Thursday, September 26, 2013

Masalah Kesiapan

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Akhir-akhir ini bertukar pikiran dengan teman. Temanya masih sama, tentang pernikahan dan rumah tangga. Tak apa membicarakan masa depan, bukan? Kami berdua dilanda jiwa yang menggebu nikah khas anak muda. Dapat dimaklumi, masih berada dalam masa peralihan dari remaja menuju dewasa. Kami tahu bahwa aktivitas pacaran sebelum adanya ikatan pernikahan tak mungkin diridhai Allah. Jika suatu hubungan diawali tanpa adanya ridha Allah swt, siapa yang bisa menjamin hubungan itu kelak mendatangkan berkah? Jalan satu-satunya hanyalah dengan berpuasa atau menikah. Ah, siapkah kami? :')

Pembicaraan kami belakangan ini bukanlah tentang pentingnya menikah. Alhamdulillah, kami sudah sama-sama tahu keutamannya. Bukan lagi saling mengompori satu sama lain. Bukan. Kami berpikir mengenai tanggung jawab yang mesti diemban ketika menjadi istri, ibu, sekaligus madrasah bagi anak-anaknya nanti. Huah, berat betul rupanya. Tak ada yang mengatakan hal ini mudah. Salah mendidik anak bisa menghasilkan generasi yang fatal bagi peradaban.  :')

Menjadi istri, haruslah mampu mengelola keuangan dengan baik, memanajemen waktu, kreatif, lincah mengatur rumah hingga nyaman ditempati, dan lain-lain.
Menjadi ibu, haruslah punya semangat menuntut ilmu yang tinggi. Apa yang akan kauajarkan pada anakmu bila ilmu masih seujung kuku? Belum lagi persiapan mental yang matang. 
Menjadi ibu dan istri, sekali lagi, bukan pekerjaan yang enteng, :')

Ternyata setelah mengkaji lebih dalam, mengenali diri sendiri, dan segala persiapan lain, kami belumlah siap mengemban dua tugas mulia tersebut. Keinginan untuk menikah ini belum kita wujudkan dalam proses perubahan yang nyata. Masih sekadar angan-angan belaka. Ternyata selama ini kami hanya berpikir sisi kebahagiaan dari pernikahan. Sudahkah kita membayangkan masa sulit dan, naudzubillah, sisi pahitnya? :') 

Kami masih jauh dari kata siap. Mental menikah yang awalnya dirasa siap tiba-tiba memudar. Kami harus menimbang dan berpikir lagi. Hal ini mesti diiringi dengan perubahan positif tentunya. Bismillaah. Biarkanlah waktu berjalan sesuai ketetapan-Nya. Kita pasti memiliki jodoh yang telah diguratkan di Lauhul Mahfuz. Entah akan bertemu di dunia atau di surga. Allah belum menghadirkannya karena Ia masih ingin menguji kesiapan kita. Siapkah kita menyongsong jodoh yang berada nun jauh di sana? ;)

Cheers! ^^

Salahkah merasa?

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Setelah sekian lama barulah kusadari bahwa diriku salah. 
Terjebak di kesalahan yang sama. 
Berulang-ulang dan tak pernah belajar dari sana. 
Maafkan aku, Yaa Allah. 
Aku malu. >,<
Pernahkah kau mengenal cinta?
Pasti pernah.
Kita hidup karena adanya cinta.
Tapi cinta pada seorang makhluk-Nya
dan diam-diam ingin menjadi kawan hidupnya
Salahkah perasaan itu?
Salahkah merasa?

Satu pesan untukmu, kawan.

"Untuk apa saling memendam rasa jika kalian berdua belum ingin mewujudkannya?"


                             

                                                               MARI MELUPA! ;)