Tuesday, May 31, 2016

Liburan SBMPTN

Libur hari ini, ngapain aja?

Well, aku tidur, nonton, tidur, makan, dan bersantai sampai magrib. Hahaha. Benar-benar butuh istirahat dari hari-hari melelahkan. Malamnya, sesuai rencana, aku nge-Detos dan nge-Margo. Mau beli kabel charger dan cuci mata. Eh, tahu-tahunya bawa pulang Fame Fatale yang hits itu. Warnanya bold, deep. Gelap. Sempat nggak pede sama sekali untuk pakai, tetapi nekat beli karena belum pernah punya warna bold. Padahal, awalnya ngincar Baby Bombshell, Runway Rebel, atau Smooch yang pink-merah unyu gitu. Haha, I guess I'm trying to enhance my "sisi galak" through colors. Untungnya, kali ini jalan sendiri dan tidak bertemu siapa-siapa, jadi aku aman dengan tampilan baruku. Haha. Sayang, aku gagal mendapatkan charger karena konter Samsung sudah tutup. Ah, padahal baru pukul delapan lewat sedikit.

Akhirnya, lanjut nge-Margo. Aku ke sini karena diberi titah ibunda untuk mencari blazer kantoran. The Executive adalah toko incaran pertama. Setelah muter-muter toko, aku malah terpaut pada coat cokelat manis yang tampaknya cocok sekali dipakai untuk musim gugur. Tatapanku nggak mau lepas dari pantulan diri di kaca, huhu, sayang coat-nya harus kulepas jua. Harganya nggak kuat, mamen, enam ratus ribu! Hiks. Ada blazer hitam putih yang manis, tetapi kurang formal. Kutinggalkanlah toko tersebut dengan langkah gontai (bah, lebay!) Bingung mau cari di mana lagi. Kumasuki tiap toko yang berbau pakaian formal wanita, mulai dari Valino, Mint, dan apalagi itu namanya, aku lupa. Hasilnya nihil. Oh, ya sudahlah.

Gagal dapat blazer, aku mampir ke Payless yang sedang clearance 50% on selected items. Yeu, kukira bakal banyak sepatu diskon, nyatanya nggak juga. Aku cuma nemu satu sepatu doang untuk ukuranku yang didiskon setengah harga. Akan tetapi, aku tergiur untuk mencoba-coba hak tinggi. Nyaris semua hak tinggi untuk ukuran 9 kupasang di kedua kaki jenjangku. Mulai dari kitten heels sampai yang tingginya 10 cm, berbahan dove, mengilap, sampai bling-bling, polos sampai bercorak, yang ujungnya bulat juga runcing. Ada kali aku setengah jam di Payless mematut diri di depan kaca dan berjalan bak model. Kocak, untung Payless sepi. Meskipun aku tidak memboyong barang apa pun dari Payless, aku jadi tahu sepatu hak tinggi karya Christian Siriano bagus. Aku naksir berat sama sepatu putih corak bunga-bunganya, tetapi harganya Rp375.000,00. Kenapa sepatu cantik harus mahal? (sedih)

Pengunjung mal satu per satu mulai menuju pintu keluar. Pukul berapa ini? Jengjengjeng, pukul setengah sepuluh. Hahaha, nggak terasa. Jalan-jalan memang selalu mengasyikkan dengan atau tanpa teman.

Hari ini aku sukses menyenangkan diri sendiri, so lets say alhamdulillah for that. Kalau kamu, bahagia nggak hari ini?

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Thursday, May 26, 2016

Ke mana sosok yang dulu?

Hari ini aku baru tahu, perpus merupakan tempat yang pas untuk menangis, apalagi saat sedang sepi.

Rak 400. Tempat favoritku seantero perpus karena di sini ada ratusan buku-buku linguistik yang tak henti membuat takjub. Iya, aku di sini sekarang. Memandangi jejeran buku warna-warni terbitan Badan Bahasa yang bercerita seputar struktur bahasa, tata bahasa, morfologi, dan sintaksis bahasa daerah di Indonesia. Aku masih ingat, dulu ada seorang gadis yang sering sekali mengunjungi rak ini lalu terperangah karena mendapati ada puluhan bahasa daerah yang baru ia dengar. Ot danum, Tetun, Lamandau, Ogan, Bosap, Semende, dan banyak lagi. Gadis itu aku.

Aku juga masih ingat, dulu berangkat ke kampus UI dengan keyakinan penuh bahwa aku akan mendokumentasikan bahasa daerah di Indonesia seperti peneliti-peneliti asing yang kubaca di berita. Masih ingat, masih sekali.

Aku pun masih ingat, ketika semester empat dulu pernah mengomentari dalam hati hasil dokumentasi bahasa peneliti kita dan peneliti asing. Berkomentar bahwa betapa kurangnya hasil dokumentasi bahasa peneliti kita, mulai dari banyaknya kesalahan cetak, lalu kurang dalamnya penjelasan mengenai bahasa yang diteliti. Itu komentar mahasiswi semester empat yang belum tahu apa-apa, hanya sekadar membandingkan tebalnya buku yang dihasilkan dan membaca sekilas. Barangkali aku sok tahu, barangkali.

Mengingat semua itu, aku menangis. Ke mana Nadia yang dulu? Ke mana Nadia yang ambisius ingin meneliti bahasa di daerah terpencil? Ke mana Nadia dengan semangatnya yang luar biasa itu? Ke mana? Yang kulihat sekarang cuma Nadia yang sedikit-sedikit mengeluh jenuh dengan skripsi. Yang kulihat sekarang hanya Nadia yang mengaku lelah mengolah data. Padahal ya, aku sempat bahagia sekali sewaktu mengumpulkan data. Sempat berandai-andai, "Nanti aku juga begini di negeri antah-berantah, dengan medan yang lebih sulit, dengan bahasa yang sama sekali tak kumengerti."

Allah, kembalikan semangatku yang dulu. Jangan buat aku menyerah secepat ini. Sungguh, masih panjang perjalanan. Skripsi ini bagaikan batu loncatan pertama saja, belum ada apa-apanya. Jadi, janganlah lelah... Bersemangatlah! Innallaha ma'aki, Nadia!

Untuk kamu yang membaca tulisan ini, semoga motivasi yang sempat terkubur jauh kembali merasuki diri. Ingat, kamu sudah berjalan sejauh ini.

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Tuesday, May 24, 2016

Terima kasih, lho, kalian!

Sebentar, mau baper dulu. Aku baru saja membaca lembar ucapan terima kasih seorang senior yang mengerjakan skripsi yang bertopik sama denganku. Banyak sekali pihak-pihak yang ia sebutkan telah membantu skripsinya. Aku lantas teringat kepada seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung prosesku dalam mengerjakan skripsi ini. Dan aku rasanya...mau nangis.

Skripsinya belum selesai, teman-teman, ayah-bunda, bapak-ibu. Masih banyak yang belum digarap sementara batas waktu pengumpulannya tinggal lima hari. Aaaaark, bismillah, bismillah. Bisa, insyaAllah. :')

Aku nggak mau mengecewakan kalian.
Ayah dan Bunda yang berharap aku lulus semester ini dengan predikat cumlaude. Memang, perjuanganku selama tujuh semester untuk menghasilkan nilai yang memuaskan itu karena kalian yang selalu menanyakan hasilku tiap akhir semester. Karena kalian yang perfeksionis itulah, haha. Sayang sekali kalau aku harus melanjutkan skripsi ke semester depan dan melepas predikat cumlaude yang selama ini selalu kalian banggakan.
Berlian, Ammy, Nabs--selaku sahabat SMA--yang selalu menyemangatiku menuntaskan skripsi. Kalian, deh, yang melihat aku berkutat dengan rekaman, transkripsi, bahkan melihat langsung aku memperoleh data.
Kak Budi--temannya Berlian--yang telah mau direpotkan untuk mengantarkanku ke belasan kecamatan di Kota Makassar hingga aku nggak perlu sewa mobil dan menghabiskan duit berjuta-juta. :')
Ismi yang sudah menemaniku serta membantuku begadang seharian mengolah data. Duh, aku nggak tahu harus presentasi apa di seminar hasil tanpa bantuanmu! :')
...
...
...
Banyak sekali yang mau kusebutkan, tetapi nanti jadi lembar ucapan terima kasih, padahal skripsi belum kelar! Haha, tenang saja, yang namanya belum kusebutkan di postingan ini, barangkali nanti kusebutkan di lembar ucapan skripsi betulan. Mohon doa terbaik dari kalian semua. Huf, mau ngasih hashtag #procrastinatorunited.

Nanad harus lulus semester ini.
Mudahkanlah, ya Allah.

Saturday, May 21, 2016

Sesal

Kamu, Nad, mau jalan yang benar, tetapi caranya salah. Gimana kamu nggak dipertemukan dengan yang keliru mulu? Pantas aja aneh-aneh dapatnya.

Wednesday, May 18, 2016

Tak Sebebas Merpati

Kemarin di perpustakaan, aku duduk sendiri mengerjakan skripsi sambil mendengarkan lagu. Ketika terputar lagu Tak Sebebas Merpati dari Kahitna,

Kala kita lihat
Sepasang merpati
Terbang lepas bebas
Tepat di hadapan

Lalu kau bertanya
Kapan kita bagai mereka
Terbang lepas bebas
Lepas bebas ke ujung dunia

Dan kubertanya
Maukah kau terima
Pinangan tanpa
Sisa cinta yang lain

Rona bahagia
Terpancar dari anggukan
Saat kupasangkan
Pasang cincin di jemari

Terima kasih kau terima
Pertunangan indah ini
Bahagia meski mungkin
Tak sebebas merpati

aku langsung senyum-senyum sendiri. Kau tahu lagu ini, tidak? Manis banget. Kalau jadi, kalau akan ada momen ini suatu saat nanti, maukah kau memutar lagu ini di dalam hati? Kau nyanyikan juga boleh, tetapi jangan di depanku, nanti aku tersipu.

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Tuesday, May 17, 2016

Jika saja...

Jika saja membawa handycam ke mana-mana tidaklah aneh, tentu sudah kurekam wajahmu tiap detiknya. Jika saja membawa voice recorder ke mana-mana tidaklah aneh, tentu sudah kurekam suaramu yang jernih itu. Jika saja membawa notes ke mana-mana tidaklah aneh, tentu sudah kucatat tiap gagasan yang kau lontarkan. Jika saja menggenggam tanganmu tidaklah dosa, tentu sudah kugenggam dari dulu-dulu. Kurengkuhkan lenganku acapkali kau bersedih. Kusodorkan telapak tanganku tiap kali kau membutuhkan kekuatan juga dukungan. Jika saja membacakanmu puisi-puisi romantis tidaklah aneh, tentu sudah kubacakan tiap aku punya kesempatan.

Jika saja aku milikmu, aku tidak peduli dengan segala keanehan yang kukemukakan ini. Aku akan melakukan hal-hal yang membuat aku dan kau berbahagia. Apa saja. Aku percaya, kau pun akan melakukan hal yang sama. Bukankah cinta-mencintai itu sanggup membuat kita melakukan segala?

Salam,
Nadia Almira Sagitta

Menyeruak

Aku tidak tahu kenapa akhir-akhir ini aku memikirkanmu
Kenapa akhir-akhir ini aku rindu
Padahal jelas-jelas kau bukan milikku
Lagi
Sudah lama sekali
Semestinya sudah lari dari ingatan
Akan tetapi, beberapa hari ini, kenangan menyeruak dengan sengaja
Buku itu
Lagu-lagu itu
Kendaraan itu
Bayangan
Aku
Kamu
Kita

Seharusnya tidak ada lagi kita tersimpan
Bukankah kita sudah berbahagia dengan keadaan masing-masing?
Setidaknya, aku berharap aku sudah berbahagia
Dan aku yakin sudah.

Konyol

Konyol sekali, lho. Mengejar-ngejar sesuatu lalu tinggallah merasa dikecewakan, padahal memang tidak pernah berjanji. Hahahahahah, sudah dua kali begini. Untungnya tidak sia-sia waktu terbuang karena disambi menggarap skripsi.

Aih, konyol sekali kamu.

Sunday, May 15, 2016

Pastikan Aku

Pastikan ku ada di sana, di masa depanmu.

Menanti esok pagi dengan hati yang berdegup tak tentu. Jika setiap harinya kita harus menjadi sosok yang lebih baik, adakah aku menjadi alasanmu untuk berubah? Menjadi sedikit saja sebab yang mampu meluruhkan sifat-sifat burukmu.

O, ya, sudahkah kau punya bayangan mengenai kawan perjalanan? Jika belum, sudikah kau kiranya mengizinkanku menyusup masuk?
--

Karena wajahmu
Mengandung lekukan-lekukan yang ingin kutelusuri
Sepasang bola mata dengan tatapan teduh
Turun ke hidung
Lalu bibir yang bengkok simetris
Kemudian dagu
Betah rasanya
Kupandang-tatap tak jemu
Selalu menggoda, selalu
Sampai tak ingin kubiarkan lepas dari pandang
Yang inginnya kumilik-nikmati seorang

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Wednesday, May 11, 2016

Meminta bantuan di kala sakit

"Nad, kamu dari rumah sakit?"
"Iya, tadi ke dokter."
"Kok nggak bilang-bilang aku? Kan bisa kuantar."
"Eh...hehe. Takut merepotkan."
--

Hidup dengan status anak rantau selama...hm, berapa ya? Tu wa ga pat, enam tahun, aku terbiasa melakukan semuanya sendiri. Belanja sendiri, pergi mengurus sesuatu yang rusak sendiri, jalan-jalan sendiri, juga berobat sendiri. Karena itulah aku tidak terbiasa minta ditemani ke sana kemari. Aku tahu semua punya kesibukan masing-masing, jadi yah...daripada saling menunggu lebih cepat gerak sendiri, bukan?

Akan tetapi, sebenarnya bukan itu. Dulu, aku sempat meminta bantuan seseorang (aku lupa siapa) untuk ditemani ke suatu tempat pada suatu malam, tetapi ia menolak karena mesti melakukan hal yang lain. Teman yang lain pun sama, mereka menyarankan besok pagi. Aku butuh barangnya malam ini, bukan besok. Tahu-tahu aku nekat keluar sendirian, beli barang yang kuincar, dan segera pulang. Sepertinya sejak saat itu aku merasa, "Kalau kamu mau cepat, kamu harus bergerak sendiri." Hm, kocak ya? Hanya gara-gara insiden ditolak. Lagian bukan sekali ini ditolak, padahal aku orangnya nggak bisa menolak. Nggak imbang? Hahaha ya gimana.

Nah, balik ke urusan teman-menemani atau antar-mengantar itu. Sakit itu, kan, dadakan, ya. Ke rumah sakit pun seringkali tanpa perencanaan. Agak susah kalau mau minta tolong ditemani. Pernah, sih, coba minta tolong, tetapi kebetulan nggak ada yang bisa. Jadi, berangkat sendiri juga akhirnya. Jika sejak awal langsung berangkat, nggak perlu nunggu respons, nggak perlu dapat penolakan. Duh, maaf ya, aku sangat perasa dan sensitif. Menurutku, ditolak untuk hal apa pun itu menyakitkan jadi lebih baik kuhindari. Haha, ini satu sifat buruk yang katanya harus diubah. Mesti lebih cuek dan jangan overthinking demi kesehatan pikiran dan jiwa.

Aku nggak tahu sudah berapa trip (iya, aku menyebutnya trip) rumah sakit yang kulakukan seorang diri, wkwkwk. Sejauh ini baik-baik saja, walaupun pernah nyaris jatuh di jalan karena kondisi badan memang lagi kacau nian. Kalau sudah begitu, ya... memang kita butuh bantuan orang lain. Mungkin nanti akan kucoba lagi meminta tolong jika benar butuh. Akan tetapi, lagi-lagi, aku lebih cenderung suka orang yang langsung datang ke kosan atau langsung japri menawarkan diri untuk menemani ke rumah sakit daripada harus aku yang meminta tolong. Kenapa? Karena orang seperti itulah yang mencerminkan sosok teman yang penuh perhatian. Dan aku senang. ^^

Jangan kapok meminta tolong, ya.

Salam,
Nadia Almira Sagitta
ditulis di kamar tidur rumah Tangerang
dengan kondisi demam dan infeksi usus/lambung

Wednesday, May 4, 2016

Sepatu bot

Dua hari ini lagi hobi jalan-jalan pakai hak tinggi. Eng, sebenarnya sih sepatu bot yang memiliki hak. Hahaha sama saja, ya. Toh, haknya juga mirip-mirip sepatu stilettoku, yaitu enam sentimeter. (ngakak) Pantas capek. Kok, tumben pakai sepatu bot? Kebetulan pas di Amrik kemarin nemu sepatu bot diskon dan lumayan lucu, jadinya dibelikan bunda. Nah, waktu itu memang musimnya pakai bot karena sedang musim dingin. Di Indonesia, aku jarang ketemu orang yang pakai sepatu bot. Daripada sepatunya dianggurkan karena alasan itu, lebih baik digunakan, bukan? :D

Sebenarnya, akan lebih cantik kalau kita memadukan bot dengan celana jins ketat (skinny jeans). Sayangnya, aku nggak pakai celana jins, but it fits well with my dress and skirt! Uyeaaah. Dua hari lalu aku padankan dengan blazer dan rok kantoran, tadi aku padankan dengan gamis. Cocok-cocok saja, alhamdulillah. Jadi, untuk muslimah yang setia dengan rok, nggak ada salahnya kamu mulai melirik bot! :)

Efek sampingnya, ya, betis dan punggung pegal sesampainya di rumah. Bahahaha, ya sudahlah kan nggak sering. Lagipula koleksi sepatu hak tinggiku hanya dua. (but I plan to add some more, if I have money ofc)

Skolioser sebenarnya tidak disarankan memakai sepatu hak tinggi, tetapi aku mulai suka. >~<

Cara mengakalinya:
1. Jangan pakai hak tinggi dalam perjalanan jauh dan medannya ribet. Pakailah saat acara formal yang notabene ada batas waktunya, seperti kondangan dan seminar skripsi. Boleh juga dipakai saat jalan-jalan ke mal, tetapi pastikan kamu cuma berada dua sampai tiga jam di mal. Lebih dari itu, punggung dan kakimu bakal meringis tanpa suara. Bakal lebih parah kalau kamu bawa tentengan belanjaan! Nah, maksudnya medan ribet itu apa, Nad? Ya...hindari deh kalau kamu mesti jalan ke daerah yang jalanannya berbatu dan bolong-bolong. Repot pisan. Hak tinggi mah enaknya memang dipakai ke tempat-tempat bertegel, bukan beraspal apalagi berumput dengan tanah basah!
2. Sering-seringlah duduk. Yup, kalau kaki dan punggung sudah dirasa sakit, istirahatlah sebentar. Ngapain dipaksa jalan kalau memang nggak sanggup. Daripada si S ngamuk, kan?

Entah ya, aku suka pakai hak tinggi. Semua bermula ketika aku melihat bunda dengan setelan kantornya semasa kecil. Aku langsung memutuskan, "Aku mau berpenampilan seperti itu kapan pun aku bisa!" Ya...walaupun aku juga cukup sering melihat kaki bunda dipijat karena varisesnya kambuh. Itu gara-gara hak tinggi, tuh. Fashion is pain, ya. (/.\) Akan tetapi, itu tidak menyurutkan kesukaanku pada hak tinggi, sih. Kenapa? Karena jelas-jelas dengan hak tinggi, aku semakin tinggi beberapa sentimeter. Apa pun yang membuat aku terlihat tinggi, aku suka. Curang ya, padahal aku sudah tinggi seperti tiang listrik, kata temanku. (merona malu)

Hahaha, ya sudah. Aku mau cerita saja karena sudah lama nggak bercerita di sini. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca tulisan ini. :)

Salam,
Nadia Almira Sagitta

Tuesday, May 3, 2016

Mei Yang Tercinta

Halo, Mei yang kedua.
Kita jumpa lagi.
Beberapa tahun silam, aku mulai menyukaimu, Mei.
Pada dirimu, ada tanggal istimewa seseorang yang kuistimewakan
Pada dirimu, ada momen jatuh cinta yang baru kusadari dan kusimpan sendiri
Pada dirimu, ada kenangan yang begitu sulit dan membuat merana
Pada dirimu, ada hati yang membalut dirinya dengan cepat
Pada dirimu, ada gadis yang berani menjatuhkan dirinya lagi
ke luasnya lautan cinta
tanpa pelampung
padahal ia tak bisa berenang!

It only takes courage and trust
To falling in love again

Pasti aku turut

Sejauh apa pun melangkah
Berjalan bermil-mil jauhnya pun
Akan kuturuti
Aku tidak masalah
Asal selalu ada tubuhmu di sisi
Asal selalu ada senyummu yang kudapati
Asal kau berjanji tak akan pernah meninggalkanku seorang diri
--

"Walau ke ujung dunia pasti akan kunanti
Meski ke tujuh samudra pasti ku 'kan menunggu
Karena kuyakin kau hanya untukku." (Kahitna)