Saturday, November 28, 2015

Clinical Linguistics

Nggak bisa tidur (sebelumnya memang sudah tidur) karena membaca informasi tentang speech pathology, seperti afasia. SP merupakan bagian dari clinical linguistics (aku belum bisa membedakannya dengan neurolinguistik, barangkali CL lebih fokus ke penyakit dan penanganannya). Lulusan CL biasanya jadi speech and language therapist. How cool is that? Terapis, mamen. Duh, seperti pekerjaan tenaga kesehatan!

CL ini tampaknya berhubungan dengan fonetik. Harus banget ngambil matkul fonetik di S-2 nanti! Lagipula fonetik emang seru, sih. Hayo, siapa yang masih hapal fonem-fonem bahasa Indonesia dan letaknya di tabel IPA? Jangan sampai lupa, ya. 😁

I wish I knew clinical linguistics earlier. Aku juga tertarik pada bidang ini, sayangnya sudah menjatuhkan pilihan (insyaAllah akan ditekuni sungguh-sungguh) ke field linguistics, hehe. Bisa nggak, sih, ahli di dua bidang? 😂 Ehehe, sayang sekali, ya, aku baru mencari info lebih dalam mengenai berbagai bidang linguistik terapan di semester akhir ini. Nanti kalau aku jadi dosen kelak, aku mau menjembrengkan segala kemungkinan lapangan kerja linguis kepada mahasiswa di semester satu. Syukur-syukur kalau aku bisa menggugah mereka untuk jatuh cinta pada linguistik sedari awal. Ilmu satu ini memang luas dan mengagumkan banget. ♡♡♡

Usut punya usut, bidang CL dipopulerkan di UK oleh David Crystal! Hadeeuh, beliau ini cerdas sekali, ya. #gagalpaham Aku suka tulisan beliau (padahal baru baca Language Death dan secuil tentang Language and The Internet). 😆

Oya, tadi aku juga sempat mencari info universitas yang membuka jurusan CL. Jurusan ini ada di Macquarie Uni Aussie, tuh. Sepertinya bagus, barangkali ada yang berminat. :D

http://www.friendshipcircle.org/blog/2014/01/30/10-awesome-reasons-why-being-a-speech-pathologist-rocks/ >> being a linguist, whatever your field is, also rocks!

Sip, segini dulu racauan malam kali ini. Mau nggak mau mesti istirahat. Ciao!

Nadia Almira Sagitta

Thursday, November 26, 2015

Akhir bahagia

Kenapa, Cinta? Kenapa kisahmu tidak pernah berakhir bahagia? Kenapa selalu bahagia di awal dan nestapa di akhir? Ketika yang lain dengan mudahnya berpacaran, kau menolak mentah-mentah. Akan tetapi, kau sendiri belum siap diajak menikah. Maka terombang-ambinglah engkau. Mencintai seseorang tanpa ujung yang jelas.

Ah ya udah, nunggu diseriusin. Hahaha.

Monday, November 23, 2015

Memikirkanmu, membuang waktuku

Bakal sibuk nggak terkira hingga Januari. Pikiran dan fisik lelah semua. Akan tetapi, kesibukan ini punya hikmah. Aku jadi lebih bisa membagi waktu, mengatur prioritas, belajar tanggung jawab, belajar memimpin, dan menjaga amanah. Iya, amanah itu tidak pernah pergi dari kita. Dia selalu punya cara untuk mendekati kita. Kukira, aku akan lepas dari amanah-amanah setelah melepaskan segala organisasi, tetapi nyatanya tidak. Maka berbahagialah diriku, kamu masih dipercaya orang-orang untuk memegang amanah. Alhamdulillah.

Aku begitu sibuknya sampai-sampai kegiatan memikirkanmu saja kuanggap sia-sia. Ketika aku hendak memikirkanmu barang dua jam, kuingat betapa aku punya segudang kegiatan yang seharusnya bisa kuselesaikan dalam waktu dua jam.

Memikirkanmu = membuang waktuku

Ya, itulah dia hikmah lainnya. Pikiranku memang belum sepenuhnya lepas dari bayangmu, tetapi mau bagaimana pun aku harus terbiasa dengan keadaan ini. Terbiasa tanpa kau dan harus membiasakan diri tanpa kau. Kau saja bisa, kenapa aku tidak?

Salam,
Nadia Almira Sagitta

Friday, November 20, 2015

Luka: Abadi

Kata mereka, "Jangan pernah melukai hati seorang penulis atau kau akan abadi dalam karyanya."

Entah itu abadi karena disanjung puja, dihina dina, atau dicaci maki. Jangan salahkan penulisnya, salahkan dirimu yang telah melukai hati tulusnya.

Aku mungkin akan terus menulis tentang kamu beberapa periode ke depan. Aku akan berhenti ketika aku bosan. Aku akan berhenti ketika tak ada lagi hal menarik darimu yang dapat kutuliskan. Aku akan berhenti ketika waktu menyuruhku berhenti. Sementara ini, kamu akan tetap hidup...dalam karyaku, dalam tiap ceritaku, dalam ingatan batinku.

Salam.
Nadia Almira Sagitta

Thursday, November 19, 2015

Kehilangan Budaya

Tuhanku,
Jika aku harus menangis lagi
Biarkanlah itu karena bahasa yang mati
Bukan karena lelaki yang pergi

Lebih baik kehilangan satu rasa
Daripada kehilangan satu budaya
--

Ditulis di perpustakaan UI setelah membaca satu bab dari buku Dying Words. Ah, perih sekali menghadapi kenyataan penutur bahasa yang mati satu per satu. Sang penutur mati membawa budaya. Berbicara budaya, kita berbicara tentang satu komunitas. Kehilangan satu komunitas tentu lebih menyakitkan daripada kehilangan satu manusia. Konyol sekali menangisi lelaki yang sama sekali tak pernah memberi hati. Tegakkan wajahmu! Ada komunitas-komunitas bahasa yang menunggu kau singgahi. Kau tidak mungkin menyapa mereka dengan muka suram sebab lara, bukan?

Salam,
Nadia Almira Sagitta

Tuesday, November 17, 2015

Salju dalam Bahasa Eskimo

"Eskimos has 12, 50, 100, or even several hundreds words of snow!"

Whether this statement is true or not, orang-orang Eskimo punya sejumlah kata yang menggambarkan keadaan geografis mereka. 

Pernyataan di atas memang masih diperdebatkan sampai sekarang. Mulanya, pernyataan ini dikemukakan oleh Franz Boas. Setelah dikaji, ternyata banyak linguis yang tidak setuju sampai-sampai mengatakan Boas hanya hiperbola dan berita itu hoax. Khazanah kata untuk salju tidaklah sebanyak itu, katanya. (baca artikelnya di sini http://www.lel.ed.ac.uk/~gpullum/EskimoHoax.pdf) Akan tetapi, ada juga linguis yang setuju dengan pendapat Boas, yaitu si Igor Krupnik. 

Intinya, mah, ini debatable banget. Entah benar, entah salah. Istilah bahasa Eskimonya saja belum jelas merujuk ke Inuit atau Yupik. Barangkali penelitian Boas memasukkan kedua bahasa itu jadi hasilnya banyak? Entah. Sebenarnya, nggak penting, sih, kita mencari tahu jumlah pasti kata yang mewakili suatu konsep. Lah, ngapain keleus.

Yang penting, kita tahu bahwa orang-orang Eskimo menyimpan konsep penting dalam perbendaharaan kata mereka. Sesuai teori Sapir-Whorf (sumpah, ngasal banget aku mah, sok ngerti), bahasa itu pasti menyimpan konsep budaya. Itu yang semestinya membuat kita takjub. Mereka punya kata-kata yang mendeskripsikan bentuk salju di tanah, salju yang turun, salju yang sebentar lagi mencair, dll. Ternyata, selain salju, orang-orang Yupik juga punya perbendaharaan kata untuk arah angin, rasi bintang, arus laut, dan fenomena musim lainnya.* Keren, kan? Bahasa menjadi salah satu alat survival mereka. Dengan begitu spesifiknya kata-kata yang dimiliki orang Yupik, terlihatlah bahwa mereka menaruh perhatian (fokus) besar pada konsep tersebut. Mereka bisa mengetahui salju mana yang tidak boleh diinjak karena khawatir saljunya retak, mereka bisa menebak musim selanjutnya melalui arah angin, dan lain-lain. Khazanah-khazanah informasi seperti inilah yang belum tentu diketahui orang di luar suku Yupik. Serunya lagi, semua informasi ini tersimpan dalam bahasa. MasyaAllah. ♡♡♡

Ilmu bahasa itu seru, kan?
Bahasa itu menarik, kan?
Akui sajalah. (wkwkw, maksa!)

Alhamdulillah banget saya diberi kesempatan untuk mendalami ilmu bahasa. ^^{}

(*) Informasi ini dikemukakan oleh Krupnik yang kemudian dikutip oleh Harrison dalam buku The Last Speakers yang sedang saya baca. Aih, saya nggak berhenti takjub membaca pengalaman K. David Harrison! ♡

Sumber:
http://www.mnn.com/earth-matters/climate-weather/stories/are-there-really-50-eskimo-words-for-snow
Harrison, K. David. 2010. The Last Speakers. USA: Washington D.C.

Monday, November 16, 2015

Bahasa: Khazanah Informasi

"Though Tuvan does have a general word for go, it is less often used. Most of the time, Tuvans use, as appropriate, verbs meaning "go upstream" (cokta), "go downstream" (bat), or "go cross-stream" (kes). You'd rarely hear, 'I'm going to Mugur-Aksy' but rather, 'I'm upstreaming (or downstreaming) to Mugur-Aksy'. The Mongushes could not explain to me the invisible orientation framework that was all around them and underfoot. They simply knew all this information without knowing that they did." (Harrison, The Last Speakers)

Tiba-tiba saja aku teringat Anti dan Nia, dua ART (asisten rumah tangga) di Makassar dahulu. Kampung mereka berdua di Jeneponto. Setiap mereka bercerita tentang kerabatnya yang pulang ke Jeneponto, mereka bilang, "Pergimi ke atas," sementara kalau membicarakan kedatangan ke Makassar, mereka bilang "Ke bawah."

"Anti, kenapa kau bilang ke atas?"
"Karena memang Jeneponto itu ada di atas."
"Iyakah? Tunggu sebentar."
Aku lalu meraih atlas dan membuka peta Sulawesi. Jeneponto terletak di bagian selatan Makassar, berarti letaknya lebih di bawah.
"Lah, tetapi ini gambar Jeneponto ada di bawahnya Makassar. Kenapa di atas?"
"Kenapa, ya? Aih, saya juga tidak tahu. Kita memang bilang ke atas kalau mau ke Jeneponto."

Kalau kupikir-pikir lagi sekarang, mungkin Anti dan Nia merujuk pada kondisi geografis Jeneponto sebagai dataran tinggi. Jadi, jalan yang ditempuh dari Makassar menuju Jeneponto itu menanjak. Tercetuslah frasa ke atas dan ke bawah. Oke, contoh ini memang tak sebanding dengan bahasa Tuva yang dijabarkan Pak Harrison tadi. Aku hanya menuliskan kebingungungan masa kecilku di sini.

Membaca bab "Siberia Calling" di buku The Last Speakers ini, aku tersadar ada beberapa hal dari bahasa yang memang berkembang di alam bawah sadar. Kita lontarkan suatu konsep tanpa tahu asal-usul penggunaannya. Memang benar ya, bahasa menyimpan informasi budaya dan geografis. Seru sekali! :')

Ah, jadi kangen Nia, Anti, Tina, dan Dg. Ugi. Kangen sekalika' kodong. Kita' tahu ji menangiska' di kamar karena kangenki' semua? Masih mauka' kita' ajari bahasa Makassar, masih mauka' dengar logatta' bicara. Biarmi itu dulu maceku namarahika' gara-gara bergaulka' sama pembantu. Nabilang, tidak bagus bede' bergaul sama kalian karena nanti jadi kasar bicaraku. Deh, padahal sa suka sekali bicara pakai bahasa daerah. Dari kita' mi semua bisaka' ngomong pakai logat Makassar, tahuka' beberapa kosakata bahasa Makassar. Seperti ada sense of belonging yang selama ini hilang. Bisaka' berbaur sama orang setempat dan bisaka' identifikasi diriku sebagai orang Makassar karena sa tahu sedikit soal bahasanya. Makasih nah, Anti, Nia, Tina, dan Dg. Ugi. Semoga baik-baik jki' selalu. InsyaAllah, kalau ada kesempatan mainka' lagi ke Makassar.

Dariku,
Nadia Almira Sagitta
Gadis berdarah Minang-Jogja, yang sulit merasa jadi bagian dari keduanya.

Catatan:
Betapa pentingnya pengaruh bahasa daerah dalam proses identifikasi diri. Sulit sekali mengaku bagian dari suatu suku apabila bahasa dan budayanya saja tidak kita ketahui. Jangan seperti diriku, gadis blaster Minang-Jogja yang merasa terasing di tanah sendiri karena tak dapat bercakap-cakap dengan bahasa setempat. Sementara itu, di tanah Jakarta, aku sering mengaku orang Makassar, padahal ketika ditanya perihal bahasa dan budaya Makassar lebih jauh, aku terpaku. Tidak tahu.

Tambahan:
ka' 'saya'
ki' 'kamu' (sopan)
kita' 'kamu' (sopan)
na 'dia'
sa 'saya'
mi, ji 'kategori fatis bahasa Makassar'
mace 'ibu'

Sunday, November 15, 2015

Ujung Jalan

"Di ujung jalan itu setahun kemarin." (Kahitna, Setahun Kemarin)

Beberapa waktu lalu, lagu ini masih menyisakan debaran hati yang sanggup menarik senyum di wajahku. Namun, seiring misteri yang terkuak satu demi satu, tidak ada lagi senyum itu. Tinggallah desahan yang sama sekali tak bermakna lega.

Seberapa sering kau berpapasan dengannya di ujung jalan itu?

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Saturday, November 14, 2015

Bidang Linguistik

Language documentation is a part of linguistics fieldwork. There are so much things to do. Sebagai calon sarjana humaniora yang berkonsentrasi pada bidang linguistik, sudah semestinya kita terjun ke berbagai bidang. Kamu bisa masuk ke bidang komputasional linguistik dan mengembangkan program bahasa semacam Google Translate, bidang perencanaan bahasa untuk menentukan masa depan suatu bahasa, bidang neurolinguistik untuk membantu para dokter saraf dan pasiennya, bidang leksikografi untuk menyusun suatu kamus dengan baik (bikin kamus sekeren Oxford atau Collins Dictionary, tuuuh!), bidang forensik linguistik untuk membantu memecahkan kasus hukum dengan bukti-bukti kebahasaan, bidang geolinguistik--atau disebut juga dialektologi--untuk memetakan bahasa-bahasa di Indonesia (kita punya 706 bahasa!), bidang psikolinguistik untuk mengetahui fungsi otak manusia dalam pemerolehan bahasa kedua dan seterusnya. Linguistics is so much more than you can imagine. Masih banyak bidang linguistik yang belum aku ceritakan, seperti historical linguistics, ecolinguistics, biolinguistics, sociolinguistics, stylistics, theoretical linguistics, clinical linguistics, translation, evolutionary linguistics, dan linguistic anthropology. Kau lihat, ilmu linguistik ini bersinggungan dengan ilmu-ilmu lain seperti psikologi, kedokteran, komputer, dan lain-lain. Ayo menyebar ke berbagai bidang agar semua bidang terlingkupi oleh ahlinya masing-masing. :)

Aku sendiri ingin terjun pada bidang pendokumentasian bahasa. Bahasa terus berubah seiring waktu. Ia dapat punah atau bertahan. Agar suatu bahasa tetap terdeteksi zaman, ia perlu didokumentasikan. Pekerjaan seorang pendokumentasi tentu tidak sederhana. Ia harus turun ke lapangan, berkomunikasi dengan warga setempat, dan membuat dokumentasi dalam bentuk teks, audio, dan video. Setelah itu, ia harus menyusun buku tata bahasa dan kamus dari bahasa tersebut kemudian memastikan hasil penelitiannya dapat diakses orang banyak. Selain itu, sebisa mungkin sang peneliti membantu masyarakat setempat untuk menghidupkan kembali bahasa daerah mereka dengan melakukan revitalisasi bahasa. Rempong sekali tampaknya, ya? Akan tetapi, tentu harus ada satu di antara banyaknya linguis yang menempatkan bidang ini sebagai karier hidupnya. Aku ingin menjadi satu di antara yang sedikit itu. ^^

Janganlah kamu berkecil hati tatkala orang-orang mempertanyakan jurusanmu saat ini, lulusan sastra mau jadi apa? Wah, mereka belum kenal linguistik dan sastra rupanya! Jadi apa, katanya? Banyak, Bung! Tak bisa aku jelaskan satu per satu. Apalagi postingan ini masih khusus membahas linguistik, belum membahas sastra yang terpecah lagi menjadi sastra modern dan sastra klasik. Pokoknya menjadi ahli sastra dan ahli bahasa, deh. ♡

Ada banyak bidang linguistik yang bisa kamu tekuni. Pilih satu yang kamu suka dan lakukanlah yang terbaik pada bidang itu. Semoga calon-calon sarjana humaniora konsentrasi linguistik ini berkenan menjadi linguis-linguis andal Indonesia.

Ayolah, Indonesia butuh penerus Harimurti Kridalaksana dan Anton Moeliono! Siapa tahu itu kamu. ♡

Aamiin ya Rabb. Mudahkanlah jalan kami meraih gelar sarjana agar dapat memasuki jenjang berikutnya, entah itu dunia kerja atau dunia perkuliahan selanjutnya.

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Friday, November 13, 2015

Berhentilah

Allah, tidak bisakah Engkau berhenti memberiku kejutan tentang dia? Aku tahu aku tidak bisa bersamanya maka sudahilah segala kenyataan ini. Tak perlu Engkau tegaskan aku berulang kali. Tak perlu Engkau suguhkan fakta-fakta yang selalu membuatku merasa, “Wah, kebetulan sekali!”, “Wah, dia lebih cocok bersama dia, ya?”, dan segala wah yang lain. Sakit…sekali. Aku pusing menyikapi kejutan-kejutan ini. Hatiku sungguh tidak siap. Fakta-fakta unik datang silih berganti dan menyakitkan hati.

Semua ini membuatku merasa semakin ciut saja. Semakin merasa…ya sudahlah. Aku semakin didorong untuk melepaskan dan merelakan. Dia jauh…jauh lebih pantas bersama dengan yang sepadan dengannya. Orang itu jelas bukan aku, melainkan (barangkali) dia. Maka pasangkan saja.

Skrip sandiwara-Mu lucu sekali, ya Allah. Baru kali ini aku dibuat tak berdaya dan termangu berulang kali.

DUNIA INI SEMPIT.

Sempit sekali sampai-sampai aku mengenali para pemeran yang bermain dalam tonil cinta mahakarya-Mu.

Salam,
Nadia Almira Sagitta

Memakai Cincin

"Kenapa suka pakai cincin?"
"Nggak apa-apa, senang aja."
"Mamaku melarang aku pakai cincin. Apalagi di jari manis, duh diwanti-wanti sekali. Takut "calon jodoh" mengira aku sudah nikah."
"Hahaha, kalau dia mau mah pasti konfirmasi ke kamu dulu."
--

Aku suka memakai cincin. Tak perlu cincin emas, cincin imitasi pun jadi. Aku biasa memakai cincin di jari tengah atau jari manis. Kenapa di tengah? Soalnya jemariku kurus sekali, terkadang cincinnya jatuh bila kupakai di jari manis.

Aku suka menatap cincinku lama-lama, terkadang sambil senyum.
Aku suka memutar-mutar cincinku, terkadang sambil menitipkan rindu. Seolah-olah ada yang boleh dirindukan.

Aku suka memakai cincin. Rasanya seperti digenggam oleh jemari lain walaupun nyatanya hanya oleh selingkar aksesori. Aku suka memakai cincin walaupun hanya imitasi. Imitasi saja aku suka apalagi cincin asli dari kamu, nanti.

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Wednesday, November 11, 2015

Satu pemuda

Ada satu pemuda yang mungkin pernah kau temukan di sepanjang hidupmu. Ia berjalan cepat sekali dan pandangannya tertumbuk ke tanah. Entah apa yang dia perhatikan. Boro-boro kau ajak ia berkenalan, memandangmu saja ia tak pernah. Lama baru kau tahu, pemuda itu ternyata kawanmu. Kau mulai penasaran, apa yang salah dengan pemuda satu itu. Apakah sulit baginya untuk menyapa, "Halo!" Acapkali kalian berpapasan, ia lewat begitu saja seolah engkau tak ada. 

Lama baru engkau tahu, sikap itu ternyata namanya gadhul bashar (menjaga pandangan). "Oooooh begitu, keren juga, ya," ujarmu. 

Sepertinya, ia menjaga pandangan karena beberapa alasan. Ia tak ingin membuatmu mengangkasa ke langit karena kalimat gombal bernada romantis. Ia tak ingin meluluhkan hatimu yang rapuh dengan hadiah-hadiah sederhana. Ia tak ingin membuatmu resah karena tak sempat mengabarimu sepanjang hari. Ia tak ingin mengaburkan konsentrasi ibadahmu kepada Allah dan orang tua. Kesimpulannya, ia tak ingin memberimu harapan palsu yang belum tentu bisa ia tepati di kemudian hari.

Ada segelintir pemuda-pemuda yang seperti dia. Tentunya, mereka berhak mendapatkan gadis-gadis yang sepadan. Kau mau? Berubahlah dulu.

Apakah kamu punya teman seperti tokoh lelaki pada cerita ini? :)

Salam,
Nadia Almira Sagitta

(Bukan) Review Dove Intensive Root Treatment

Selamat siang! :)

Hari ini aku mau cerita soal satu produk Dove yang khusus menangani masalah kerontokan rambut. Rambut itu rontok karena dua hal, pertama patah di tengah atau akar rambut tidak kuat. Rasanya banyak sekali orang-orang yang mengalami masalah rambut rontok, nah aku juga begitu. Apalagi aku berjilbab, rambutku ditutup dan diikat dari pagi sampai sore. Lembap dan lepeknya jangan ditanya. Eh, tetapi alhamdulillah sih, tiap pagi nggak ada masalah dengan bad hair day--wong selalu tertutup. Hahaha. Dengan berjilbab, bukan berarti kamu bebas mengabaikan kesehatan rambut, justru kamu butuh usaha ekstra untuk merawat rambutmu. Balik ke masalah rambut rontok, bagaimana cara merawatnya? Tadaaaa, cobalah Dove Intensive Roots Treatment! Produk ini menutrisi akar rambut kamu agar lebih kuat dari sebelumnya, tentu saja hal ini akan mengurangi kerontokan rambut. Ini merupakan rangkaian dari Dove Hair Fall Treatment.

Kemasan Dove Intensive Roots Treatment

Satu pak ini berisi tujuh ampul, sementara satu ampul berisi 7 ml. Jangan terkecoh dengan angka 7 ml, ya. Dulu kukira isinya sedikit sekali, nyatanya cukup untuk dua kali penggunaan! Hahaha kalau mau hemat, mah, aku akan manfaatkan satu ampul untuk dua kali penggunaan. Akan tetapi berhubung perintahnya adalah aplikasikan satu ampul untuk satu kali penggunaan, mari kita turuti saja. Sudahlah, tim peneliti Dove tentu lebih tahu mengapa jumlahnya mesti sebanyak itu.

Gel-nya berwarna bening sedikit keunguan. Teksturnya tidak terlalu lengket dan tidak terlau cair. Beda banget dengan serum Sophie Martin yang cair banget dan mudah tumpah. 



Oh ya, Dove Intensive Roots Treatment ini mengandung trichazole, ginseng, dan soy protein. Apa itu? Coba googling. Intinya, sih, bahan-bahan itu bermanfaat untuk mengurangi kerontokan rambut. Semoga saja benar, ya. ^^

Petunjuk pemakaian:
1. Gunakan produk ini setelah keramas. Dua hari sekali saja, toh kita juga tak boleh berkeramas setiap hari.
2. Patahkan ujung ampul dan aplikasikan pada kulit kepala.
3. Pijat kepala selama 2--3 menit untuk memastikan serum terserap secara merata.
4. Gunakan satu ampul untuk satu kali pemakaian.

Kelebihan:
Teksturnya gel yang tidak begitu encer
Dapat menguatkan akar rambut dan mengurangi kerontokan rambut
Kemasan elegan
Mudah diaplikasikan 
Harum

Kekurangan:
Mahal. Harga produk ini sekitar Rp70.000,00

Beli di mana? 
Cek Hypermart terdekat, dulu aku beli di Hypermart Depok Town Square.

Well, mengapa judul tulisan ini (bukan) review? Soalnya aku baru menggunakan dua ampul sejauh ini. Jadi, aku belum terlalu memperhatikan efek penggunaannya. Namun, aku yakin produk ini tak bakal mengecewakan. Kita lihat saja nanti. ^0^)/

Oke, teman-teman. Segini dulu ceritaku.

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Saling Menemukan

Cinderella: "Are you ready?
Prince: "For anything, so long as it's with you."

(Cinderella, 2015)

Oh, hari ini aku menonton ulang film Cinderella. Selalu suka adegan Cinderella dan pangeran berdansa, main ayunan, bercerita tentang hidup satu sama lain, ketika pangeran memasangkan sepatu di kaki Cinderella, dan ketika mereka saling menemukan...

Saling menemukan. Kini kita saling mencari, akan ada saatnya kita saling menemukan. Kita pernah bertemu sekali di alam mimpi dan jiwa kita pernah menyatu di suatu masa sebelum kita dilahirkan ke dunia. Fate will lead us to see each other again.

Next time, darl, next time. Ada waktu ketika aku dan kamu menjelma kita. Kita merupakan ikatan yang begitu kuat dan tak dapat dipisahkan. Aku percaya kita bisa menjadi hebat bersama. Aku percaya kita bisa saling menguatkan satu sama lain.

Trust in your heart and your sun shines forever and ever
Hold fast to kindness, your light shines forever and ever
I believe in you and me
We are strong

(Strong, Sonna Rele)

I believe in happy ending, how about you?

Salam,
Nadia Almira Sagitta

Tuesday, November 10, 2015

Pendokumentasi Bahasa

Hari ini aku merasa sangaaaaaaat lega. Kenapa?  Kemarin aku berdiskusi dengan Ayahku menyoal kontribusi warga negara terhadap negaranya. Aku sempat khawatir dicap pembelot apabila bekerja pada lembaga asing. Diskusi kami bisa dilihat di sini. Berangkat dari setumpuk kekhawatiran, aku menelusuri kembali situs www.hrelp.org--suatu proyek pekerjaan impianku--dan mengaduk-aduk informasi program ELDP. Di situs tersebut, aku menemukan ini:

"We provide grants for the linguistic documentation of endangered languages worldwide. Anybody with qualifications in linguistic language documentation can apply as we have no restrictions on the nationality of the applicant or on the location of the host institution."

Peneliti dari kewarganegaraan apa pun dapat didanai untuk menjalankan proyek di daerah mana pun di dunia!

Gosh, such a relief! :')

Aku bisa tetap bekerja di Indonesia, mendokumentasikan bahasa daerah di Indonesia, dan memajang hasil penelitianku di situs ELAR yang dapat diakses oleh semua orang secara gratis! Much better tentunya karena bahasa itu punya kesempatan untuk dikenali oleh orang banyak berhubung prestise lembaga satu ini tinggi sekali. Aku sudah tahu mau jadi apa di masa depan! ^0^)/

Oh ya, sebelumnya aku ingin menjelaskan ELDP. ELDP--stands for Endangered Language Documentation Programme--adalah bagian dari HRELP (Hans Rausing Endangered Language Project) yang berfokus pada pendokumentasian bahasa. ELDP didanai sepenuhnya oleh Arcadia, sebuah foundation yang berfokus pada pelindungan kebudayaan yang terancam punah. Oleh karena bahasa tergolong budaya, Arcadia ikut mendanai proyek pendokumentasian bahasa. ELDP sudah banyak menelurkan grantee berbakat yang memberikan sumbangsih besar terhadap bahasa-bahasa yang terancam punah. Berikut ini daftar grantee ELDP sepanjang perjalanannya. http://www.hrelp.org/grants/projects/index.php

Apabila kalian perhatikan secara saksama, umumnya grantee ELDP berasal dari empat universitas terbaik, yakni School of Oriental and African Studies (SOAS), Univ. of Texas Austin, Australia National University (ANU), dan Univ. Hawaii of Manoa (UHM). Aku memang menargetkan lulus di salah satu universitas ini! ^^

Universitas-universitas di atas memiliki jurusan yang berfokus pada bidang dokumentasi bahasa. Apabila aku memang ingin menjadi peneliti bahasa, sebaiknya aku menimba ilmu di tempat terbaik, bukan? Toh, ELDP mencari peneliti yang memiliki landasan ilmu yang kuat maka sebaiknya aku berkuliah di salah satu institusi itu.

Aamiin, aamiin ya Mujiib.

Prof. Mia, engkau tidak perlu khawatir. InsyaaAllah aku akan menyelamatkan 75 bahasa daerah Indonesia yang termasuk kategori mengkhawatirkan (EGIDS) itu. Tatkala engkau menyebutkan keresahanmu tadi, aku diam-diam menitikkan air mata karena terbawa perasaan, "Ayo, mungkin salah satu dari kita hari ini ada yang sudi mengabdikan diri pada nusa dan bangsa untuk menyelamatkan 75 bahasa tadi. Ini kekayaan budaya bangsa, lho."

Aku melanglang ke London dulu ya, Prof. Setelah itu, aku pulang ke Indonesia dan mulai bekerja. Aamiin, semoga Allah meridai jalan hidupku.

Sebagai penutup kisah cita-cita mulia ini, aku mengutip slogan HRELP, "Because every last word means another last world." That is why we should try to save those languages through documentation dan revitalization process.

Salam,
Nadia Almira Sagitta
calon pendokumentasi bahasa di Indonesia

Saturday, November 7, 2015

Jangan Galau

"Jangan galau lagi, ya."
"Nggak ada yang mau lihat Nadia sedih dan galau."
"Semua itu sayang sama Nadia. Kami ikut sedih kalau Nadia nangis melulu."
"Wajar tema nasihat orang-orang ke kamu tentang galau, soalnya kamu butuh banget dinasihati mengenai itu."
"Nadia kalau galau parah banget. Kayaknya segala-galanya bisa berantakan. Jangan galau, Nad."
"Aku kepikiran kamu, Nad. Udah nggak galau, kan?"
"Aduh, Bu Prof, kamu begini gara-gara lelaki? Jangan, dong!"
--

A little reminder. Ini nasihat beberapa minggu lalu. Eh, ada yang masih baru, sih. Aku cuma menuliskannya di sini supaya aku ingat untuk nggak bergalau ria. Senang, sih, ya orang-orang memperhatikan Nanad, pakai embel-embel sayang Nanad pula! Ih, sayang kalian jugaaaa! (peluk) Harap maklum, ya. Aku anaknya attention centered banget. Hahaha.

Iya, iya. Aku akan berusaha nggak galau seperti dulu. Mungkin intensitas galaunya dikurangi dan kadar keikhlasannya ditingkatkan. Aku bertemu kamu karena Allah, kan? Jika nantinya berpisah jauuuuh sekali, pasti ada alasan dari Allah, kan? (Lah apaan sok pakai kata berpisah, memangnya pernah bersatu?) Katanya, setiap pertemuan dan perpisahan itu sudah diatur oleh-Nya. Semuanya memberikan makna tersirat untuk kita pelajari. Jalani dan ikhlas saja. 

Nanti juga aku akan berjumpa dengan orang yang nggak salah. Nggak salah lagi jodoh, maksudnya. Hahaha. Selamat ber-Minggu pagi!

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Friday, November 6, 2015

Surat untuk Si Tampan dan si Cantik

Halo, si Tampan dan si Cantiknya mama. Ini mama, menulis dari masa lalu. Hari ini mama menerima kiriman buku ABC for Baby Linguists. Mama mau mengenalkan linguistik pada kalian sedini mungkin karena mama mau berbagi dunia kecintaan mama. Jadi, siap-siap dengan alofon, bilabial, nasal, dan kawan-kawannya itu, ya! Mama, sih, berharap banget salah satu dari kalian mengikuti jejak mama menjadi seorang linguis kelak. Nanti kita bisa meneliti bareng-bareng seperti David Crystal dan anaknya, Ben Crystal. Aduh, pasti seru sekali bila di meja makan kita membahas gejala-gejala bahasa terbaru atau mendiskusikan kebingungan bahasa yang kalian temukan. Bisa juga tiap pekan kita belajar bahasa asing. Makanya sekarang mama lagi mendalami beberapa bahasa supaya nanti bisa mengajari kalian. Belajar bahasa itu bisa meningkatkan kemampuan otak kalian, lho! Bisa mencegah kepikunan juga! Ajaib, kan? ^^♡

Omong-omong belajar bahasa, mama berencana mengajarkan bahasa daerah sebagai bahasa pertama kalian. Duh, padahal mama nggak mengerti bahasa Jawa dan Minang, tetapi mama janji mau belajar. Bisa dimulai dengan mencari pasangan dari suku yang sama juga! Haha, doakan-doakan. Eh, dari suku yang sama sekali berbeda juga nggak masalah, tetapi mama pengin dia menguasai bahasa daerahnya. Nanti mama belajar bahasanya dari dia. Pokoknya mama mau bahasa pertama kalian bahasa daerah agar timbul kecintaan terhadap tanah yang membesarkan kalian dan agar kalian tumbuh menjadi manusia yang berbudaya. Selanjutnya, mama akan mengajarkan bahasa Indonesia dengan sebaik-baiknya. Mama kan lulusan sastra Indonesia, mesti kudu wajib membesarkan anak dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa ketiga dan seterusnya itu terserah kalian. Silakan menjadi multibahasawan atau dwibahasawan. Keluarga kita mah liberal aja untuk masalah seperti ini. Hahaha. :)

Eh, mama kebanyakan cerita, ya? Betapa banyaknya rencana dan angan-angan mama di masa depan. Tentang pembelajaran kalian, tentang karier mama, tentang asupan gizi kalian, tentang cara memahami kalian, dan lain sebagainya. Mama masih harus banyak belajar. Huu, banyaaaaak banget! Doakan mama punya kekuatan dan kesungguhan untuk mempelajari semua ini. ^^♡

Sepertinya lebih seru menyambut kedatangan kalian nanti daripada menyambut kedatangan dia, calon papa kalian. Kenapa begitu? Soalnya mama di-PHP meluluuuu, sama banyak orang pula. Jadinya sebal! Akan tetapi, kalau nggak ada dia, mana bisa ada kalian? Hahaha. Ya sudah, doakan mama agar berjumpa dengan pemuda yang saleh, berjiwa pemimpin, dan peduli dengan bahasa serta linguistik. Mama janji akan mencari pemuda itu sampai ke ujung dunia. Pokoknya mesti spesies terbaik dari yang terbaik. ^0^)/

InsyaaAllah. Perkenankanlah, ya Allah.

Peluk,
Nadia Almira Sagitta

Monday, November 2, 2015

Waiting For Yesterday

Day-eh-ay
You and me, all alone girl
What’s going on, would you tell me what’s wrong
It’s like you’re locked up in your own world
Oh-oh with nothing to say

You keep me guessing but I see in your eyes
He made you promises but gave you lies
You’re shutting down cuz you’re so sure
That I’ll be another mistake

[Chorus:]
I know that he left you in pieces
You know that I won’t be that way
I’m not gonna treat you like he did
Oh-oh whatever it takes
You think history is repeating
You keep on pushing me away
Oh but nothing gonna change
Waiting for Yesterday-eh-eh
Day-eh-eh, Day-eh-eh

Is it worth it any longer?
You’re so scared to fall in again
Yesterday can make you stronger
So why do you feel alone?
You know I love you better than he ever did
This could be all you ever needed
Hold on to me and just remember
Oh no, never let go

[Bridge:]
I’m the on for you tonight
I’m the one for forever
If it takes a little time (Whatever it takes, whatever it takes)
I’m the on for you tonight
I’m the one for forever
If it takes a little time (Whatever it takes, whatever it takes)

--
Masih nunggu pemuda yang mengatakan hal ini, "I know that he left you in pieces. You know that I won’t be that way. I’m not gonna treat you like he did." Iyes, lho, mau banget ketemu pemuda cem begini. Yang serius aja, bukan yang main-main. Kemarin aku dapat cerita soal putusnya temanku dengan si pacar. Dia bilang, "Udah ah, nggak mau pacaran dulu. Masih sakit hati." 

Banyak laki-laki berjanji nggak bakal menyakiti, tetapi ujung-ujungnya mah...huft. He made you promises but gave you lies. Wajar aja perempuan trauma. Benar-benar left in pieces. Ah, emang nggak ada cinta yang sejati kalau belum diseriusi. Pukpuk. Semangat ya, temanku, insyaaAllah ada pengganti dirinya yang jauh lebih baik. Kata sahabatku yang lain, "Hargai dirimu sendiri. Jangan terus-terusan membuat hati dan ragamu terluka." Nah, jangan sedih terus. Kamu lebih berharga dari apa yang kamu perkirakan. Kalau dia cuma bisa bikin kamu nangis, udah tinggalkan aja. Emang kamu mau hari-hari pernikahanmu nanti diselingi tangis? Aduh, aku sih nggak tega sama kamu...

Wahaha, sok tahu bener ya aku menasihati kamu padahal aku sendiri masih berjuang menyembuhkan luka. Kemarin aku menerima hasil pemeriksaan draf makalah akhirku. Dosenku sampai bilang, "Nad, kenapa? Masih banyak yang harus direvisi." DUH. Bisa kau bayangkan betapa murungnya aku seharian itu. Hancur, yes. Draf itu memang aku kerjakan dengan sedikit ogah-ogahan karena masih dalam masa patah hati. Jadinya apa? Jadinya nggak sempurna! Sebal.

Hati-hati kalau kamu jatuh cinta.
Cinta bisa menghunuskan pedangnya tepat ke ulu hati.
Hati-hati kalau kamu jatuh cinta.
Jangan sampai jatuh terlalu dalam, nanti kamu tak bisa merangkak ke luar.

Kamu boleh jatuh sejatuh-jatuhnya pada orang yang tepat. Sementara ini, tahanlah dulu. Dia yang kau taksir belum tentu tepat untukmu.

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Sunday, November 1, 2015

Cita-cita masa kecil

Beberapa saat lalu kutemukan gambar ini di Facebook. Cita-cita masa kecil? Hmm, coba kuingat-ingat dulu.

PRAMUGARI!

Iya, semasa SD aku ingin menjadi pramugari. Aku suka cara mereka memeragakan petunjuk keselamatan pesawat. Aku suka keramahan mereka saat menawarkan penganan di pesawat. Aku suka suara mereka ketika mengumumkan sesuatu. Terpenting, aku suka bahasa Inggris mereka! Ah, suka sekali! Sampai sekarang, aku masih menyimak baik pengumuman, "Naikkan sandaran kursi, buka penutup jendela." Aku diam-diam menghapalkan petunjuk keselamatan penerbangan dalam bahasa Inggris dan Indonesia. (sekarang sih sudah lupa).

Omong-omong pramugari, postur tubuhku lebih tinggi dari anak-anak kebanyakan. Plus kurus. Makin pedelah aku memasang harapan menjadi pramugari. Aku dapat membayangkan diriku belasan tahun kemudian mengenakan seragam pramugari yang cantik bin seksi itu. Yes, aku suka potongan roknya yang memamerkan kaki jenjang.

Sayang beribu sayang, mimpiku itu kandas ketika aku harus mengenakan kacamata di kelas III SD. Mata pramugari harus sehat, sementara mataku bermasalah. Sedih sekali rasanya. Akan tetapi, mimpi tersebut segera berganti menjadi desainer. Mimpi itu juga tak bertahan lama karena aku sadar gambarku tak bagus. Hahaha. 

Lalu, karena ayahku berkuliah di ITB, aku jadi ingin ke sana juga. Aku mau masuk jurusan teknik komputer. Eh, tetapi itu keinginan sebelum masuk SMA. Setelah memasuki peminatan IPA, aku ogah banget meneruskan mimpiku yang semula. Wong Fisika dan Matematika saja remedial melulu. Hiiih, nyerah, deh!

Omong-omong, aku sempat beberapa kali dikira model karena langsing dan tinggi semampai. Iya juga, ya? Kenapa nggak coba berlenggak-lenggok di atas catwalk? Hahaha, syukur deh nggak kepikiran ke sana. Pasti nggak bakal jadi diriku saat ini. :')

Hamdalah. Syukurilah semua jalan yang telah dipilihkan Allah untukmu. ♡

Salam,
Nadia Almira Sagitta