahakan nggak baper, kok. ( -__-)
--

Ketika sudah mulai move on, tetapi masih ragu-ragu.

Thursday, January 28, 2016

Masuk UGD

Malam ini dada kiriku sakit serasa ditusuk-tusuk. Yah, namanya juga perempuan paranoid, dugaan pertama langsung tertuju pada jantung. Karena nggak tahan akan sakitnya, pada pukul 23.00 saya langsung berangkat ke UGD RS terdekat. Suasana rumah sakit saat itu heboh sekali. Ruangan penuh oleh pasien sementara dokter hanya satu. Ada seorang bapak yang ngamuk gegara anaknya nggak ditangani sejak pukul 21.00. Beliau membawa pulang anaknya sembari memaki-maki rumah sakit. Ckckc. Perilakunya itu membawa kepanikan ke susternya, ke pasien lain, dan ke dokternya juga. Tidak bijak. Bisa dimaklumi mengapa beliau emosi, lha orang sakit kok didiamkan saja. Ya, tetapi kan tidak perlu teriak sana-sini. Kasihan ya jadi tenaga kesehatan, mesti rela dimarah-marahi tanpa kuasa memarahi balik. Huhu, semangaaaat dokter dan suster!

Saya duduk manis di depan meja menanti dokter yang wara-wiri ke sana kemari.
"Adik sakit apa?"
"Oh, dada kiri saya sakit. Seperti ditekan jadinya sesak."
"Oh, sebentar, ya."
...
"Eh sebentar, adik tadi sakit apa?"
(ngulang penjelasan lagi)
"Baring di bed 1, ya."
(nunggu di sana sama teman)

Selama nunggu, saya bosan. Jadinya malah ketawa-tawa, foto, dan cerita. Sumpah, nggak kelihatan seperti orang sakit walaupun sebenarnya sakit. Setelah sejam menunggu, saya meminta tolong teman untuk menanyakan kabar, gimana atuh sejam belum diperiksa juga. Lupakamma, dok, huhu. T-T

Tahu-tahu suster datang bawa alat periksa jantung. Hadeh, ribet sekali kabel-kabelnya. Seorang ibu pasien yang ngelihat saya bertanya, "Loh, sakit apa?" Wkwkwkw, mungkin karena daritadi saya ketawa jadi nggak terlihat sakit, eh tahu-tahu diperiksa EKG-nya. ( ._.)

Sesaat kemudian dokternya datang dan bilang, "Kamu habis makan apa? Minum apa?"
"Apa ya, donat? Sama iced green tea latte."
"Asam lambungmu tinggi sekali. EKG-nya normal. Ini gara-gara mag."
"Oya, dok? Saya sering mag, tetapi dadanya tidak pernah sakit."
"Jadi, nyeri di ulu hati naik menekan dada. Nyerinya datang-datangan, kan?"
"Iya."
"Untuk sementara ini, hindari teh, kopi, bakso, mi, dan coto."
"Baiklah..."

Oke, Saudara. Ternyata saya doang yang heboh mengira sakit jantung atau apaan. Lah, ternyata mag. Huf, alhamdulillah. Entah, saya merasa malam ini lucu sekali. Baru pulang ke rumah pukul satu pagi. -_____-

Duh, anak rantau sakit di tanah perantauan. Hahaha ya nggak apa-apa, sekalian jalan-jalan ke RS langganan setelah tujuh tahun tidak berobat di sini. ♡

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Wednesday, January 27, 2016

Buaya Lakkang

*sebelum ke Lakkang.
"Mau ke mana habis ini?"
"Lakkang, Bu."
"Ooooh hati-hatiko sama buaya."
"HEH?"

Was-was banget sebelum ke Lakkang. Segera googling soal buaya di Sungai Tallo dan nggak nemu apa-apa. Ah, berarti mitos doang. Walhasil, saya berdua dengan teman berangkat ke Lakkang. Seru sekali! :)

*setelah wawancara
"Mau ki' langsung pulang, Nak?"
"Iye', mau keliling dulu sebentar."
"Oh, janganki' sampai malam. Nanti kah hujan. Hati-hatiki' pulang. Ada buaya itu."
"Seriuski', Bu? Kapan itu? Kah dulu kulihat ji orang mandi-mandi di sungai." kata teman.
"Iya, baru tiga hari lalu, hari Minggu. Itu buaya na tampakkan dirinya sedikit. Mungkin karena cuaca jadi ke sini ki."
(dalam hati) DEMI APA BUAYA. Gimana kalau pulang tinggal tulang?
"Ah, tidak mengganggu ji itu, Nak. Kalau kita' diam-diam ji, tidak menyerang ji juga. Jauh ji itu buaya dari sini."

*sesaat sebelum pulang
"Siti, salat Asar maki' dulu, nah." 

Di perahu, saya konfirmasi lagi soal keberadaan hewan reptil tersebut. Eh, ternyata benar hari Minggu ada di dekat Dermaga Kera-Kera (dekat Unhas), tetapi langsung pergi ke arah yang berlawanan dengan Lakkang. Ya, tetapi tetap saja ada di Sungai Tallo. Hahaha, kocak.

Hikmah yang bisa ditarik:
Orang-orang mah santai aja bolak-balik menyusuri sungai karena punya prinsip, "Kalau kita nggak ganggu, mereka juga nggak bakal ngeganggu. Slow bae. Hidup berdampingan dengan alam."

Mantap bangetlah. :D

Friday, January 15, 2016

Sudahkah Kau Temukan?

Rupanya salah mengawali hari pertamaku di Mal Panakkukang. Nostalgia menyergap dengan tiba-tiba.

Rak novel, rak buku masakan, tersesat, eskalator, food court, Gramedia. Gugup. Dag-dig-dug.

Aku melihat anak SMA sedang berjongkok memilih buku. Lalu kawannya datang menyapa, "Sudah nemu buku yang kaucari?"

Bayangan. Nostalgia.

Mendadak ingin nangis di mal. Sebenarnya air mataku sudah nyaris tumpah, tetapi kutahan-tahan. Malu. Ah, sudah jauh lari ke sini, masih saja luka menghampiri.

Monday, January 11, 2016

Kaili, Parigi Moutong, dan Sulteng

Rasanya seperti menemukan harta karun. Buku Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia yang sudah kucari sejak lama akhirnya berada di tangan. Whoa, takjub sekali. Buku ini berisi pemetaan tiap bahasa yang ada di pulau-pulau Indonesia. Gila. Penelitinya mantap sekali! Makin cinta sama Badan Bahasa. ♡♡♡

Aku langsung membuka bab "Bahasa-bahasa di Pulau Sulawesi". Ah, tentu saja. Aku secinta itu pada Sulawesi. Sekilas aku melihat, Pulau Sulawesi Tengah memiliki bahasa yang sangat beragam. Salah satu yang menarik perhatianku adalah bahasa di Kabupaten Parigi Moutong. Hehe, jadi ingat calon proposal penelitian UTS-ku. Berdasarkan info yang kudapat di internet, bahasa yang ada di Kabupaten Parigi Moutong hanya Kaili dengam beragam dialeknya. Itu sempat membuatku urung memilih kabupaten ini dan beralih pada Kota Palu. Nah, berdasarkan penelitian Badan Bahasa, ternyata nggak cuma Kaili, mamen. Ada tujuh bahasa di sana. Fantastis!

Oh ya, ketertarikanku dengan Sulawesi Tengah diawali oleh presentasi Pak Sugit Zulianto di beberapa seminar bahasa. Di dua seminar yang kuikuti, Pak Sugit konsisten membawakan makalah mengenai keragaman bahasa di Sulteng. Dari beliau, aku baru tahu bahasa Kaili punya belasan dialek. Di Kota Palu, kondisi kebahasaannya sangat variatif. Ada bahasa Jawa, Bugis, Kaili, dan lainnya. "Mantap banget, nih, jadi ladang penelitian dialektologi," pikirku.

Sementara, perkenalanku dengan bahasa Kaili dimulai saat mengikuti mata kuliah Bahasa-bahasa di Indonesia. Saat itu, aku kebetulan membahas bahasa Kaili dialek Ledo. Duh, tampaknya bukan membahas, deh. Hanya memaparkan dan merangkum hasil penelitian Badan Bahasa dengan korpus cerita rakyat yang kupilih sendiri. Hahaha, aku masih ingat, tuh, bolak-balik Badan Bahasa demi memfotokopi buku tata bahasa Kaili dan morfologi sintaksis Kaili. Daaaan tahu tidak, Pak Sugit menghadiahiku Kamus Kaili Dialek Ledo miliknya! Duh, si bapak baik banget. Aku belum tahu kapan kamus itu kugunakan, semoga jadi pertanda bahwa aku akan melakukan penelitian di Sulteng ya, Pak. Siapa tahu aku jadi ke Parigi Moutong. Buku Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia memanggil-manggilku ke sana, nih. Haha, belum kepikiran kapan dan bagaimana, terutama masalah dana. 😁

InsyaAllah nanti. Jika Allah mengizinkan.

Hari dan Malam Ini

Hari ini ada yang sidang skripsi
Hari ini ada yang meragu bahkan kehilangan semangat untuk menggarap skripsi
Hari ini ada yang ulang tahun
-
Malam ini, ada kisah seru yang dituturkan
Yang akhirnya membuat si peragu mendapatkan kembali keyakinannya
Bahwa skripsi yang digarapnya pasti akan berjalan seru, penuh petualangan, dan lancar jaya
-
Hujan malam ini membuat sepatu, rok, dan bajuku basah. Dalam keadaan begitu, harus tetap berangkat ke suatu tempat demi menjemput buku. Ngobrol asyik sekali sampai lupa waktu. Tahu-tahu pukul sepuluh. Obrolan skripsi ini memberi banyak inspirasi. Sepulangnya dari sana, skoliosisku kambuh. Sakit, tetapi tidak boleh mengeluh. Bersusah-susah dahulu, bersenang-bersenang kemudian. Mari totalitas demi skripsi!

Skoliosis, rukunlah denganku selama satu semester ini. Mohon kerja samanya. ^^

Nadia Almira Sagitta

Wednesday, January 6, 2016

Kuantar Kau Ke Gerbang

Aku tertawa sekaligus sedih ketika menyadari momen Kuantar ke Gerbang ini akan terulang untuk kedua kali.

Serupa Inggit Garnasih yang melepaskan cinta agar sang kekasih dapat menggapai cita,
aku melepaskan cinta yang telah lama disimpan dalam hati. Membiarkan ia pergi menjemput cita-cita dan cinta yang bukan aku.
--

Kutatap lekat dirimu saat itu
Berpakaian hitam dengan aksen dua warna
Kau baru menghampiriku setelah asyik beriang-riang dengan kawan seperjuangan
Aku masih ingat kau perkenalkan aku pada mereka, "Ini lho, dia sudah jadi muslimah banget sekarang. Pakai jilbab panjang dan ikut organisasi keislaman."
Tanggapanku saat itu cuma, "Wuuu, apaan sih."
Sebentar saja kau di sisiku, bagaikan kilat yang menyambar langit
Sepersekian detik dalam tatapanku
Aku belum utuh merekam tawa bahagiamu
Aku belum utuh menyimpan segurat ceriamu dalam benakku
Kau kembali sibuk di antara kerumunan mahasiswa
Yang hari itu menguarkan bahagia-bahagia yang serupa
Bila aku boleh jujur, saat itu aku takut sekali kehilangan engkau
Engkau yang tak pernah kumiliki, tetapi kucemaskan bila hilang dari duniaku
Tetapi tak kutunjukkan raut cemasku, hanya senyum yang selalu kupasang di muka
Kau tak tahu saja air mataku banjir setelah upacara itu selesai
Kuantar mereka menuju jalan pulang
Tanpa kau, yang saat itu melanglang entah ke mana
Aku lalu pamit dan mohon diri
Pada mereka
Padamu, aku bahkan belum mengucapkan selamat berpisah
Sekian lama perasaan ini tertahan di bibir, namun di akhir pertemuan kita, bahkan aku tak mampu mengucapkan apa-apa
Sampai tiada lagi kesempatan tersisa
--

Dan ini, aku harus begini lagi dalam sekejap mata?

Tuesday, January 5, 2016

Surat Izin Riset

Selamat pagi!

Hehe, aku baru tahu kalau mengurus surat izin riset bisa sedikit ribet. Berdasarkan informasi yang kukumpulkan dari beberapa blog mahasiswa, alur perizinan riset antarprovinsi adalah sebagai berikut.
1. Minta surat pengantar (rekomendasi izin) dari subbak (sub bagian akademik) kepada Kepala Badan Kesbangpol provinsi lembaga asal. Berhubung UI di Jawa Barat maka aku harus ke Bandung.
2. Ke Kesbangpol Bandung membawa proposal penelitian, fotokopi KTM dan KTP, pasfoto 3x4 selembar. Nanti dapat surat pengantar ke kesbang provinsi lokasi penelitian.
3. Ke kesbang provinsi lokasi penelitian dengan membawa proposal, fotkop KTM dan KTP, dan surat pengantar dari kesbang provinsi asal. Nanti dapat surat rekomendasi izin ke kesbang kabupaten/kota lokasi penelitian.
4. Dapat surat izin dari kesbang kabupaten/kota. Antar surat izin tersebut ke kecamatan/kelurahan.

Huwoooow, sesuatu, ya? Bismillah. Anggap saja ini birokrasi yang harus ditempuh untuk menjadi peneliti sesungguhnya, hehehe. Semangat!