Tuesday, July 22, 2014

Irish!

Irlandia. Sebuah kota yang tak terlalu kuketahui keberadaannya sebelum aku berkenalan dengan Emily dan Patrick. Siapa mereka? Tenang, mari kuperkenalkan. Ti presento gli miei amici, Sg. Patrick e Sg.ra. Emily O'Malley! Mereka berdua tokoh dalam game favoritku, Emily's True Love, Emily's Wonder Wedding, dan Emily's Honeymoon Cruise. Both of them are really cute couple! Love them! ♡♡♡ Patrick berasal dari Irlandia. Saat Emily merencanakan pernikahan dengan Patrick, mereka berdua berangkat ke Irlandia. Kota itu sangat indah walaupun hanya terlukis dalam permainan belaka. Legenda yang hidup di kota itu, yakni Lady Mary's Well, juga menarik. Pakaian tradisional mereka yang berwarna hijau kotak-kotak hijau juga sangat cantik. Singkatnya aku penasaran dengan Irlandia. Tiba-tiba saja aku mendapat kabar bahwa Duolingo--aplikasi belajar bahasa--meluncurkan bahasa Irlandia! Selangkah lebih dekat dengan Irlandia, Nad! Selamat belajar, diriku.



Hopefully, someday I will meet my Patrick. <3


Seharusnya cinta

Cinta tidak seharusnya membuat kamu jatuh, terluka, dan tak berdaya. Itu bukan cinta. Cinta seharusnya menguatkan, memompa semangat, dan memberi hal-hal positif lain.


Seharusnya.
Seharusnya cinta.


Mengapa aku belum menemukan cinta yang sesempurna itu?

Mengapa masih saja gundah dan gulana
Mengapa masih saja menoreh luka dan mengurai airmata
Mengapa masih saja menyemai harapan tak berujung
Mengapa masih saja?


Allahu rabbi...
Haruskah kugembok pintu hatiku rapat-rapat hingga datang sang pemegang kunci di suatu waktu nanti? 



Medan, Juli 2014

Tuesday, July 15, 2014

Merangkai mimpi

Pukul 01.33 pagi. Ditemani tablet berdaya 11%, aku baru saja selesai membaca blog seorang kawan. Tulisannya mempunyai ruh yang kuat bernama semangat. Aku kembali merefleksi diri, mengajak segenap tubuhku untuk bersyukur dan merapikan mimpi-mimpi. Mimpi. Aku seorang gadis yang memiliki banyak mimpi. Sayang, tidak kuguratkan mereka dalam tulisan. Hingga mimpi itu begitu saja datang dan pergi. Terlupa. Padahal, seharusnya mimpi-mimpi itu dapat kurangkai, kucoret, atau bahkan kusimpan. Membaca blogmu, kawan, tebersit inginku untuk menuliskan mimpi-mimpiku.

Menikmati tulisanmu, kawan, aku tersadar betapa aku hidup selama ini seperti robot saja. Sibuk ini dan itu hingga aku lupa membahagiakan diri sendiri. Aku butuh waktu untuk diriku sendiri rupanya. Sama sepertimu yang menemukan kebahagiaan melalui kuncup-kuncup bunga. Aku tak ubahnya seperti gadis remaja yang sibuk berkeliaran mencari jati diri. Hah, padahal usiaku ini sebentar lagi menjejak tangga kedua puluh. Nyaris dua puluh tahun usiaku dan aku masih seperti air di daun talas. Ke sana kemari mencari kebahagiaan pada cinta, yang sebenarnya, membuatku rapuh. Aih, lupakanlah. Aku tak hendak bercerita cinta kali ini. 

Aku ingin bercerita mengenai mimpi. Apa mimpiku?

Kukira ia bernama linguistik, Inggris, dan Italia. :)

Aku menggemari bahasa, juga sisi-sisinya bernama gramatika. Kutemui bunyi-bunyi unik yang tak terdapat pada bahasa tanah airku, kujumpai bentuk kalimat yang berbeda, kudapati kategori gramatikal yang tak dimiliki oleh bahasa persatuan negeriku. Unik, aku suka. Itu alasanku mendalami linguistik dan bahasa asing. Aku ingin menemukan perbedaan linguistik tiap bahasa dengan tanganku sendiri. Aku tersenyum lebar saat kuberikan contoh kata bahasa Italia saat sedang belajar linguistik. Saat itu, aku merasa cerdas! Ya, aku senang merasa cerdas. :)

Kegemaranku pada bahasa mengantarkanku pada keinginan untuk menuntut ilmu lebih dan lebih lagi. Universitas impianku berada di Inggris. Universitas Oxford. Aku ingin sekali menjejakkan kaki di tanah Inggris. Sangat ingin. Semoga Allah memberiku kesempatan untuk mencicipi hidup di sana.

Dan Italia? Oh, aku sedang mendalami bahasa indah satu ini. Akhir-akhir ini, aku terpekik girang ketika menemukan kata-kata berbau Italia. Mulai dari buku perjalanan, kehidupan orang di Italia, lagu-lagu Italia, dan lainnya. Aku juga ingin melangkahkan kaki ke daratan Italia. Sesungguhnya, aku ingin mengunjungi negara-negara yang sedang kupelajari bahasanya. Sejauh ini masih Italia dan Rusia. Allah, izinkan aku menjelajahi bumimu. Dengan itu kuharap aku bisa menjadi hamba-Mu yang bersyukur.

Masih ada? Kukira masih, tetapi belum kupikirkan lebih jauh. Apakah kau rasa mimpi-mimpi ini terlalu serius? Haha, akhirnya kau tahu siapa diriku. Aku ini tipe pembelajar nan serius, Semoga kau bisa memahamiku, Tuan masa depan.

Selamat malam, daya baterai tab-ku melemah, kini kekuatannya tinggal 2%. Jam berdentang-dentang, jarumnya bergerak dan berhenti di angka dua. 02.20. Kurasa itu tanda untukku. Aku mesti istirahat.



St. Basil's Cathedral, Russia. 


Colosseum, Italy


Oxford University, England



Medan, Juli 2014

Friday, July 11, 2014

27 Detik

"Halo?"
"...halo."
"Hai, mengenai pertanyaanku tadi bagaimana? Sudah adakah hasilnya?"
"Iya, jadi kelas ini... blablablabla."

...
"Terima kasih ya atas bantuannya."
"Sama-sama."
(klik)

Butuh waktu sepersekian detik untuk mencerna apa yang baru saja terjadi. Dia meneleponku! Bolehkah aku terbang ke langit-langit kamar?


***


Tidakkah kau sadar ia hanya datang saat ia membutuhkanmu?


sumber gambar



Tuesday, July 8, 2014

Teman Apel

Halo lemon, anggur, mangga, lengkeng, dan kurma! Bagaimana jika kutambahkan sesuatu yang baru dalam mangkuk es buah kita? Perkenalkan, semangka! :9







...Selamat berbuka puasa! (Well, sebenarnya aku belum benar-benar berbuka)



Semangka


Apel

Anak Baru

Hai, anak baru. Janganlah kau patahkan lagi hatiku yang sudah berulang kali ditempa ini. Jangan pula kau beri harapan seperti yang lalu-lalu. Jangan. Aku tak tahu lagi bagaimana harus menyikapimu. Kau kira hati yang retak mudah disembuhkan?

Just be in love with someone else

Aku sudah terlalu lelah disanding-sandingkan denganmu, dikait-kaitkan denganmu, disuit-suit karenamu. Kau tak akan cocok denganku dan aku tak akan cocok denganmu. Biarlah kita menjalani kehidupan masing-masing. Kau di sana dengan segala impian sucimu dan aku di sini menggenggam impian pribadiku dengan hati yang masih loncat-loncat tak tentu. Sudahlah. Aku lelah. Kalau kamu?







Mengutip kata ismirahma,
"Please just be in love with someone else..." 

Monday, July 7, 2014

Ada Wanita

Ada wanita yang tersenyum manis di balik jilbabnya usai berbincang dengan lawan jenis yang menjadi impiannya selama ini. Ada rasa yang mengusik hatinya, antara bahagia dan rasa bersalah karena telah melakukan hal yang tak perlu.

Ada wanita yang ingin melonjak dari tempatnya berdiri saat itu. Perasaan bahagia begitu membuncah tatkala ia menyadari idamannya berdiri tak jauh darinya. Hanya dua langkah, ya hanya dua langkah. Ia bimbang, apakah mesti bergerak ke gerbong sebelah yang hanya berjarak dua langkah darinya atau tetap di gerbongnya.

Ada wanita berbaju biru yang mencengkeram lengan temannya karena baru saja berpapasan dengan impiannya yang mengendarai motor. Sesaat setelah itu, mereka memutuskan untuk membeli makan malam untuk menghilangkan kegugupan. Di warung makan, ia berfoto dengan baju kebanggaan yang harum karena parfum tadi pagi dengan alasan, "Aku harus mengingat baju ini sebagai baju keberuntungan yang mempertemukanku dengan sang impian." Begitu katanya.

Ada wanita yang menahan napas kemudian asal menjawab pertanyaan impiannya karena ia terlalu kaget dan bahagia. Sang impian terheran dengan tingkahnya, namun wanita itu cepat-cepat menormalkan keadaan.

Ada wanita yang salah tingkah ketika mengangsurkan buku kepada impiannya. Tangan mereka memang tidak bertautan, tetapi pergerakan singkat itu cukup meninggalkan kesan di hatinya.

Ada wanita yang berbinar-binar matanya saat mengisahkan pesan singkat yang diterimanya dari sang impian kepada teman-temannya. Seolah ia begitu bangga, "Ini lho impianku selama ini! Dia sempurna, bukan?" Padahal, teman-temannya tahu isi pesan singkat itu biasa saja, si wanitalah yang salah menangkap pesan yang disampaikan. Maklum, ia sedang jatuh cinta. Segala-galanya hiperbola, segalanya penuh bunga.

Ada wanita yang kerap kali mengunjungi suatu fakultas demi menemukan sosok sang impian. Tak lupa, ia tampil cantik acap kali berkunjung. Dirapikannya jilbabnya, ditaburkannya pupur ke wajah, dioleskannya pelembab ke bibirnya yang kering. Entah untuk apa, ia hanya ingin tampil cantik di depan sang impian bila jadi jumpa.

Ada wanita yang tulus ikhlas menggambar lirik lagu kesukaan sang impian. Hal itu dilakukannya sebagai rasa terima kasih pada sang impian. Juga, sebagai ungkapan hatinya yang ingin mendapat sedikit perhatian dari sang impian.

Ada wanita yang menangis diam-diam setelah menguping pembicaraan sang impian dengan gadis lain. Wanita itu meratap karena ia ingin pula diajak bicara oleh impiannya.

Ada wanita yang berulang kali mengarahkan pandangan ke pintu masuk. Ia gelisah menanti kehadiran sang impian. Ia sudah berpakaian maksimal hari itu. Jangan sampai sang impian melewatkan kesempatan bertemu. Sayang, di penghujung waktu, si wanita terpaksa menelan pil kekecewaan. Sang impian batal datang.

Ada wanita yang bingung merangkai kata pada telepon pertama dengan sang impian. Ia berusaha tenang, tetapi gagal maning. Ia lalu berwudu mengusir degup, tetapi jantungnya masih saja dag-dig-dug tak keruan. Setelah salat, ia kembali ke layar dan mempersilakan sang impian untuk menelepon dirinya. Sesungguhnya biasa saja, namun si wanita merasa takut salah ucap dalam perbincangan kali pertama itu.

Ada wanita yang semakin bersemangat mempelajari hal tertentu karena sang impian pun menggemari hal yang sama. Ia berpikir akan sangat seru bilamana suatu saat mereka mengerjakan hal itu bersama-sama.

Ada wanita yang selalu menamai impian-impiannya dengan nama buah. Ia sendiri menjuluki dirinya apel karena ia menyukainya. Sebagaimana musim, buah-buah itu silih berganti di lahan hati si wanita.

Ada wanita yang sesenggukan di kamar setelah membaca majalah islami yang menyentil perilakunya selama ini. Ia memang tak berbuat macam-macam dengan sang impian, tetapi nyatanya ia tetap saja salah. Akhirnya dengan keputusan bulat, ia mengakhiri hubungan tanpa status dengan sang impian walaupun ia tahu hal itu menyakiti dirinya. Ya, semua itu demi perubahan nasib yang lebih baik antara ia dan sang impian. Ia menerima setiap tetes air mata yang jatuh karena pilihan yang telah ia buat.

Ada wanita yang mengarang cerita pendek mengenai pemuda yang meninggalkan kekasihnya karena menikah dengan gadis lain. Belum selesai cerita itu ia rangkai, ia menangis di balik bantal. Tak sanggup ia membayangkan bila dirinyalah yang mengalami kisah tersebut. Ditinggal menikah oleh sang impian.

Ada wanita yang diam-diam menyimpan harapan agar ia dipertemukan dengan sang impian dalam ikatan pernikahan. Impian yang sesuai dengan cita-citanya, yaitu memiliki kelurga akademisi. Semoga wanita itu menemukan seorang ahli yang dapat membawanya mengarungi keluarga yang peduli edukasi.

Kalian mau tahu siapa wanita itu dan sang impian? Wanita itu bernama aku, sementara impian bernama calon imamku.



Medan, Juli 2014

Stasiun kereta

Setelah sekian lama kita tidak jumpa, kau di sana dan aku di sini, aku malah memimpikanmu dua hari lalu. Stasiun kereta. Ya, kau datang ke daerahku bersama rombonganmu. Aku, entah bagaimana, telah mengetahui kedatanganmu dan otomatis melangkahkan kakiku menuju stasiun. Ada rasa yang memaksaku untuk bertemu denganmu. Mengapa? Bukankah kita sudah lama berpisah? Mengapa sekarang ingin menguak luka lama? Itu yang kupertanyakan terus dalam batin. Hei, aku menemukanmu! Di sana, tersenyum pada kelompokmu. Senyum tidak simetris persis seperti yang kukenal beberapa tahun silam. Aku memandangimu dari seberang, lalu kau menolehkan kepala membuat mata kita beradu. Sesaat, aku terkesiap, belum siap dengan tatapanmu. Biarkan aku saja yang mengamatimu, kau tidak perlu begitu pula! Oh, tetapi sudah telanjur. Kita sudah menangkap keberadaan masing-masing. Diam dan sunyi senyap. Mulut terkatup, tak ada yang berani membuka pembicaraan. Aku mencoba meresapi suatu masa yang telah lalu. Ada kenangan di sana, manis dan pahit. Aku yakin, pikiranmu pun pasti sedang melanglang buana ke masa di mana kau dan aku menjelma kita. Tiba-tiba, keheningan itu diusik oleh kawan seperjalananmu. Kau kembali mencurahkan perhatian pada mereka, mengalihkan pandanganmu, dan kembali tertuju pada mereka. Aku diam lalu beranjak dari situ. Kuarahkan langkah menuju restoran cepat saji, ada kawan yang menungguku di sana. "Hai, Nad! Ayo duduk, kamu pesan apa?" sapanya. "Eng, entahlah. Itu...ada apa?" tanyaku menunjuk sekumpulan remaja berbaju rapi menaiki tingkat atas. Tidak biasanya. Ada apa di atas sana? "Oh, sedang ada perlombaan di atas. Kamu mau lihat? Ke atas saja, aku di sini menjaga tas." Tak perlu disuruh dua kali, aku naik ke atas dan mendapati aula utama. Restoran ini punya aula? Wah, aku baru tahu. Ruangan itu penuh sesak. Remaja-remaja itu berjejalan. Semua mengoceh dan tampak sibuk. Ah, lomba itu. Aku pernah mengikutinya dulu. Aku pernah larut dalan euforia bertanding. Aku pernah...tunggu! Bukankah kau pun pernah? Bukankah kita pernah berada dalam lomba yang sama? Apakah itu alasanmu datang kemari? Akankah kita berjumpa di tempat ini? Aku keluar dari aula dan pamitan pada temanku, "Hei, kau jadi makan atau tidak?" Kugelengkan kepala menjawab pertanyaannya sembari membuka pintu restoran. Aku kembali ke stasiun, dengan harapan engkau masih ada di sana. Ternyata tidak, kalian sudah meninggalkan tempat itu. Tetiba, aku pusing. Semua ini terlalu mendadak. Haruskah aku kembali ke restoran? Haruskah aku menemui pemuda masa lalu? Haruskah, haruskah? Ah, kuputuskan untuk pulang. Ke kosan.

Aku tak tenang. Sedari tadi, aku bergerak membolak-balikkan posisi tubuh. Baring ke kiri, ke kanan, berdiri, duduk di kasur, kemudian berbaring lagi. Aku seakan dihantui oleh sesuatu. Ya, dihantui oleh masa lalu kita. Aku mesti berjumpa denganmu, mesti! Kuraih sepatuku dan bergegas menuju restoran cepat saji itu lagi. Semoga kali ini aku belum terlambat. Semoga kalian belum pulang. Matahari telah kembali ke peraduannya, langit dihiasi oleh warna biru tua. Hari sudah mulai gelap dan malam. Aku kekeuh ingin berjumpa denganmu. Memanfaatkan kesempatan yang entah kapan akan datang dua kali. Kutemukan restoran itu sepi. Tidak ada suara semarak dari lantai atas. Jangan-jangan...perlombaannya telah usai? Kulongokkan kepala ke aula dan benar saja, hanya tersisa dua orang yang sibuk menyapu dan merapikan bangku. Aku lemas, andai saja tadi aku tidak pulang... Aku mesti ke mana sekarang? Stasiun? 

"Hahahah!" Kufokuskan pendengaran, ada keramaian beberapa meter di ujung sana. Aku yakin ada tawamu di sana. Kupercepat langkahku menuju stasiun. "...Hai." kuberanikan diriku menyapamu terlebih dahulu. "Eh, hai! Nadia." Alismu naik, kau tersenyum kikuk. Kau terkejut, aku tahu. "Eng, tadi ikut lomba?" "Iya, mewakili universitas. Alhamdulillah menang," jawabnya. "Oh ya? Selamat kalau begitu." Kutarik dua garis bibir membentuk lengkung senyuman simetris. Lalu kita terdiam dan mengarahkan pandangan ke arah yang berbeda. Kawan-kawanmu berjalan di depan. Kau sengaja melambatkan langkah untuk berjalan beriringan denganku. "Aku mau minta maaf." ucapku tanpa tedeng aling-aling. Tak kuberinya kesempatan untuk menanggapi, "Maaf untuk kejadian yang dulu. Mungkin masih meninggalkan bekas padamu. Maaf, sungguh. Aku...aku...hanya bermaksud..." "Baik," kau memotong pembicaraanku. Kemudian kau menatap nanar. Aku hanya bisa menangkapnya sejenak lalu menunduk. Dadaku sesak, terhimpit rasa bersalah. "Tidak apa-apa, Nad. Aku sudah beranjak meninggalkan masa lalu. Kaulihat?" Ya. Aku melihatnya. Aku melihat betapa kau sudah berubah lebih baik, aku lihat engkau sukses meniti hidup di kota seberang. "Ya. Aku ingin...mengembalikan ini." Kuangsurkan sesuatu dari dalam tas selempangku. "Mengapa?" Kau menatap buku itu. "Karena dalam buku ini ada pula hakmu di dalamnya," jawabku. "Ambillah, buku itu sudah terlalu lama bersamaku." Aku tak tahu apakah ini keputusan terbaikku atau malah yang terburuk. Satu yang jelas, aku tak sanggup menyimpannya lebih lama lagi. "Terima kasih," hanya itu ucapmu. "...atas buku ini dan atas semuanya, Nadia. Aku balik dulu," Kawan-kawanmu melambaikan tangan padamu, memintamu agar segera menyusul mereka di sana. Aku menganggukkan kepala dan ikut melambaikan tangan. Salam perpisahan. Kau berjalan, terus berjalan, dan tidak menengok lagi. Ah, lebih baik begini. Benarlah adanya bahwa masa lampau harus kita tinggalkan sejauh-jauhnya di belakang. Tidak ditengok lagi.

4th of July

Hari ini tanggal 7 Juli 2014. Tiga hari lalu tanggal 4 Juli. Warga Amerika mengenalnya dengan Independence Day. Amerika mendeklarasikan kemerdekaannya pada hari itu. Biasanya, ada perayaan yang memperingati hari bersejarah tersebut. Tahun lalu, ketika saya dan keluarga berada di New York, ada pesta kembang api yang indah di malam hari. Sayang, saat itu saya dan adik masih tergolek lemas di kasur disebabkan jet lag. Tahun ini, mereka menikmati kembang api indah tanpa kehadiranku. Ya, Agustus lalu saya pulang melanjutkan hidup di Indonesia dan mereka di Amerika. Ingin berbagi kebahagiaan denganku, Fira mengirimkan rekaman video berisi kemeriahan kembang api 4th of July.


Dua tahun lagi. 
They will be celebrated 4th of July for the fourth times. 
And maybe, for the first time to me. In shaa Allah.


Lekaslah lulus, Nadia Almira Sagitta! ^^