Thursday, December 31, 2015

Penelitian Dialektologi di Indonesia

Lauder (2007) mengemukakan bahwa penelitian dialektologi di Indonesia sejak tahun 1951 baru mencapai 140 penelitian dan 47,85% di antaranya berfokus pada bahasa-bahasa di pulau Jawa. Penelitian bahasa-bahasa di Pulau Sumatra 17,14%, penelitian bahasa-bahasa di Pulau Sulawesi 12,85%, penelitian bahasa-bahasa di Pulau Bali 10,71%, penelitian bahasa-bahasa di Nusa Tenggara Barat dan Timur 6,42%, penelitian bahasa-bahasa di Pulau Kalimantan 3,57%, dan penelitian terhadap bahasa-bahasa di Maluku dan Irian Jaya 0,71%.

Wow, masih banyak bahasa di Indonesia Tengah dan Timur yang belum diteliti! Mengutip kata Pak T. Christomy lewat Bu Rona Romilda, "Kita ini seakan tidur di ladang penelitian yang begitu luasnya."

Semoga suatu saat nanti diberikan kesempatan untuk meneliti dan mendokumentasikan bahasa-bahasa di Indonesia bagian Tengah dan Timur. ♡

Wednesday, December 30, 2015

Kepunahan Bahasa

Pagi ini mengamati debat seru di Tumblr Qwanqwa tentang kepunahan bahasa. Salah seorang admin Qwanqwa, seorang linguis historis, memberikan pandangan yang heartless menurut saya, "Tenanglah, kepunahan bahasa itu alami. Nature doesn't give a fvck. It's not a giant issue. Jika bahasa terdokumentasi dengan baik, kita tidak benar-benar kehilangan bahasa itu." Ahahaha, patah hati saya membacanya. Namun, tidak mengapa. Katanya, sains tidak bisa dicampuradukkan dengan masalah personal dan emosi.

Saya tidak setuju dengan poin admin Qwanqwa yang menyatakan bahwa bahasa itu hanya permainan fonologi dan morfosintaksis yang diikat dengan makna. Karena definisi bahasa didasarkan pada lingkup itu saja, dokumentasi tanpa revitalisasi bahasa pun sudah cukup. Bahasa yang ada dalam arsip itu terhitung masih hidup dan tidak hilang.

Bahasa memang alat: alat untuk berkomunikasi. Bahasa itu sekaligus wadah: wadah yang menyimpan kekayaan intelektual. Ketika suatu bahasa berhenti digunakan maka bahasa itu telah punah, statusnya jadi dead language.

(Actually, I have to read a lot of stuffs about whether some language considered as dead language or living language. Think about Latin and Esperanto)

Meskipun suatu bahasa telah didokumentasikan, tetap saja ada yang hilang. Pasti beda rasanya melihat suatu bahasa dalam buku dengan mendengar langsung bahasa itu digunakan oleh penuturnya. Bahasa yang mati, ya tetap mati, walaupun sudah didokumentasi.  Dokumentasi hanya arsip.

Kita bisa berupaya untuk menjaga suatu bahasa dari kepunahan. Kita memang tidak bisa memaksa suatu komunitas bahasa untuk menggunakan bahasa yang tidak lagi dianggap berguna, tetapi kita bisa menawarkan cara mempertahankan bahasa kepada mereka. Menawarkan, bukan memaksa. Toh, mempertahankan bahasa itu hak mereka, bukan kita sebagai peneliti. If they're interested, start working with them, if they're not so...let it be.

Duh, saya omong apa. Pandangan saya di sini juga terpengaruh oleh pandangan Tumblrian lain. Ini sekadar rangkuman singkat dari debat barusan. Tahu tidak, saya berulang kali menghapus argumen saya di tulisan ini karena ternyata masih bolong sana-sini. Hahahaha kentara kurang membaca. (peace!)

Cek Tumblr www.qwanqwaproject.tumblr.com untuk informasi lebih lengkap. Qwanqwa adalah salah satu blog ilmiah yang membahas soal linguistik. They put a lot of effort to write an article. ♡ Jadi, pagi ini mari kita iqra'!

Sunday, December 27, 2015

Santai

Kamu butuh santai. Lupakan ocehan yang semrawut di pikiranmu, "Kamu harus ini, harus itu, tugas ini belum kelar, ayo sini, jangan santai saja!" Ugh, nanti kamu stres. Just take it easy. Relax and live the moment. Okelah, teman-temanmu bisa berwisata ke mana pun mereka mau sementara kamu tidak bisa karena selalu terbayang-bayang akan tugas kampus. Nah, untuk menghindari tekanan batin, kamu bisa bersantai di rumah. Caranya?

Well, tiap orang punya caranya sendiri, tetapi aku akan membeberkan caraku. Di bawah ini ada urutan aktivitas yang kulakukan untuk menurunkan stres.

0. Rapikan tempat tidur
1. Seduh teh
2. Siapkan aromaterapi (gih beli lilin, aromaterapi, dan wadahnya di mal)
3. Maskeran
4. Pasang musik instrumental atau suara gamelan
5. Matikan lampu kamar
6. Pejamkan mata
7. Jangan memikirkan apa pun

Tiduuuuuur. Zzzzzz. Sebentar aja, jangan terlalu lama. Setelah maskermu kering, basuh mukamu, dan seruput tehmu. Ta-da! Kamu siap melanjutkan pekerjaan lagi. :)

Relaksasi tidak selalu mesti berjalan-jalan, bukan? Ya, walaupun begitu, berwisata juga penting. Kamu butuh refreshing! Tubuhmu berhak akan itu. Jadi, segeralah bikin jadwal perjalanan dengan kawan. Keluarlah dari kamar sempitmu dan segera bersosialisasi. Selamat bersenang-senang! ♡

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Saturday, December 26, 2015

Cinta Linguistik

"When you have a passion for something you find much more than what school offers." (Neby, co-admin of Qwanqwaproject Tumblr)

Bersyukur banget bisa kenal Neby! Aku sempat khawatir dengan kemampuan linguistikku setelah berbincang dengan dia. Parah, dia cerdas banget dan tahu banyak hal tentang linguistik padahal masih semester satu. Aku yang semester tujuh ini gagap ketika diajak diskusi tentang linguistik historis dan rumpun bahasa. Dan dia masih sempat bilang, "We're still newbie compared to you." Ahahaha. Jadi butiran debu. Huhu.

Hebatnya, dia selalu mengacu dirinya sebagai linguis historis, "As a historical linguist, my view on..." Masih semester satu, Mamen, dia sudah tahu mau jadi apa dan akan menulis skripsi apa. Demi apa. Semester satu rasanya aku baru memutuskan akan menekuni peminatan linguistik selama tujuh semester ke depan. Itu juga rasanya sudah hebat karena yang lain masih galau dengan peminatan. Boro-boro mikirin skripsi di semester satu, di semester tujuh ini saja masih bingung. 😱 Allah, please help!

Sempat ragu banget untuk lanjut kuliah di LN karena khawatir semua dosen sejago mereka* berdua (yang semester satu aja gitu, gimana dosen) dan aku nggak bisa mengikuti kuliah karena ilmu tak sampai. Akhirnya, tercetuslah kalimat di atas dari Neby. (^^) Jika memang cinta pada sesuatu, tanpa diperintahkan pun (misalnya melalui tugas) kita akan mendalami ilmu yang kita cintai di luar kelas baik itu melalui diskusi atau membaca buku.

Kesimpulannya, aku belum secinta itu pada linguistik layaknya Neby dan Nelly. Cinta itu mesti dibangun lagi. Cukup sudah cinta pada seseorang, mending cinta Allah, keluarga, dan linguistik. Setidaknya, mereka tidak membuat hati kecewa. Kesimpulan tambahan, mahasiswa mesti memperkaya ilmu dengan membaca!

*mereka = Neby dan Nelly, admin of Qwanqwaproject

Ayo follow Qwanqwaproject di Tumblr! You'll find fascinating topics about linguistics, especially historical/anthropological linguistics and African and Middle East language branch! Ini tautannya: http://qwanqwaproject.tumblr.com

Friday, December 18, 2015

Sebelum Bilang Cinta

Salam, Tuan. Detik ini pukul 00.48 hujan membasahi bumi Depok. Aku terjaga karena telepon dari negara seberang, “Nak, maaf ganggu, ini kebetulan lagi di toko dan ada diskon…” Yeah, right. Ibuku menelepon di pagi buta. Mataku belum ingin terpejam lagi kemudian kudengar tetesan air berlomba membasahi pekarangan kosan. Suara-suara air pecah begitu menyentuh permukaan batu.
Tuan, aku ingin mengaku kalau aku jatuh cinta. Pada suaramu. Pada kelihaianmu bercengkrama denganku. Pada kebaikan-kebaikanmu. Pada sosokmu yang apa adanya. Tak ada yang ingin kuubah, jujur saja.

Entah apa yang menyesuaikan jarak kita. Yang kutahu, kau ada ketika hatiku bermuram durja. Yang kutahu, kau menjadi alasanku untuk tertawa setelah sekian jam murung mengalirkan air mata. Kau tak datang terlambat ataupun terlalu cepat. Setidaknya, untuk saat ini.

Sebelum aku mengaku cinta, bagaimana bila kau pergi saja? Tak usah jadi kawanku. Aku ingin mengobservasi hatiku sendiri, apa jadinya kalau kau tiada. Aku tak ingin mendekat dan didekap sekarang. Aku takut salah tafsir lagi. Aku takut kau salah-salahkan. Aku takut perbincangan kita takkan seasyik hari kemarin.

Kau pernah bilang suatu saat nanti mungkin kita berjumpa lagi. Di negara impianku. Kita akan saling mencari dan bertukar pikiran seperti hari ini. Namun, aku takut membuka peluang-peluang harapan. Kemungkinan itu memang kuamini dalam hati, tetapi aku tak ingin berharap banyak pada ucapan sepintas lalumu. Bisa jadi esok lusa kau lupa, kapasitas otak laki-laki takkan mampu mengingat hal-hal kecil tak berarti.

Aku takut menjatuhkan hati apabila kau sendiri tak siap menangkapku. Jatuh itu sakit, kau tahu, kan?
Kau tak menjanjikan apa-apa. Aku tak memastikan apa-apa. Hati perlu kuatur sedemikian rupa agar sedikit kaku ketika menyinggung-nyinggung kau. Doa perlu kupanjatkan acapkali kuteringat akan engkau. Semoga kau sadar sendiri, pergi, jaga jarak, atau apalah itu. Jangan cari-cari aku dalam sibukmu, jangan ingat-ingat aku dalam sendirimu. Aku bukan calon pacarmu dan takkan pernah mau menjadi salah satu.

Allahu, jaga hatiku. Jaga hatinya. Jaga hati kami agar tetap tegak menjalankan syariat-Mu. Jangan didekatkan sekarang…jauhkanlah sejauh-jauhnya.

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Wednesday, December 9, 2015

Semoga Bahagia

Apa pun, temanku. Apa pun langkah yang kamu pilih akan kudukung selama itu baik. Pun jika kamu memulai ulang proses dengan dia. Aku berharap dia tidak lagi punya nyali untuk menyakiti hatimu. Aku berharap ada akhir bahagia dari tangis-tangis yang selama ini meleleh di pipimu. Kamu tak pantas disakiti terus-terusan.

Aku juga. Doakan aku agar suatu saat bisa seperti kamu, ya. Supaya nggak perlu lagi menangis-nangis tidak jelas. Kita akan sama-sama bahagia, kan, teman? :)

Bismillah.

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Tuesday, December 8, 2015

Menuju Dewasa

Adakalanya manusia butuh menumpahkan airmata sederas mungkin sampai terkuras habis. Seperti saat ini, ingin sekali aku mengekspresikan kesedihan dengan menangis sejadi-jadinya. Pedih, hanya aku yang mengerti.

Akan tetapi, aku tidak mampu lagi menangis seheboh dan selama yang kuperkirakan. Hanya semenit. Sudah terlalu sakit sehingga tidak bisa lagi diungkapkan dengan tangis. Sama seperti kemarahan yang memuncak, kita tidak lantas mencak-mencak, bukan? Kita memilih diam. Aku juga memilih diam dan menatap kosong ke langit malam. Sudah maklum.

Jalani saja. Anggap ini salah satu fase yang harus dilewati biarpun aku sudah berkali-kali merasakannya. Proses menuju kedewasaan adalah proses tanpa henti. Perantaranya bisa siapa saja, misalnya teman, orang tua, laki-laki. Harus lebih bijak memandang masalah, tidak boleh egois, dan harus lebih mampu menyikapi kesedihan.

Besok aku berumur dua puluh satu tahun. Rasanya, aku harus memulai lembar yang baru dan mengutamakan sinar daripada kelabu. Jalanku masih panjang, bukan? Sejatinya hari-hari diisi dengan bahagia, bukan lara. Kesedihan tidak boleh memukul mundur semangat meraih cita-cita. Jika kali ini masih keliru memilih jalan, kelak aku akan melangkahkan kaki ke jalan yang benar. Wipe your tears.

Bismillah. Sertakan Allah dalam tiap langkah.

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Perempuan dan Laki-laki

Perempuan dan laki-laki. Terus saja para perempuan berkata, "Lelaki itu PHP! Bisanya cuma tebar pesona sana-sini." Sementara itu, lelaki berkata, "Itu bukan salah kami! Kalian saja yang terlalu kegeeran. Perhatian tidak selalu berarti cinta."

Ini polemik yang tak berkesudahan. Benarlah kata Rasulullah bahwa kita harus menjaga jarak satu sama lain. Ada hikmahnya nasihat itu. Dulu ada yang bilang, putih yang dikirim belum tentu putih di tangan penerima, bisa jadi merah muda. Mungkin ini merujuk ke pemahaman tadi. Kepedulian yang diberikan bisa jadi ditafsirkan lain oleh lawan jenis. Bisa jadi itu hanya bentuk kepedulian seorang kawan, tetapi kita mendefinisikannya perhatian berbalut rasa cinta. Lalu kita mulai saling menyalahkan. Sampai kiamat.

Maka dari itu, kita dilarang berkomunikasi mengenai hal remeh-temeh. Tendensi untuk memberikan kepedulian dan menerima harapan selalu ada. Selalu ada hati yang tinggal menunggu retak, umumnya hati perempuan. Karena memang hati mereka diciptakan mudah untuk luluh, mudah untuk jatuh. Seharusnya perempuan dan lelaki sama-sama mengerti untuk menjaga hati.

Tenanglah. Meskipun lelaki yang kau temui rata-rata setipe: sama-sama brengsek, nanti juga ada yang berbeda dan sempurna. Kalau kau teguh menjaga perasaan dan komunikasi dengan lawan jenis, besar kemungkinan kau 'kan dijodohkan dengan orang yang serupa. Sosok itu ada, jangan kehilangan harapan. Jangan membuang waktu untuk menguras perasaan.

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Thursday, December 3, 2015

Kalau Langit Bisa Retak

Hari ini Depok diguyur hujan. Derasnya bukan main. Kilat sambar-menyambar dan guntur menggelegar. MasyaAllah, aku berkali-kali dibuat kaget olehnya. Sejak kecil tatkala mendengar gelegar guntur, aku bertanya, "Mungkin nggak ya langit pecah dan retak gara-gara suara guntur yang begitu besar?" Dinding saja retak kalau ada gempa, bukan. Gempa, kan, getaran yang dahsyat.

Bagaimana, Lang, apakah kau ikut bergetar begitu Guntur datang?
Kenapa setelah ia datang, engkau menangis? Sesakit itukah getaran yang dibawa oleh Guntur? Apakah kau tak tahan merasakan sakitnya lalu mengekspresikannya dengan tangisan?

Seperti manusia yang tatkala dibuat sakit hati, tentu akan menangis. Ada yang menangis berderai-derai, ada juga yang menangis setetes dua tetes. Tergantung seberapa dahsyat sakit yang ia rasa.

Mungkin kau retak, ya, tak kelihatan saja barangkali.

Nadia Almira Sagitta

Tuesday, December 1, 2015

Kebanggaan Berbahasa

UU No. 24 Tahun 2009 pasal 36 ayat 3 berbunyi, "Bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia."

Nah, coba kita lihat plang di jalan-jalan. Apakah undang-undang ini diimplementasikan dengan baik?

Coba perhatikan UU No. 24 Tahun 2009 dengan saksama. Kamu akan mendapati bahasa Indonesia, memang benar, dijunjung tinggi dan diberi kehormatan sesuai Sumpah Pemuda. Duh, betapa idealnya isi undang-undang tersebut, sampai merinding saya membaca! Akan tetapi, apalah arti undang-undang apabila rakyatnya tidak peduli.

Sudah sejauh apa kita menghargai bahasa bangsa?
Sudah setinggi apa kita menjunjung bahasa persatuan negara ini?

Bersangkutan dengan undang-undang di atas, jika kamu berencana membuka bisnis kelak, coba gunakan bahasa Indonesia sebagai merek dagangmu. Toh, calon pelangganmu juga orang Indonesia (jangan jauh mengimpikan orang asing). Jangan segan berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa Indonesia itu sama kerennya dengan bahasa asing lain. Tidak sependapat? Barangkali kebanggaan atas bahasa bangsamu perlu diperkuat lagi.

Mari menjunjung kembali bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Nadia Almira Sagitta

Saturday, November 28, 2015

Clinical Linguistics

Nggak bisa tidur (sebelumnya memang sudah tidur) karena membaca informasi tentang speech pathology, seperti afasia. SP merupakan bagian dari clinical linguistics (aku belum bisa membedakannya dengan neurolinguistik, barangkali CL lebih fokus ke penyakit dan penanganannya). Lulusan CL biasanya jadi speech and language therapist. How cool is that? Terapis, mamen. Duh, seperti pekerjaan tenaga kesehatan!

CL ini tampaknya berhubungan dengan fonetik. Harus banget ngambil matkul fonetik di S-2 nanti! Lagipula fonetik emang seru, sih. Hayo, siapa yang masih hapal fonem-fonem bahasa Indonesia dan letaknya di tabel IPA? Jangan sampai lupa, ya. 😁

I wish I knew clinical linguistics earlier. Aku juga tertarik pada bidang ini, sayangnya sudah menjatuhkan pilihan (insyaAllah akan ditekuni sungguh-sungguh) ke field linguistics, hehe. Bisa nggak, sih, ahli di dua bidang? 😂 Ehehe, sayang sekali, ya, aku baru mencari info lebih dalam mengenai berbagai bidang linguistik terapan di semester akhir ini. Nanti kalau aku jadi dosen kelak, aku mau menjembrengkan segala kemungkinan lapangan kerja linguis kepada mahasiswa di semester satu. Syukur-syukur kalau aku bisa menggugah mereka untuk jatuh cinta pada linguistik sedari awal. Ilmu satu ini memang luas dan mengagumkan banget. ♡♡♡

Usut punya usut, bidang CL dipopulerkan di UK oleh David Crystal! Hadeeuh, beliau ini cerdas sekali, ya. #gagalpaham Aku suka tulisan beliau (padahal baru baca Language Death dan secuil tentang Language and The Internet). 😆

Oya, tadi aku juga sempat mencari info universitas yang membuka jurusan CL. Jurusan ini ada di Macquarie Uni Aussie, tuh. Sepertinya bagus, barangkali ada yang berminat. :D

http://www.friendshipcircle.org/blog/2014/01/30/10-awesome-reasons-why-being-a-speech-pathologist-rocks/ >> being a linguist, whatever your field is, also rocks!

Sip, segini dulu racauan malam kali ini. Mau nggak mau mesti istirahat. Ciao!

Nadia Almira Sagitta

Thursday, November 26, 2015

Akhir bahagia

Kenapa, Cinta? Kenapa kisahmu tidak pernah berakhir bahagia? Kenapa selalu bahagia di awal dan nestapa di akhir? Ketika yang lain dengan mudahnya berpacaran, kau menolak mentah-mentah. Akan tetapi, kau sendiri belum siap diajak menikah. Maka terombang-ambinglah engkau. Mencintai seseorang tanpa ujung yang jelas.

Ah ya udah, nunggu diseriusin. Hahaha.

Monday, November 23, 2015

Memikirkanmu, membuang waktuku

Bakal sibuk nggak terkira hingga Januari. Pikiran dan fisik lelah semua. Akan tetapi, kesibukan ini punya hikmah. Aku jadi lebih bisa membagi waktu, mengatur prioritas, belajar tanggung jawab, belajar memimpin, dan menjaga amanah. Iya, amanah itu tidak pernah pergi dari kita. Dia selalu punya cara untuk mendekati kita. Kukira, aku akan lepas dari amanah-amanah setelah melepaskan segala organisasi, tetapi nyatanya tidak. Maka berbahagialah diriku, kamu masih dipercaya orang-orang untuk memegang amanah. Alhamdulillah.

Aku begitu sibuknya sampai-sampai kegiatan memikirkanmu saja kuanggap sia-sia. Ketika aku hendak memikirkanmu barang dua jam, kuingat betapa aku punya segudang kegiatan yang seharusnya bisa kuselesaikan dalam waktu dua jam.

Memikirkanmu = membuang waktuku

Ya, itulah dia hikmah lainnya. Pikiranku memang belum sepenuhnya lepas dari bayangmu, tetapi mau bagaimana pun aku harus terbiasa dengan keadaan ini. Terbiasa tanpa kau dan harus membiasakan diri tanpa kau. Kau saja bisa, kenapa aku tidak?

Salam,
Nadia Almira Sagitta

Friday, November 20, 2015

Luka: Abadi

Kata mereka, "Jangan pernah melukai hati seorang penulis atau kau akan abadi dalam karyanya."

Entah itu abadi karena disanjung puja, dihina dina, atau dicaci maki. Jangan salahkan penulisnya, salahkan dirimu yang telah melukai hati tulusnya.

Aku mungkin akan terus menulis tentang kamu beberapa periode ke depan. Aku akan berhenti ketika aku bosan. Aku akan berhenti ketika tak ada lagi hal menarik darimu yang dapat kutuliskan. Aku akan berhenti ketika waktu menyuruhku berhenti. Sementara ini, kamu akan tetap hidup...dalam karyaku, dalam tiap ceritaku, dalam ingatan batinku.

Salam.
Nadia Almira Sagitta

Thursday, November 19, 2015

Kehilangan Budaya

Tuhanku,
Jika aku harus menangis lagi
Biarkanlah itu karena bahasa yang mati
Bukan karena lelaki yang pergi

Lebih baik kehilangan satu rasa
Daripada kehilangan satu budaya
--

Ditulis di perpustakaan UI setelah membaca satu bab dari buku Dying Words. Ah, perih sekali menghadapi kenyataan penutur bahasa yang mati satu per satu. Sang penutur mati membawa budaya. Berbicara budaya, kita berbicara tentang satu komunitas. Kehilangan satu komunitas tentu lebih menyakitkan daripada kehilangan satu manusia. Konyol sekali menangisi lelaki yang sama sekali tak pernah memberi hati. Tegakkan wajahmu! Ada komunitas-komunitas bahasa yang menunggu kau singgahi. Kau tidak mungkin menyapa mereka dengan muka suram sebab lara, bukan?

Salam,
Nadia Almira Sagitta

Tuesday, November 17, 2015

Salju dalam Bahasa Eskimo

"Eskimos has 12, 50, 100, or even several hundreds words of snow!"

Whether this statement is true or not, orang-orang Eskimo punya sejumlah kata yang menggambarkan keadaan geografis mereka. 

Pernyataan di atas memang masih diperdebatkan sampai sekarang. Mulanya, pernyataan ini dikemukakan oleh Franz Boas. Setelah dikaji, ternyata banyak linguis yang tidak setuju sampai-sampai mengatakan Boas hanya hiperbola dan berita itu hoax. Khazanah kata untuk salju tidaklah sebanyak itu, katanya. (baca artikelnya di sini http://www.lel.ed.ac.uk/~gpullum/EskimoHoax.pdf) Akan tetapi, ada juga linguis yang setuju dengan pendapat Boas, yaitu si Igor Krupnik. 

Intinya, mah, ini debatable banget. Entah benar, entah salah. Istilah bahasa Eskimonya saja belum jelas merujuk ke Inuit atau Yupik. Barangkali penelitian Boas memasukkan kedua bahasa itu jadi hasilnya banyak? Entah. Sebenarnya, nggak penting, sih, kita mencari tahu jumlah pasti kata yang mewakili suatu konsep. Lah, ngapain keleus.

Yang penting, kita tahu bahwa orang-orang Eskimo menyimpan konsep penting dalam perbendaharaan kata mereka. Sesuai teori Sapir-Whorf (sumpah, ngasal banget aku mah, sok ngerti), bahasa itu pasti menyimpan konsep budaya. Itu yang semestinya membuat kita takjub. Mereka punya kata-kata yang mendeskripsikan bentuk salju di tanah, salju yang turun, salju yang sebentar lagi mencair, dll. Ternyata, selain salju, orang-orang Yupik juga punya perbendaharaan kata untuk arah angin, rasi bintang, arus laut, dan fenomena musim lainnya.* Keren, kan? Bahasa menjadi salah satu alat survival mereka. Dengan begitu spesifiknya kata-kata yang dimiliki orang Yupik, terlihatlah bahwa mereka menaruh perhatian (fokus) besar pada konsep tersebut. Mereka bisa mengetahui salju mana yang tidak boleh diinjak karena khawatir saljunya retak, mereka bisa menebak musim selanjutnya melalui arah angin, dan lain-lain. Khazanah-khazanah informasi seperti inilah yang belum tentu diketahui orang di luar suku Yupik. Serunya lagi, semua informasi ini tersimpan dalam bahasa. MasyaAllah. ♡♡♡

Ilmu bahasa itu seru, kan?
Bahasa itu menarik, kan?
Akui sajalah. (wkwkw, maksa!)

Alhamdulillah banget saya diberi kesempatan untuk mendalami ilmu bahasa. ^^{}

(*) Informasi ini dikemukakan oleh Krupnik yang kemudian dikutip oleh Harrison dalam buku The Last Speakers yang sedang saya baca. Aih, saya nggak berhenti takjub membaca pengalaman K. David Harrison! ♡

Sumber:
http://www.mnn.com/earth-matters/climate-weather/stories/are-there-really-50-eskimo-words-for-snow
Harrison, K. David. 2010. The Last Speakers. USA: Washington D.C.

Monday, November 16, 2015

Bahasa: Khazanah Informasi

"Though Tuvan does have a general word for go, it is less often used. Most of the time, Tuvans use, as appropriate, verbs meaning "go upstream" (cokta), "go downstream" (bat), or "go cross-stream" (kes). You'd rarely hear, 'I'm going to Mugur-Aksy' but rather, 'I'm upstreaming (or downstreaming) to Mugur-Aksy'. The Mongushes could not explain to me the invisible orientation framework that was all around them and underfoot. They simply knew all this information without knowing that they did." (Harrison, The Last Speakers)

Tiba-tiba saja aku teringat Anti dan Nia, dua ART (asisten rumah tangga) di Makassar dahulu. Kampung mereka berdua di Jeneponto. Setiap mereka bercerita tentang kerabatnya yang pulang ke Jeneponto, mereka bilang, "Pergimi ke atas," sementara kalau membicarakan kedatangan ke Makassar, mereka bilang "Ke bawah."

"Anti, kenapa kau bilang ke atas?"
"Karena memang Jeneponto itu ada di atas."
"Iyakah? Tunggu sebentar."
Aku lalu meraih atlas dan membuka peta Sulawesi. Jeneponto terletak di bagian selatan Makassar, berarti letaknya lebih di bawah.
"Lah, tetapi ini gambar Jeneponto ada di bawahnya Makassar. Kenapa di atas?"
"Kenapa, ya? Aih, saya juga tidak tahu. Kita memang bilang ke atas kalau mau ke Jeneponto."

Kalau kupikir-pikir lagi sekarang, mungkin Anti dan Nia merujuk pada kondisi geografis Jeneponto sebagai dataran tinggi. Jadi, jalan yang ditempuh dari Makassar menuju Jeneponto itu menanjak. Tercetuslah frasa ke atas dan ke bawah. Oke, contoh ini memang tak sebanding dengan bahasa Tuva yang dijabarkan Pak Harrison tadi. Aku hanya menuliskan kebingungungan masa kecilku di sini.

Membaca bab "Siberia Calling" di buku The Last Speakers ini, aku tersadar ada beberapa hal dari bahasa yang memang berkembang di alam bawah sadar. Kita lontarkan suatu konsep tanpa tahu asal-usul penggunaannya. Memang benar ya, bahasa menyimpan informasi budaya dan geografis. Seru sekali! :')

Ah, jadi kangen Nia, Anti, Tina, dan Dg. Ugi. Kangen sekalika' kodong. Kita' tahu ji menangiska' di kamar karena kangenki' semua? Masih mauka' kita' ajari bahasa Makassar, masih mauka' dengar logatta' bicara. Biarmi itu dulu maceku namarahika' gara-gara bergaulka' sama pembantu. Nabilang, tidak bagus bede' bergaul sama kalian karena nanti jadi kasar bicaraku. Deh, padahal sa suka sekali bicara pakai bahasa daerah. Dari kita' mi semua bisaka' ngomong pakai logat Makassar, tahuka' beberapa kosakata bahasa Makassar. Seperti ada sense of belonging yang selama ini hilang. Bisaka' berbaur sama orang setempat dan bisaka' identifikasi diriku sebagai orang Makassar karena sa tahu sedikit soal bahasanya. Makasih nah, Anti, Nia, Tina, dan Dg. Ugi. Semoga baik-baik jki' selalu. InsyaAllah, kalau ada kesempatan mainka' lagi ke Makassar.

Dariku,
Nadia Almira Sagitta
Gadis berdarah Minang-Jogja, yang sulit merasa jadi bagian dari keduanya.

Catatan:
Betapa pentingnya pengaruh bahasa daerah dalam proses identifikasi diri. Sulit sekali mengaku bagian dari suatu suku apabila bahasa dan budayanya saja tidak kita ketahui. Jangan seperti diriku, gadis blaster Minang-Jogja yang merasa terasing di tanah sendiri karena tak dapat bercakap-cakap dengan bahasa setempat. Sementara itu, di tanah Jakarta, aku sering mengaku orang Makassar, padahal ketika ditanya perihal bahasa dan budaya Makassar lebih jauh, aku terpaku. Tidak tahu.

Tambahan:
ka' 'saya'
ki' 'kamu' (sopan)
kita' 'kamu' (sopan)
na 'dia'
sa 'saya'
mi, ji 'kategori fatis bahasa Makassar'
mace 'ibu'

Sunday, November 15, 2015

Ujung Jalan

"Di ujung jalan itu setahun kemarin." (Kahitna, Setahun Kemarin)

Beberapa waktu lalu, lagu ini masih menyisakan debaran hati yang sanggup menarik senyum di wajahku. Namun, seiring misteri yang terkuak satu demi satu, tidak ada lagi senyum itu. Tinggallah desahan yang sama sekali tak bermakna lega.

Seberapa sering kau berpapasan dengannya di ujung jalan itu?

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Saturday, November 14, 2015

Bidang Linguistik

Language documentation is a part of linguistics fieldwork. There are so much things to do. Sebagai calon sarjana humaniora yang berkonsentrasi pada bidang linguistik, sudah semestinya kita terjun ke berbagai bidang. Kamu bisa masuk ke bidang komputasional linguistik dan mengembangkan program bahasa semacam Google Translate, bidang perencanaan bahasa untuk menentukan masa depan suatu bahasa, bidang neurolinguistik untuk membantu para dokter saraf dan pasiennya, bidang leksikografi untuk menyusun suatu kamus dengan baik (bikin kamus sekeren Oxford atau Collins Dictionary, tuuuh!), bidang forensik linguistik untuk membantu memecahkan kasus hukum dengan bukti-bukti kebahasaan, bidang geolinguistik--atau disebut juga dialektologi--untuk memetakan bahasa-bahasa di Indonesia (kita punya 706 bahasa!), bidang psikolinguistik untuk mengetahui fungsi otak manusia dalam pemerolehan bahasa kedua dan seterusnya. Linguistics is so much more than you can imagine. Masih banyak bidang linguistik yang belum aku ceritakan, seperti historical linguistics, ecolinguistics, biolinguistics, sociolinguistics, stylistics, theoretical linguistics, clinical linguistics, translation, evolutionary linguistics, dan linguistic anthropology. Kau lihat, ilmu linguistik ini bersinggungan dengan ilmu-ilmu lain seperti psikologi, kedokteran, komputer, dan lain-lain. Ayo menyebar ke berbagai bidang agar semua bidang terlingkupi oleh ahlinya masing-masing. :)

Aku sendiri ingin terjun pada bidang pendokumentasian bahasa. Bahasa terus berubah seiring waktu. Ia dapat punah atau bertahan. Agar suatu bahasa tetap terdeteksi zaman, ia perlu didokumentasikan. Pekerjaan seorang pendokumentasi tentu tidak sederhana. Ia harus turun ke lapangan, berkomunikasi dengan warga setempat, dan membuat dokumentasi dalam bentuk teks, audio, dan video. Setelah itu, ia harus menyusun buku tata bahasa dan kamus dari bahasa tersebut kemudian memastikan hasil penelitiannya dapat diakses orang banyak. Selain itu, sebisa mungkin sang peneliti membantu masyarakat setempat untuk menghidupkan kembali bahasa daerah mereka dengan melakukan revitalisasi bahasa. Rempong sekali tampaknya, ya? Akan tetapi, tentu harus ada satu di antara banyaknya linguis yang menempatkan bidang ini sebagai karier hidupnya. Aku ingin menjadi satu di antara yang sedikit itu. ^^

Janganlah kamu berkecil hati tatkala orang-orang mempertanyakan jurusanmu saat ini, lulusan sastra mau jadi apa? Wah, mereka belum kenal linguistik dan sastra rupanya! Jadi apa, katanya? Banyak, Bung! Tak bisa aku jelaskan satu per satu. Apalagi postingan ini masih khusus membahas linguistik, belum membahas sastra yang terpecah lagi menjadi sastra modern dan sastra klasik. Pokoknya menjadi ahli sastra dan ahli bahasa, deh. ♡

Ada banyak bidang linguistik yang bisa kamu tekuni. Pilih satu yang kamu suka dan lakukanlah yang terbaik pada bidang itu. Semoga calon-calon sarjana humaniora konsentrasi linguistik ini berkenan menjadi linguis-linguis andal Indonesia.

Ayolah, Indonesia butuh penerus Harimurti Kridalaksana dan Anton Moeliono! Siapa tahu itu kamu. ♡

Aamiin ya Rabb. Mudahkanlah jalan kami meraih gelar sarjana agar dapat memasuki jenjang berikutnya, entah itu dunia kerja atau dunia perkuliahan selanjutnya.

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Friday, November 13, 2015

Berhentilah

Allah, tidak bisakah Engkau berhenti memberiku kejutan tentang dia? Aku tahu aku tidak bisa bersamanya maka sudahilah segala kenyataan ini. Tak perlu Engkau tegaskan aku berulang kali. Tak perlu Engkau suguhkan fakta-fakta yang selalu membuatku merasa, “Wah, kebetulan sekali!”, “Wah, dia lebih cocok bersama dia, ya?”, dan segala wah yang lain. Sakit…sekali. Aku pusing menyikapi kejutan-kejutan ini. Hatiku sungguh tidak siap. Fakta-fakta unik datang silih berganti dan menyakitkan hati.

Semua ini membuatku merasa semakin ciut saja. Semakin merasa…ya sudahlah. Aku semakin didorong untuk melepaskan dan merelakan. Dia jauh…jauh lebih pantas bersama dengan yang sepadan dengannya. Orang itu jelas bukan aku, melainkan (barangkali) dia. Maka pasangkan saja.

Skrip sandiwara-Mu lucu sekali, ya Allah. Baru kali ini aku dibuat tak berdaya dan termangu berulang kali.

DUNIA INI SEMPIT.

Sempit sekali sampai-sampai aku mengenali para pemeran yang bermain dalam tonil cinta mahakarya-Mu.

Salam,
Nadia Almira Sagitta

Memakai Cincin

"Kenapa suka pakai cincin?"
"Nggak apa-apa, senang aja."
"Mamaku melarang aku pakai cincin. Apalagi di jari manis, duh diwanti-wanti sekali. Takut "calon jodoh" mengira aku sudah nikah."
"Hahaha, kalau dia mau mah pasti konfirmasi ke kamu dulu."
--

Aku suka memakai cincin. Tak perlu cincin emas, cincin imitasi pun jadi. Aku biasa memakai cincin di jari tengah atau jari manis. Kenapa di tengah? Soalnya jemariku kurus sekali, terkadang cincinnya jatuh bila kupakai di jari manis.

Aku suka menatap cincinku lama-lama, terkadang sambil senyum.
Aku suka memutar-mutar cincinku, terkadang sambil menitipkan rindu. Seolah-olah ada yang boleh dirindukan.

Aku suka memakai cincin. Rasanya seperti digenggam oleh jemari lain walaupun nyatanya hanya oleh selingkar aksesori. Aku suka memakai cincin walaupun hanya imitasi. Imitasi saja aku suka apalagi cincin asli dari kamu, nanti.

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Wednesday, November 11, 2015

Satu pemuda

Ada satu pemuda yang mungkin pernah kau temukan di sepanjang hidupmu. Ia berjalan cepat sekali dan pandangannya tertumbuk ke tanah. Entah apa yang dia perhatikan. Boro-boro kau ajak ia berkenalan, memandangmu saja ia tak pernah. Lama baru kau tahu, pemuda itu ternyata kawanmu. Kau mulai penasaran, apa yang salah dengan pemuda satu itu. Apakah sulit baginya untuk menyapa, "Halo!" Acapkali kalian berpapasan, ia lewat begitu saja seolah engkau tak ada. 

Lama baru engkau tahu, sikap itu ternyata namanya gadhul bashar (menjaga pandangan). "Oooooh begitu, keren juga, ya," ujarmu. 

Sepertinya, ia menjaga pandangan karena beberapa alasan. Ia tak ingin membuatmu mengangkasa ke langit karena kalimat gombal bernada romantis. Ia tak ingin meluluhkan hatimu yang rapuh dengan hadiah-hadiah sederhana. Ia tak ingin membuatmu resah karena tak sempat mengabarimu sepanjang hari. Ia tak ingin mengaburkan konsentrasi ibadahmu kepada Allah dan orang tua. Kesimpulannya, ia tak ingin memberimu harapan palsu yang belum tentu bisa ia tepati di kemudian hari.

Ada segelintir pemuda-pemuda yang seperti dia. Tentunya, mereka berhak mendapatkan gadis-gadis yang sepadan. Kau mau? Berubahlah dulu.

Apakah kamu punya teman seperti tokoh lelaki pada cerita ini? :)

Salam,
Nadia Almira Sagitta

(Bukan) Review Dove Intensive Root Treatment

Selamat siang! :)

Hari ini aku mau cerita soal satu produk Dove yang khusus menangani masalah kerontokan rambut. Rambut itu rontok karena dua hal, pertama patah di tengah atau akar rambut tidak kuat. Rasanya banyak sekali orang-orang yang mengalami masalah rambut rontok, nah aku juga begitu. Apalagi aku berjilbab, rambutku ditutup dan diikat dari pagi sampai sore. Lembap dan lepeknya jangan ditanya. Eh, tetapi alhamdulillah sih, tiap pagi nggak ada masalah dengan bad hair day--wong selalu tertutup. Hahaha. Dengan berjilbab, bukan berarti kamu bebas mengabaikan kesehatan rambut, justru kamu butuh usaha ekstra untuk merawat rambutmu. Balik ke masalah rambut rontok, bagaimana cara merawatnya? Tadaaaa, cobalah Dove Intensive Roots Treatment! Produk ini menutrisi akar rambut kamu agar lebih kuat dari sebelumnya, tentu saja hal ini akan mengurangi kerontokan rambut. Ini merupakan rangkaian dari Dove Hair Fall Treatment.

Kemasan Dove Intensive Roots Treatment

Satu pak ini berisi tujuh ampul, sementara satu ampul berisi 7 ml. Jangan terkecoh dengan angka 7 ml, ya. Dulu kukira isinya sedikit sekali, nyatanya cukup untuk dua kali penggunaan! Hahaha kalau mau hemat, mah, aku akan manfaatkan satu ampul untuk dua kali penggunaan. Akan tetapi berhubung perintahnya adalah aplikasikan satu ampul untuk satu kali penggunaan, mari kita turuti saja. Sudahlah, tim peneliti Dove tentu lebih tahu mengapa jumlahnya mesti sebanyak itu.

Gel-nya berwarna bening sedikit keunguan. Teksturnya tidak terlalu lengket dan tidak terlau cair. Beda banget dengan serum Sophie Martin yang cair banget dan mudah tumpah. 



Oh ya, Dove Intensive Roots Treatment ini mengandung trichazole, ginseng, dan soy protein. Apa itu? Coba googling. Intinya, sih, bahan-bahan itu bermanfaat untuk mengurangi kerontokan rambut. Semoga saja benar, ya. ^^

Petunjuk pemakaian:
1. Gunakan produk ini setelah keramas. Dua hari sekali saja, toh kita juga tak boleh berkeramas setiap hari.
2. Patahkan ujung ampul dan aplikasikan pada kulit kepala.
3. Pijat kepala selama 2--3 menit untuk memastikan serum terserap secara merata.
4. Gunakan satu ampul untuk satu kali pemakaian.

Kelebihan:
Teksturnya gel yang tidak begitu encer
Dapat menguatkan akar rambut dan mengurangi kerontokan rambut
Kemasan elegan
Mudah diaplikasikan 
Harum

Kekurangan:
Mahal. Harga produk ini sekitar Rp70.000,00

Beli di mana? 
Cek Hypermart terdekat, dulu aku beli di Hypermart Depok Town Square.

Well, mengapa judul tulisan ini (bukan) review? Soalnya aku baru menggunakan dua ampul sejauh ini. Jadi, aku belum terlalu memperhatikan efek penggunaannya. Namun, aku yakin produk ini tak bakal mengecewakan. Kita lihat saja nanti. ^0^)/

Oke, teman-teman. Segini dulu ceritaku.

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Saling Menemukan

Cinderella: "Are you ready?
Prince: "For anything, so long as it's with you."

(Cinderella, 2015)

Oh, hari ini aku menonton ulang film Cinderella. Selalu suka adegan Cinderella dan pangeran berdansa, main ayunan, bercerita tentang hidup satu sama lain, ketika pangeran memasangkan sepatu di kaki Cinderella, dan ketika mereka saling menemukan...

Saling menemukan. Kini kita saling mencari, akan ada saatnya kita saling menemukan. Kita pernah bertemu sekali di alam mimpi dan jiwa kita pernah menyatu di suatu masa sebelum kita dilahirkan ke dunia. Fate will lead us to see each other again.

Next time, darl, next time. Ada waktu ketika aku dan kamu menjelma kita. Kita merupakan ikatan yang begitu kuat dan tak dapat dipisahkan. Aku percaya kita bisa menjadi hebat bersama. Aku percaya kita bisa saling menguatkan satu sama lain.

Trust in your heart and your sun shines forever and ever
Hold fast to kindness, your light shines forever and ever
I believe in you and me
We are strong

(Strong, Sonna Rele)

I believe in happy ending, how about you?

Salam,
Nadia Almira Sagitta

Tuesday, November 10, 2015

Pendokumentasi Bahasa

Hari ini aku merasa sangaaaaaaat lega. Kenapa?  Kemarin aku berdiskusi dengan Ayahku menyoal kontribusi warga negara terhadap negaranya. Aku sempat khawatir dicap pembelot apabila bekerja pada lembaga asing. Diskusi kami bisa dilihat di sini. Berangkat dari setumpuk kekhawatiran, aku menelusuri kembali situs www.hrelp.org--suatu proyek pekerjaan impianku--dan mengaduk-aduk informasi program ELDP. Di situs tersebut, aku menemukan ini:

"We provide grants for the linguistic documentation of endangered languages worldwide. Anybody with qualifications in linguistic language documentation can apply as we have no restrictions on the nationality of the applicant or on the location of the host institution."

Peneliti dari kewarganegaraan apa pun dapat didanai untuk menjalankan proyek di daerah mana pun di dunia!

Gosh, such a relief! :')

Aku bisa tetap bekerja di Indonesia, mendokumentasikan bahasa daerah di Indonesia, dan memajang hasil penelitianku di situs ELAR yang dapat diakses oleh semua orang secara gratis! Much better tentunya karena bahasa itu punya kesempatan untuk dikenali oleh orang banyak berhubung prestise lembaga satu ini tinggi sekali. Aku sudah tahu mau jadi apa di masa depan! ^0^)/

Oh ya, sebelumnya aku ingin menjelaskan ELDP. ELDP--stands for Endangered Language Documentation Programme--adalah bagian dari HRELP (Hans Rausing Endangered Language Project) yang berfokus pada pendokumentasian bahasa. ELDP didanai sepenuhnya oleh Arcadia, sebuah foundation yang berfokus pada pelindungan kebudayaan yang terancam punah. Oleh karena bahasa tergolong budaya, Arcadia ikut mendanai proyek pendokumentasian bahasa. ELDP sudah banyak menelurkan grantee berbakat yang memberikan sumbangsih besar terhadap bahasa-bahasa yang terancam punah. Berikut ini daftar grantee ELDP sepanjang perjalanannya. http://www.hrelp.org/grants/projects/index.php

Apabila kalian perhatikan secara saksama, umumnya grantee ELDP berasal dari empat universitas terbaik, yakni School of Oriental and African Studies (SOAS), Univ. of Texas Austin, Australia National University (ANU), dan Univ. Hawaii of Manoa (UHM). Aku memang menargetkan lulus di salah satu universitas ini! ^^

Universitas-universitas di atas memiliki jurusan yang berfokus pada bidang dokumentasi bahasa. Apabila aku memang ingin menjadi peneliti bahasa, sebaiknya aku menimba ilmu di tempat terbaik, bukan? Toh, ELDP mencari peneliti yang memiliki landasan ilmu yang kuat maka sebaiknya aku berkuliah di salah satu institusi itu.

Aamiin, aamiin ya Mujiib.

Prof. Mia, engkau tidak perlu khawatir. InsyaaAllah aku akan menyelamatkan 75 bahasa daerah Indonesia yang termasuk kategori mengkhawatirkan (EGIDS) itu. Tatkala engkau menyebutkan keresahanmu tadi, aku diam-diam menitikkan air mata karena terbawa perasaan, "Ayo, mungkin salah satu dari kita hari ini ada yang sudi mengabdikan diri pada nusa dan bangsa untuk menyelamatkan 75 bahasa tadi. Ini kekayaan budaya bangsa, lho."

Aku melanglang ke London dulu ya, Prof. Setelah itu, aku pulang ke Indonesia dan mulai bekerja. Aamiin, semoga Allah meridai jalan hidupku.

Sebagai penutup kisah cita-cita mulia ini, aku mengutip slogan HRELP, "Because every last word means another last world." That is why we should try to save those languages through documentation dan revitalization process.

Salam,
Nadia Almira Sagitta
calon pendokumentasi bahasa di Indonesia

Saturday, November 7, 2015

Jangan Galau

"Jangan galau lagi, ya."
"Nggak ada yang mau lihat Nadia sedih dan galau."
"Semua itu sayang sama Nadia. Kami ikut sedih kalau Nadia nangis melulu."
"Wajar tema nasihat orang-orang ke kamu tentang galau, soalnya kamu butuh banget dinasihati mengenai itu."
"Nadia kalau galau parah banget. Kayaknya segala-galanya bisa berantakan. Jangan galau, Nad."
"Aku kepikiran kamu, Nad. Udah nggak galau, kan?"
"Aduh, Bu Prof, kamu begini gara-gara lelaki? Jangan, dong!"
--

A little reminder. Ini nasihat beberapa minggu lalu. Eh, ada yang masih baru, sih. Aku cuma menuliskannya di sini supaya aku ingat untuk nggak bergalau ria. Senang, sih, ya orang-orang memperhatikan Nanad, pakai embel-embel sayang Nanad pula! Ih, sayang kalian jugaaaa! (peluk) Harap maklum, ya. Aku anaknya attention centered banget. Hahaha.

Iya, iya. Aku akan berusaha nggak galau seperti dulu. Mungkin intensitas galaunya dikurangi dan kadar keikhlasannya ditingkatkan. Aku bertemu kamu karena Allah, kan? Jika nantinya berpisah jauuuuh sekali, pasti ada alasan dari Allah, kan? (Lah apaan sok pakai kata berpisah, memangnya pernah bersatu?) Katanya, setiap pertemuan dan perpisahan itu sudah diatur oleh-Nya. Semuanya memberikan makna tersirat untuk kita pelajari. Jalani dan ikhlas saja. 

Nanti juga aku akan berjumpa dengan orang yang nggak salah. Nggak salah lagi jodoh, maksudnya. Hahaha. Selamat ber-Minggu pagi!

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Friday, November 6, 2015

Surat untuk Si Tampan dan si Cantik

Halo, si Tampan dan si Cantiknya mama. Ini mama, menulis dari masa lalu. Hari ini mama menerima kiriman buku ABC for Baby Linguists. Mama mau mengenalkan linguistik pada kalian sedini mungkin karena mama mau berbagi dunia kecintaan mama. Jadi, siap-siap dengan alofon, bilabial, nasal, dan kawan-kawannya itu, ya! Mama, sih, berharap banget salah satu dari kalian mengikuti jejak mama menjadi seorang linguis kelak. Nanti kita bisa meneliti bareng-bareng seperti David Crystal dan anaknya, Ben Crystal. Aduh, pasti seru sekali bila di meja makan kita membahas gejala-gejala bahasa terbaru atau mendiskusikan kebingungan bahasa yang kalian temukan. Bisa juga tiap pekan kita belajar bahasa asing. Makanya sekarang mama lagi mendalami beberapa bahasa supaya nanti bisa mengajari kalian. Belajar bahasa itu bisa meningkatkan kemampuan otak kalian, lho! Bisa mencegah kepikunan juga! Ajaib, kan? ^^♡

Omong-omong belajar bahasa, mama berencana mengajarkan bahasa daerah sebagai bahasa pertama kalian. Duh, padahal mama nggak mengerti bahasa Jawa dan Minang, tetapi mama janji mau belajar. Bisa dimulai dengan mencari pasangan dari suku yang sama juga! Haha, doakan-doakan. Eh, dari suku yang sama sekali berbeda juga nggak masalah, tetapi mama pengin dia menguasai bahasa daerahnya. Nanti mama belajar bahasanya dari dia. Pokoknya mama mau bahasa pertama kalian bahasa daerah agar timbul kecintaan terhadap tanah yang membesarkan kalian dan agar kalian tumbuh menjadi manusia yang berbudaya. Selanjutnya, mama akan mengajarkan bahasa Indonesia dengan sebaik-baiknya. Mama kan lulusan sastra Indonesia, mesti kudu wajib membesarkan anak dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa ketiga dan seterusnya itu terserah kalian. Silakan menjadi multibahasawan atau dwibahasawan. Keluarga kita mah liberal aja untuk masalah seperti ini. Hahaha. :)

Eh, mama kebanyakan cerita, ya? Betapa banyaknya rencana dan angan-angan mama di masa depan. Tentang pembelajaran kalian, tentang karier mama, tentang asupan gizi kalian, tentang cara memahami kalian, dan lain sebagainya. Mama masih harus banyak belajar. Huu, banyaaaaak banget! Doakan mama punya kekuatan dan kesungguhan untuk mempelajari semua ini. ^^♡

Sepertinya lebih seru menyambut kedatangan kalian nanti daripada menyambut kedatangan dia, calon papa kalian. Kenapa begitu? Soalnya mama di-PHP meluluuuu, sama banyak orang pula. Jadinya sebal! Akan tetapi, kalau nggak ada dia, mana bisa ada kalian? Hahaha. Ya sudah, doakan mama agar berjumpa dengan pemuda yang saleh, berjiwa pemimpin, dan peduli dengan bahasa serta linguistik. Mama janji akan mencari pemuda itu sampai ke ujung dunia. Pokoknya mesti spesies terbaik dari yang terbaik. ^0^)/

InsyaaAllah. Perkenankanlah, ya Allah.

Peluk,
Nadia Almira Sagitta

Monday, November 2, 2015

Waiting For Yesterday

Day-eh-ay
You and me, all alone girl
What’s going on, would you tell me what’s wrong
It’s like you’re locked up in your own world
Oh-oh with nothing to say

You keep me guessing but I see in your eyes
He made you promises but gave you lies
You’re shutting down cuz you’re so sure
That I’ll be another mistake

[Chorus:]
I know that he left you in pieces
You know that I won’t be that way
I’m not gonna treat you like he did
Oh-oh whatever it takes
You think history is repeating
You keep on pushing me away
Oh but nothing gonna change
Waiting for Yesterday-eh-eh
Day-eh-eh, Day-eh-eh

Is it worth it any longer?
You’re so scared to fall in again
Yesterday can make you stronger
So why do you feel alone?
You know I love you better than he ever did
This could be all you ever needed
Hold on to me and just remember
Oh no, never let go

[Bridge:]
I’m the on for you tonight
I’m the one for forever
If it takes a little time (Whatever it takes, whatever it takes)
I’m the on for you tonight
I’m the one for forever
If it takes a little time (Whatever it takes, whatever it takes)

--
Masih nunggu pemuda yang mengatakan hal ini, "I know that he left you in pieces. You know that I won’t be that way. I’m not gonna treat you like he did." Iyes, lho, mau banget ketemu pemuda cem begini. Yang serius aja, bukan yang main-main. Kemarin aku dapat cerita soal putusnya temanku dengan si pacar. Dia bilang, "Udah ah, nggak mau pacaran dulu. Masih sakit hati." 

Banyak laki-laki berjanji nggak bakal menyakiti, tetapi ujung-ujungnya mah...huft. He made you promises but gave you lies. Wajar aja perempuan trauma. Benar-benar left in pieces. Ah, emang nggak ada cinta yang sejati kalau belum diseriusi. Pukpuk. Semangat ya, temanku, insyaaAllah ada pengganti dirinya yang jauh lebih baik. Kata sahabatku yang lain, "Hargai dirimu sendiri. Jangan terus-terusan membuat hati dan ragamu terluka." Nah, jangan sedih terus. Kamu lebih berharga dari apa yang kamu perkirakan. Kalau dia cuma bisa bikin kamu nangis, udah tinggalkan aja. Emang kamu mau hari-hari pernikahanmu nanti diselingi tangis? Aduh, aku sih nggak tega sama kamu...

Wahaha, sok tahu bener ya aku menasihati kamu padahal aku sendiri masih berjuang menyembuhkan luka. Kemarin aku menerima hasil pemeriksaan draf makalah akhirku. Dosenku sampai bilang, "Nad, kenapa? Masih banyak yang harus direvisi." DUH. Bisa kau bayangkan betapa murungnya aku seharian itu. Hancur, yes. Draf itu memang aku kerjakan dengan sedikit ogah-ogahan karena masih dalam masa patah hati. Jadinya apa? Jadinya nggak sempurna! Sebal.

Hati-hati kalau kamu jatuh cinta.
Cinta bisa menghunuskan pedangnya tepat ke ulu hati.
Hati-hati kalau kamu jatuh cinta.
Jangan sampai jatuh terlalu dalam, nanti kamu tak bisa merangkak ke luar.

Kamu boleh jatuh sejatuh-jatuhnya pada orang yang tepat. Sementara ini, tahanlah dulu. Dia yang kau taksir belum tentu tepat untukmu.

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Sunday, November 1, 2015

Cita-cita masa kecil

Beberapa saat lalu kutemukan gambar ini di Facebook. Cita-cita masa kecil? Hmm, coba kuingat-ingat dulu.

PRAMUGARI!

Iya, semasa SD aku ingin menjadi pramugari. Aku suka cara mereka memeragakan petunjuk keselamatan pesawat. Aku suka keramahan mereka saat menawarkan penganan di pesawat. Aku suka suara mereka ketika mengumumkan sesuatu. Terpenting, aku suka bahasa Inggris mereka! Ah, suka sekali! Sampai sekarang, aku masih menyimak baik pengumuman, "Naikkan sandaran kursi, buka penutup jendela." Aku diam-diam menghapalkan petunjuk keselamatan penerbangan dalam bahasa Inggris dan Indonesia. (sekarang sih sudah lupa).

Omong-omong pramugari, postur tubuhku lebih tinggi dari anak-anak kebanyakan. Plus kurus. Makin pedelah aku memasang harapan menjadi pramugari. Aku dapat membayangkan diriku belasan tahun kemudian mengenakan seragam pramugari yang cantik bin seksi itu. Yes, aku suka potongan roknya yang memamerkan kaki jenjang.

Sayang beribu sayang, mimpiku itu kandas ketika aku harus mengenakan kacamata di kelas III SD. Mata pramugari harus sehat, sementara mataku bermasalah. Sedih sekali rasanya. Akan tetapi, mimpi tersebut segera berganti menjadi desainer. Mimpi itu juga tak bertahan lama karena aku sadar gambarku tak bagus. Hahaha. 

Lalu, karena ayahku berkuliah di ITB, aku jadi ingin ke sana juga. Aku mau masuk jurusan teknik komputer. Eh, tetapi itu keinginan sebelum masuk SMA. Setelah memasuki peminatan IPA, aku ogah banget meneruskan mimpiku yang semula. Wong Fisika dan Matematika saja remedial melulu. Hiiih, nyerah, deh!

Omong-omong, aku sempat beberapa kali dikira model karena langsing dan tinggi semampai. Iya juga, ya? Kenapa nggak coba berlenggak-lenggok di atas catwalk? Hahaha, syukur deh nggak kepikiran ke sana. Pasti nggak bakal jadi diriku saat ini. :')

Hamdalah. Syukurilah semua jalan yang telah dipilihkan Allah untukmu. ♡

Salam,
Nadia Almira Sagitta


Wednesday, October 28, 2015

Cerita Hijrah

Hari ini ketemu seorang ummu dan anak balitanya. Ummunya bercadar dan anaknya berkerudung plus cadar yang digantungkan di lehernya. MasyaaAllah, imut sekali. :D

Hari ini aku kilas balik ke empat tahun lalu ketika aku iseng-iseng mencoba berjilbab. Aku ingat sekali ada panggilan hati untuk berjilbab, tetapi aku masih ragu. Jadilah suatu hari aku berjalan-jalan dengan membawa kerudung dan jaket di tasku. Sesampaiku di musala, kukenakan kerudung dan jaket tersebut. Voila, jadi muslimah berjilbab! Aku keluar dengan hati-hati dan sedikit malu. Aku bersalah nggak, ya, iseng berjilbab padahal hati belum mantap? Ah, tetapi aku penasaran! Semoga aku nggak dianggap orang-orang yang mempermainkan syariat, begitu pikirku. Hari itu aku jalan-jalan ke mal sendirian dengan jilbabku itu. Panas matahari sangat menyengat, tetapi entah mengapa aku merasa adem-ayem saja. MasyaaAllah. Itukah rasanya? Nyaman sekali. Merasa dipayungi malaikat, kalau aku boleh lebay.

Sepulangnya dari berjalan-jalan, aku mampir lagi ke musala dan melepas jilbab dan jaketku. Hal itu terjadi berulang-ulang. Aku pun sempat kepergok temanku di masa 'latihan' itu. Mereka kaget dan ikut mendoakanku. Jadilah aku seperti sekarang, berjilbab. Alhamdulillah.

Hidayah itu dijemput, ukhti. Jangan tunggu diri ini sempurna untuk berubah ke arah yang lebih baik. Jejakkan langkah pertama, insyaaAllah selanjutnya akan lebih mudah. Yang perlu kau lakukan hanyalah memulai. :')

Kalau kalian melihat teman yang mulanya nggak berjilbab lalu lantas berjilbab dan keesokan harinya lepas lagi, jangan sinis. Don't judge a book by its cover. Barangkali itu caranya menjemput hidayah. Dia sedang berusaha memantapkan hati dengan caranya sendiri. Doakan ia saja. ♡ 

Ini ceritaku hijrahku, kalau kamu?

Tuesday, October 27, 2015

Layang-layang

Hari ini aku melihat layang-layang. Mengangkasa seorang diri di langit biru. Seketika ingatanku tertuju pada suatu sore di bumi Sulawesi.

"Nadia, Fira, main layangan, yuk!"
"Ayo! Di mana, Ayah? Depan rumah?"
"Di jalan baru aja. Lebih luas." 
"Bunda ikut?"
"Nggak, Bunda di rumah aja. Kalianlah yang pergi."
 
Jalan baru yang Ayah maksudkan itu jalan Hertasning Baru, tembusan Hertasning sampai Sungguminasa. Tanahnya masih merah, tetapi tidak lagi berbatu. Kami main layang-layang di sana. Aku memegang layang-layang berekor biru dan Ayah mencoba untuk menerbangkannya. Aku juga mencoba menerbangkan layang-layang dengan Fira yang menjadi pemegangnya.

Saat itu angin tidak begitu kencang jadi layang-layang kami terbang rendah. Aku, Ayah, dan Fira berteriak kegirangan ketika layang-layang kami meliuk-liuk tinggi di udara. Tak lama, ada seekor lelayang yang menghampiri layang-layang milik kami. Cieee, si layang-layang punya pacar! Dua layang-layang berarakan romantis di langit Hertasning. Hahaha. 
 
"Itu layangannya mendekati punya kita terus, deh."
TASSSS!
"Yaaaah, yaaaah, layangan kita putus."
"Aduh, jahat juga, tuh, penerbangnya. Apa boleh buat. Kita pulang, yuk?"
"Besok main layangan lagi, Yah?"
"Iya, nanti beli lagi."
 
Hari ini aku melihat layang-layang. Pikiranku serta-merta terbang ke masa lalu. Ada dua tawa bahagia bocah perempuan yang tercipta karena usaha seorang Ayah. Kutatap layang-layang di cakrawala sekali lagi. Berimajinasi bahwa dirikulah yang mengangkasa menyentuh awan dan merasakan embusan udara dari atas sana. 
 
Salam,
Nadia Almira

Friday, October 23, 2015

Esai

Hari ini ditanya kawan perihal cara menulis esai. Woalah, sudah kesekian kali aku ditanya seperti ini. Mauku bungkam karena aku sendiri tak bisa menulis esai, tetapi tentu tak boleh seperti itu. Aku mahasiswi sastra Indonesia, setidakcintanya* aku pada dunia sastra, aku diharapkan mempunyai pengetahuan mumpuni untuk itu. Aku calon sarjana: linguistik, sastra modern, dan sastra klasik Indonesia. ♡ Mesti bisa semuanyaaaaaaa.

Akhirnya, kuberikan ilmu yang kupunya tentang penulisan esai. Aku ikut membaca tulisan dia dan mengoreksi kesalahan penulisan serta cacat logika dalam tulisannya.

Terlepas dari sempurna atau tidaknya koreksianku, aku senang. Aku senang dihubungi teman-teman semasa sekolah. Aku senang menjadi rujukan mereka tentang hal-hal berbau sastra dan bahasa. Semoga terus begini. Semoga dengan ini mereka sadar, jurusan sastra itu banyak pula kontribusinya pada negara. ♡

Salam,
Nadia Almira Sagitta

(*) aku suka sastra, tetapi sebagai penikmat, bukan pemecah rahasianya.

Thursday, October 22, 2015

Akademisi bin peneliti

MasyaaAllah. Allah benar-benar baik!

Baru saja mendaftarkan diri ke sebuah konferensi yang masih dijadwalkan akhir November. Eh, tahu-tahu pendaftarannya sudah ditutup. Alhamdulillah, panitia konferensi masih bersedia menyimpankan kursi untukku. Ah, terima kasih, Pak!

Ketika kau sungguh-sungguh menginginkan sesuatu, kau pasti akan mengejarnya sampai dapat, bukan? 

Aku belum tahu dengan siapa aku akan berangkat ke lokasi acara. Hm, mungkin sendirian? Soalnya, teman-temanku belum memberi pertanda akan mengikuti konferensi yang serupa. Nggak apa-apa, deh, berangkat sendiri. Saingan dengan pekerja kantoran pagi hari. :p 

Nggak apa-apa juga, deh, kalau terkesan seperti anak bawang di sana. Menjadi pendengar yang bahkan lulus S-1 saja belum! Berada di kerumunan dosen, profesor, mahasiswa S-2, mahasiswa S-3, atau peneliti. Cuek aja, yang penting senang. Iya, nggak? :)

Aku selalu senang berada di antara akademisi. Selalu ada kebahagiaan ketika berada di tengah-tengah orang cerdas. Mengagumi pemikiran mereka, mengagumi dedikasi mereka, mengagumi setiap inci dari sosok mereka. Aku juga mau jadi akademisi bin peneliti. Aku tahu jalanku ke sana masih panjang. Nah, biarkan aku memulainya dari sekarang. Aku memang masih omong besar perihal cita-cita. Memang sih aku belum berkontribusi apa-apa, memang sih aku belum mencoba menjadi presentator di seminar. Akan tetapi, aku yakin suatu saat nanti aku pasti bisa berada di panggung dan mempresentasikan hasil penelitianku!

Aku tahu suatu saat nanti aku akan mendokumentasikan bahasa-bahasa di Indonesia Tengah dan Timur sana. Aku tahu nanti aku bisa berperan dalam penyelamatan bahasa-bahasa yang terancam punah di luar sana. Di sekitar Asia atau Afrika, mungkin? Makanya aku mau masuk SOAS (School of Oriental and African Studies). Siapa tahu bisa bekerja sama dengan HRELP. ♡

Aku tahu apa yang aku mau. Kamu pun seharusnya juga begitu.

Salam,
Nadia Almira Sagitta

Masih latar yang sama

5 April 2014 

Seorang kawan berkata padaku di hijaunya rerumputan klaster, "Aku turut senang dengan kehadirannya di hidupmu."

Ia senang lantaran aku tersenyum berbunga-bunga karena cinta. Aku dan dia lantas melempar pandang ke seberang. Ke danau. Kami diam menikmati semilir angin dan hangatnya mentari. Sibuk tenggelam dalam pikiran masing-masing. Memikirkan cinta yang diharap akan abadi.

2015

"Aku tidak suka kamu bergalau ria karena dia. Lupakan. Tidak ada gunanya ini semua."

Masih di klaster. Masih ada angin yang bertiup pelan. Masih ada mentari, walaupun sinarnya tak lagi lembut. Masih ada rumput, meskipun warnanya tak lagi hijau. Masih ditemani oleh kawan yang sama. Masih kamu yang menjadi topik perbincangan kami. Bedanya, tidak ada senyum pada wajahku. Tidak ada tatapan bahagia yang diberinya, tetapi pandangan yang justru menaruh kasihan.

Aku tersedu di lapangan rumput FIB UI. Aku luruh dan jatuh, hilang arah dan pegangan. Aku membiarkan semua pengunjung klaster menatapku bingung. Barangkali ada juga yang ikut menguping ceritaku. Tidak, aku tidak lagi peduli. Yang kupikirkan hanya aku dan waktu.

Betapa rentang setahun dapat membuatku beralih rasa.
Betapa rentang setahun dapat mengubah dukungan menjadi desakan.
Betapa rentang setahun dapat membuat seseorang yang dulu merentangkan senyum pada bibirku malah mengurai sendu pada wajah indahku.
Dan aku membiarkannya. 

--
Ditulis tanggal 22 Oktober 2015
Tidak mengandalkan sesak dan sakit, hanya ingatan.
Ingatan bahwa aku pernah terperosok seperti itu.

Wednesday, October 21, 2015

Kesempatan Kedua

Allah tidak pernah putus asa akan hamba-Nya. Allah juga tidak pernah menghakimi, "Kau melakukan kesalahan yang berat, mana pantas dipercaya lagi!"

Tidak, tuh.

Allah percaya semua hamba-Nya layak diberikan kesempatan kedua, ketiga, dan seterusnya. Asal ada keinginan untuk bertobat. Lantas siapa kamu yang begitu sombongnya membenci seseorang karena kesalahan masa lalu?

Masa depan siapa yang tahu?
Everyone deserves another chance.

Salam,
Nadia Almira Sagitta

Tuesday, October 20, 2015

Serpih dan turun gunung

Aku tak percaya. Dulu aku mengatakan ini, "Jika pada akhirnya bukan kamu, mau tak mau kenangan kita kujadikan serpih dan kusingkirkan ke titik terpojok hatiku."

Dulu aku bilang begitu. Sekarang mana serpihannya? Nyatanya bukan kenangannya yang kujadikan serpih, melainkan hatiku sendiri. Kegamangan telah meruak sejak Mei, kegelisahan telah memuncak sejak dulu. Akan tetapi, kenangan tersebut masih mengkristal, belum benar hancur menjadi serpihan.

Wahai logika, kapan kau bekerja seperti seharusnya?
Wahai hati, kapan kau memutuskan 'tuk turun gunung? Sudah mencapai puncaknya, bukan? Sudah lelah mendaki, bukan? Istirahatlah. Di bawah. Pergilah dari keindahan tak abadi di atas sana. 

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Monday, October 19, 2015

Gosip

Buonasera!

Malam tadi temanku datang ke kosan dan hendak meminjam buku. Eh, mulanya yang mau beberapa menit saja malah jadi sejam lebih. Kami asyik bergosip di ruang tamu. Hahaha, kocak, ih. Bercerita soal sahabat-sahabatnya, soal cerita cintaku, soal skripsi dan jurnal kawan-kawan, perkuliahan, serta banyak hal. Aku nggak pernah berpikir untuk bercerita panjang padanya, apalagi sampai curhat cinta. Ah, tetapi mungkin aku butuh bercerita dan kebetulan dia asyik sekali mendengarkan. Ternyata, pengobatan untukku adalah menumpahkan segala rasa ke teman-temanku sampai akhirnya aku bosan dan lelah untuk menangis. Kalau bisa, sampai aku bosan bercerita. Seperti tadi.

M: Mau ke mana, Nad?
N: Ke...klaster. Makan. (bohong! Aku mau nangis sepuasnya di sana)
M: Sama siapa?
N: Ng, sendirian. Tapi kalau kalian mau ikut juga boleh.
M: Kami ikut, ya.
N: O...ke. (ah, gagal melampiaskan rasa, nih)

Di klaster.
M: Kamu kenapa?
A: Iya, Nanad kenapa?
N: Aku... (kemudian mengalirlah cerita yang super panjang)
A: Udah, ya. Menurut aku...
M: Iya, aku sepakat. Menurut aku juga gitu. Nggak usah nangis lagi, ya.
N: Iya.

Di masjid.
N: Tahu nggak, siang tadi aku sebenarnya mau nangis di sana.
M: Oya? Jangan, Nad. Jangan fasilitasi diri kamu untuk nangis. Selalu ada kita, kok. Kalau butuh cerita, ya cerita. Jangan sendirian.
N: Makasih, ya. Entahlah, tadi aku merasa butuh menangis saja. Aku nggak fokus kuliah seharian ini. Tadinya malah nggak mau masuk.
M: Semoga hanya semingguan ini, ya, Nad. Aamiin.
N: Aamiin.

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Sunday, October 18, 2015

Tak lelap

Aku tertidur. Baru dua jam. Itu juga tak lelap. Aku tak merasa bahagia dalam tidurku. Aku mendengar suara cicak berlarian di antara kertas-kertasku. Aku silau oleh cahaya lampu kamarku. Tubuhku rasanya lelah sekali, seperti habis berlari jauh. Kurasakan pula mataku masih sembap saat bangun. Bibir masih terkatup sama sebelum aku memejamkan mata. Ah, padahal kan aku maunya senyum biar cantik seperti putri tidur! Malam ini aku tidak cantik. Tidak menarik.

Aku tertidur. Baru dua jam. Itu juga tak lelap. Aku kaget saja, sesulit ini aku tidur, tetapi waktu tak mau peduli. Ia berjalan lambat sekali. Sengaja ia. Meninggalkan aku dengan suara-suara hatiku sendiri. Memaksa aku untuk menenangkan diriku sendiri.

Aku ingin cepat menyongsong pagi.

Malam,
Nadia Almira Sagitta

Aku Ingin

Aku ingin bercerita pada rerumputan bukit
Yang baru saja basah terkena tangisan langit
Ia tentu setia menampung air mataku yang jatuh merintik
Aku ingin melarungkan perasaanku pada air terjun
Yang riaknya deras dan sedikit menakutkan
Ia tentu bersedia mengantar perasaanku hingga mencapai tepian
Aku ingin membagi cintaku pada bunga dandelion
Yang kelopaknya hilang terbang terembus angin
Agar cintaku juga lekas sirna pupus seiring waktu
 
Biarkan aku mengempaskan diri di bukit kenangan
Bersama mentari yang menjadi payung kegelisahanku
Gemerisik ilalang yang meninabobokanku merdu
Dan juga angin yang menyelimutiku malu-malu
--

Tapi mereka hanya ada di alam imajiku
Nyatanya, aku...
Menggantungkan harap di plafon kamarku
Menggoreskan luka di retaknya dindingku
Merasakan hampa di redupnya lampuku
Dan mendekap tiada pada ekspresi wajahku

Saturday, October 17, 2015

Genap

Genap membuat hari ini menjadi hari terbaper se-Indonesia! Eh, setidaknya bagiku. Ada wajahmu di setiap bab yang kubaca. Jangan tanyakan aku kenapa, kamu hadir begitu saja...di alam khayalku.

Genap mengajariku untuk mengikhlaskan, yang pada akhirnya kujadikan trik untuk merelakan kamu. Namun, pada kenyataannya, kamu selalu saja ada di pikiranku. Ah, sepertinya aku tak bisa memaksa diri untuk melupakan kamu. Nanti juga lupa kalau sudah terbiasa.

Kemarin, aku ingin melupakan kamu dengan alasan ketidakcocokan. Ternyata, pendapatku dibantai habis oleh buku ini. Sia-sia mencari pasangan yang benar-benar cocok karena dia tak akan pernah ada. Kecocokan itu diusahakan, lagipula kecocokan sebelum menikah akan berbeda setelahnya. Manusia ada lebih kurangnya, kita haruslah melapangkan hati untuk ruang penerimaan. Ih, Genap, gemas sekali rasanya! Apabila kamu ditakdirkan Allah untuk menggenapiku, aku akan belajar melapangkan hati seperti kata Genap ini. Jika bukan kamu, tips ini tetap kuaplikasikan pada dia, siapa pun orangnya. Fleksibel saja. Iya, hati harus fleksibel.
--

Pernikahan membutuhkan pengorbanan dari kedua belah pihak. Pengorbanan sukarela yang mengalirkan bahagia pada keduanya. Seperti kata tokoh aku dalam Genap, "Kita cinta sama seseorang saat kita begitu bahagianya melakukan sesuatu--apa pun itu--untuknya. Saat kepadanya, kita selalu ingin memberikan yang terbaik yang kita bisa. Saat terhadapnya, kita tak perlu menyembunyikan apa pun tentang kita. Saat di sisinya, kita merasakan hidup kita jauh lebih berharga. Saat bersamanya, beban hidup terasa lebih ringan."

Semoga suatu saat hatiku bisa menerima dia yang ditakdirkan Allah untukku. Siapa pun, bahkan jika ia bukan kamu. Hahaha, kenapa memaksa ingin bersama dengan orang yang belum tentu jodoh? Kata Genap, "Kalau ia meninggalkan kamu dan memilih orang lain, berarti ia memang bukan jodoh kamu. Jangan sedih." Semoga suatu saat aku menemukan seseorang yang membuat hidup ini menjadi lebih indah, lebih ringan, dan lebih bermakna.

Mari melapangkan hati! :)

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Friday, October 16, 2015

Bagian dari orang lain

"Setiap kita adalah bagian dari masa lalu orang lain."

(Nadia Almira Sagitta)

Kita pernah begitu berarti untuk seseorang. Bisa jadi, kita adalah pusat semesta yang ada di hati kecilnya. Kita matahari, sementara dia bumi yang selalu setia mengelilingi. Ah ya, mengelilingi dan melindungi. 

Maka ketika kita merasa putus asa, hiburlah diri dengan mengingat fakta ini. Setiap kita bersedih, bisa jadi dia ikut bersedih. Sedih karena tak dapat menarik lengkung bibir kita membentuk senyuman. Setiap kita bahagia, dia juga ikut berbahagia walaupun ia tak tahu alasan apa yang membuat kita tersenyum ceria. Dan sebenarnya, ia selalu ada diam-diam dalam doa. Memohon pada-Nya agar diperkenankan menemani hari-hari kita dalam suka dan duka. Menjadi pelipur lara dan kawan berbagi tawa. Menjadi alasan dari bahagia kita, menjadi alasan dari bunga-bunga yang mekar dalam dada.

Syukur apalagi yang kurang hari ini?
Tidakkah kamu cukup merasa dicinta?
Kamu, jangan lupa tersenyum pagi ini.

Salam,
Nadia Almira Sagitta

"Kenapa kamu cemburu? Baru juga sekali ketemu. Makanya jangan mudah luluh-lantak oleh perasaan!"

-Nadia Almira Sagitta

Bahagia yang Dipaksa

Ini bukan menyoal dulu-duluan bangkit dari kesedihan. Ini hanyalah ekspresi: ekspresi bahagia yang dipaksa. Jikalau menyerah pada nestapa, apatah bedanya kita dengan narapidana yang terpenjara.
 
Jangan semudah itu tunduk pada duka!
Kita masih bisa menari di atas luka
Hingga pada akhirnya
Hilanglah segala lara
Dan terbitlah senyum ceria
Kali ini, tanpa dipaksa

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Thursday, October 15, 2015

Apalah Kenangan

Aku tidak pernah berharap akan mengulang kenangan dengan orang yang berbeda. Aku juga tidak pernah mengira akan diberi respons yang persis sama. Bagaimana mungkin aku diberi keleluasaan untuk menentukan, sementara aku sendiri meragu?

Aku tak tahu apakah keputusan ini salah atau benar. Apakah keputusan ini egois atau tidak. Apakah keputusan ini tergesa atau justru terlambat. Apakah keputusan ini menyakiti hati sendiri atau turut membawa-bawa hati orang lain.

Kamu, masa laluku...
Ketahuilah, aku dulu sama sekali tak berniat untuk menyakitimu. Aku hanya inginkan yang terbaik untuk kita berdua. Kalau memang sama-sama suka, kita harus merintis perjalanan dengan cara yang baik, bukan seperti cara kita dulu. Jikapun pada akhirnya engkau terluka--dan memang kenyataannya begitu--aku sungguh meminta maaf. Percayalah, bukan hanya kamu yang terluka, melainkan aku juga. Maafkan aku yang hanya berani meminta maaf di sini, di tempat yang belum tentu kamu kunjungi.

Kamu, yang entah terbilang masa lalu atau masa kiniku...
Aku tahu rasanya aneh dan tak biasa. Aku pun mengalami hal yang sama. Akan tetapi, jam belum berhenti berdetik dan jantung pun belum berhenti berdetak: waktu terus berputar. Ia akan membuat aku dan kamu saling melupakan. Ia akan mengusir keanehan itu perlahan-lahan, bahkan sebelum kita sempat terjaga. Jadi, anggap saja semuanya biasa seakan tidak pernah terjadi apa-apa. Maaf jika aku terkesan berteori kosong. Aku sadar prosesnya tidaklah segampang yang kubeberkan di sini. Namun, hati selalu punya cara untuk menyembuhkan lukanya sendiri. Percayalah, semua akan baik-baik saja. Kita akan saling melupa sebelum mata membuka-tutup kelopaknya.

Aku tidak pernah berharap akan mengulang kenangan
Bersama kamu
Karena sesungguhnya aku tak ingin menggantungkan diri pada perihnya kenangan, tetapi pada indahnya masa depan
Bersama kamu
Yang entah, aku juga tidak tahu dan masih ragu

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Mungkin memang betul rasa sakit menimbulkan trauma dalam diri.

Wednesday, October 14, 2015

Tahun baru penuh bahagia

Alhamdulillah, ya Allah.

Terima kasih untuk hari kemarin. Terima kasih untuk tahun barunya.

Kemarin aku berangkat ke MUI untuk mengikuti Kajian Hijab Biru UI yang membahas tadabbur surat Alfatihah. Kajian terakhir yang kuikuti itu tanggal berapa, ya? Sudah lama sekali. Ada rasa yang berbeda ketika aku duduk bersama para akhwat dan menyimak serta mencatat materi dari ustaz yang duduk di belakang hijab.

Sekarang, Masjid UI menjadi tempat yang cukup asing bagiku. Setahun lalu aku masih sering ke MUI karena sekretariat organisasiku berada di lantai dua masjid ini. Namun, setahun belakangan aku tidak lagi bergabung dengan organisasi apa pun. Aku putus kontak dengan MUI karena merasa sudah tidak ada ikatan apa-apa. Aku tidak wajib mengurus kajian, tidak wajib lagi menghadiri rapat, dan lain-lain. Padahal, aku sering mengunjungi tetangga masjid ini, yaitu perpustakaan, tetapi untuk sekadar beribadah di MUI aku jarang sekali. Berkunjung ke rumah Allah membuat hatiku lega. Lega karena pada akhirnya bisa melepas rindu.

Di kajian, aku dipertemukan dengan kak Arista, kakak yang menjadi kawan baikku di kajian tersebut dahulu. Jarang sekali kami bisa bertemu karena ia sibuk bekerja. Jadi, kemarin adalah kesempatan yang begitu langka. Ah, menyambung tali ukhuwah itu menyenangkan sekali. Alhamdulillah. Uhibbukifillah, kak Arista.

Kajian selesai pukul 17.30. Seharusnya aku bisa langsung pulang, tetapi aku urung. Aku memutuskan untuk ikut salat Magrib berjamaah di sana. Sudah berapa lama tidak salat berjamaah ramai-ramai, Nad? Kapan terakhir kali kamu mengambil wudu sebelum azan berkumandang? Sungguh, sudah berapa lama?

Damai sekali rasanya. Terima kasih, ya Allah. Terima kasih masih memberikan kedamaian di hatiku yang sedang gundah. Terima kasih.

Selepas salat, aku disapa seorang kawan lamaku di Whatsapp, "Halo, Nad. Apa kabar?" Aku segera membalas dengan menggunakan huruf kapital saking gembiranya. Eh, chat-nya pending.

Ketika mau pulang, aku malah bertemu dengannya yang sedang duduk di salah satu sudut masjid. MasyaAllah. Kebetulan sekali. Kami lantas bertukar kabar dan menceritakan kesibukan masing-masing. Aku baru tahu dia mengikuti dua organisasi. Wih, sibuk sekali dia, padahal di saat yang sama ia sedang menggarap bab dua skripsinya. Aku juga bercerita mengenai hari-hariku yang cukup...monoton. Hahaha. Dulunya, kawanku ini partner  galauku, tetapi dia sekarang nggak pernah lagi membagi kisah denganku. Mungkin tidak ada cerita cinta yang dapat dibagi. Akhirnya, aku yang mencerocos menceritakan kisah cintaku yang absurd. Berangkat dari cerita galau, aku bertanya soal cita-citanya. Tak dinyana, ia bercerita panjang. Ia mengaku sedang jenuh pada jurusannya, pada  skripsinya, dan terlihat patah semangat. Padahal, ia tengah menjalani mimpi kelas lima SD-nya. Berkuliah di jurusannya saat ini memang cita-citanya sejak dahulu. Sayang, kali ini ia hilang fokus, tidak seobsesif dulu, dan sibuk melarikan diri pada subjek-subjek lain. Aku lalu berkata seperti ini, "Mimpi itu boleh saja berubah, tetapi pastikan ketika kamu meninggalkan mimpimu yang semula, kamu sudah menemukan mimpi baru untuk digapai. Apa kamu sudah menemukan yang baru?" Ia lantas menangis dan benar-benar menumpahkan semua kegundahan hati yang tampaknya sudah dipendam sedemikian lama.

Allah, terima kasih sudah membawaku padanya. Terima kasih telah mengutusku untuk menjadi teman curhatnya malam ini. Terima kasih pula telah menyadarkanku bahwa masalah yang kini kuhadapi tidaklah lebih berat daripada orang lain.

Teruntuk kawanku, tetaplah semangat! Kapan pun kamu butuh kawan cerita, ingatlah aku selalu ada. Mari saling menyemangati satu sama lain! Indonesia butuh kita: kita yang bermimpi besar, unik, dan optimis. Jangan menyerah sekarang!

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Kesel

Astagfirullah, kesal banget. Ada, ya, orang yang nggak mikir dulu sebelum ngomong. Sok pakai bahasa Inggris, menghina orang seenaknya, nyinyir nggak kira-kira, padahal mah lawan tuturnya bicara sopan. Udah, bekep aja mulutnya! Kasar banget. Balik sekolah lagi sana!

Tuesday, October 13, 2015

Titik Balik

Allah, aku rindu. Maafkan aku yang setahun belakangan benar-benar jauh dari Engkau. Maafkan aku yang menjauh dari diriku yang semula; diri yang sudah hijrah dan sedang giat-giatnya mencerap ilmu. Aku tahu ada beberapa teman yang menatapku miris dan mungkin kehilangan aku yang dulu. Yap, sedrastis itu perubahannya, Engkau lebih tahu.

Aku ingin balik lagi seperti dulu, semoga Engkau tidak mengenal kata terlambat.

Bismillah.

New year, new me.
New year, new you.

Salam,
Nadia Almira Sagitta

Air mata

Aku bukanlah gadis remaja yang mudah menangis. Dulu, aku mengubah semua kesedihan hati menjadi kekesalan. Uring-uringan. Enggan sekali menitikkan air mata. Bagiku, air mata hanya diperuntukkan bagi orang-orang cengeng sementara aku tidaklah cengeng. Begitulah pikirku dahulu. Oh ya, air mata juga hanya dikeluarkan ketika ada yang meninggal, itu saja. Tatkala aku melihat orang-orang menangis karena cinta, aku cuma bisa tertawa dalam hati. Mengapa berlebihan sekali? Ketika aku patah hati saat SMP, aku hanya linglung beberapa waktu dan bertransformasi menjadi perempuan yang lebih kuat. Benar, kan, aku tidak cengeng?

Selang beberapa waktu berlalu, pradugaku ternyata salah tentang kecengengan diri. Dulu mudah saja berkata seperti itu ketika belum jatuh cinta benar-benar. Dulu masih cinta iseng ala-ala remaja tanggung. Memasuki dunia SMA, memasuki dunia baru penuh cinta yang mekar. Aku jatuh cinta tiga kali. Aku menangis empat kali. Bahkan, cinta terakhir kala SMA masih menyisakan derita hingga hari ini. Air mataku berebutan mengaliri pipi seperti tsunami. Tidak berhenti-berhenti. Ditinggal dan meninggalkan ternyata rasanya sakit sekali. Ditinggal dan meninggalkan ternyata membuat hari dan hatimu kopong. Bagaikan mayat hidup aku menjalani hari-hari, sampai-sampai kawanku bertanya apa yang terjadi. Akulah raga yang baru saja kehilangan jiwa dan hati, kataku. Ah, aku baru menyadari aku cengeng. Seratus delapan puluh derajat berbeda dengan diriku yang dahulu. Sebabnya cinta, itulah dia.

Kala memasuki usia dewasa muda di akhir perkuliahan ini, aku tak pernah berharap akan merasakan sakit hati yang serupa lagi. Namun, takdir hidup tetap berjalan sesuai kehendaknya. Jikalau memang harus patah, pastilah patah. Maka aku tergugu lagi, sulit bicara. Aku duduk terpaku lagi, sulit mencerna kata-kata. Bukan sekali dua kali aku menangis. Banyak sekali, jauh lebih banyak daripada kala SMA dahulu padahal subjeknya kini hanya satu. Oh, tak aku lupa, yang dulu-dulu juga ikut menyumbangkan kegetiran hati. Aku terus menangis sampai stok air mataku habis. Pernahkah engkau mengalami kesedihan luar biasa sampai-sampai tak sanggup untuk menggerakkan kelenjar lakrimal yang bertanggung jawab atas air mata? Inilah aku, pagi ini. Pada puncak kesedihan, aku hanya bisa tersenyum getir karena sudah terlalu payah untuk menitikkan air mata. Barangkali diri ini sudah kebal merasakan sakit sehingga air mata tak lagi mendesak keluar.

Aku lelah, Ya Rabb.
Aku tak ingin menangis lagi.

Aku memohon pada-Mu, berilah aku ketegaran seperti masa remaja mudaku dahulu.

Salam,
Nadia Almira Sagitta

Menggapai Bahagia

Hidup tidak selamanya baik-baik saja. Hidup tidak selamanya diisi bahagia. Tidak selalu bahagia bukan berarti menenggelamkan diri dalam duka lara. Kita sebagai manusia haruslah mengupayakan kebahagiaan meskipun perjalanan mencapainya menuai luka luar biasa.

Kita berhak bahagia
Aku dan kamu juga
Mungkin dengan cara ini
Kita bisa menggapai suka cita
Masing-masing

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Monday, October 12, 2015

Menyibukkan Diri

D: Aku kalau butuh respons cepat pasti selalu ke kamu. Kamu tuh ya, baru di-chat semenit, balasannya segera!
N: Hahaha, iyalah. Ponsel selalu berada dalam genggamanku.
D: Main ponsel mulu, ya, di kosan? Huuu, nggak ada kerjaan.
N: Kayak situ ada kerjaan aja.
D: Wkwk, iya nggak ada juga. Makanya aku kerja, N. Karatan aku di rumah melulu.
N: Baguslah. Aku juga bingung mesti gimana mengisi hari-hari. (mulai lebay)
D: Pantas kamu galau terus. Nggak ada kerjaan, sih. Jadi, sedikit-sedikit, pikiranmu terpusat padanya.
N: Ya. Benar juga.
D: Sadarilah, kita berdua itu perempuan kesepian.
N: Heh? Enak aja!
D: Tapi benar, kan? Haha. Sudah tahu sepi, kalau diisi dengan sepi lagi, mau jadi apa hidup ini? Carilah kegiatan, N. Sibukkan dirimu.
N: Kegiatan apa, ya? Aku sempat menenggelamkan diriku pada ini, ini, dan ini, tetapi cuma bertahan beberapa waktu.
D: Pokoknya, aku nggak mau dengar kamu berlari padanya lagi.
N: Yah, susah. Kan kita...
D: ...Perempuan kesepian?
N: Iya.
D: Dasar!

Kapan melupakan (dia)?

E: Jadi, kapan kamu mau lupa?
A: Harus banget, ya?
E: Ya kapan kamu bisa move on.
A: Ng, selepas aku wisuda.
E: Oh my, itu lama nian! Heh, kamu mau gegalauan selama itu? Masih setahun lagi, A.
A: Justru itu. Aku ingin melepaskan dia dari benak ketika aku terlepas dengan hal-hal yang mengingatkan diriku padanya. Aku sudah merencanakan semuanya, kok, berikut salam perpisahanku.
E: Kalau kamu sudah nggak menyukainya setahun ke depan, rencanamu itu mau kamu apakan?
A: Serpihan kenangannya tinggal kuhapus dari folder.
E: Aduh, kalau begitu hapus dari sekarang saja!
A: Tidak bisa. Kan aku masih cinta.
E: Dasar. Kamu mau skripsian nanti masih diganggu oleh rasa yang tak kunjung usai?
A: Nggak mau.
E: Makanya lupakan.
A: Susah.
E: Ah!

Karena Aku Cinta

Y: Kamu itu, sudahilah. Apa susahnya, sih?
D: Susah, Cantik. Hih, kalau prosesnya mudah, telah kusudahi dari dulu-dulu.
Y: Dengar, ya. Kamu pantas mendapatkan seseorang yang jauh lebih baik. Seseorang yang nggak berani bikin kamu galau kayak begini. Udahlah, kamu sama teman sejurusan aja.
D: Hahahaha, siapa?
Y: Itu.
D: Ah, nggak ah! Kuliahnya nggak serius.
Y: Tapi, kan, idaman banget ketaatannya.
D: Hm, dengarkan aku, ya. Kata ibuku, "Perempuan wajib mencari lelaki yang lebih baik darinya." Kalau dalam hal akademis, nilainya sudah minus di mataku.
Y: Yah, kalau gitu, lelaki di jurusan dan angkatan nggak ada yang pantas buat kamu, dong! Nilai tertinggi saja kamu yang pegang.
D: Hahaha. Aku nggak membidik pasangan dari jurusan kita, kok. At least, mungkin kupilih dari ranah Linguistik saja saat studi master atau doktoral. Atau peneliti LIPI.
Y: Aamiin. Nah, itu kamu punya prioritas, kan? Lantas kenapa galau sekarang?
D: Karena aku cinta. Oh my God, karena aku cinta.
Y: Kamu sungguh telah dibutakan cinta, D.

Saturday, October 10, 2015

Cinta yang Mudah

Katanya Cinta, jika jalan menuju kebaikan dipermudah, itu datangnya dari Allah. Aku tak tahu apa jalan yang kutempuh ini menuju kebaikan atau kehancuran. Jika menuju kebaikan, aku juga tidak tahu ini datangnya dari Allah atau bukan karena rasanya rumit sekali. Pastinya, sih, dari Allah, mudah atau sulitnya perjalanan bukankah hanya cobaan?
 
Sepanjang perjalanan, mungkin engkau akan banyak menemukan basa-basi sambil lalu diselingi lelucon yang tidak lucu. Hidup memang bisa sekonyol itu, Cinta. Kau tak ingin bermain, tetapi kau tetap diajaknya tertawa di atas luka.

Jatuh bangunnya kita dalam perjalanan cinta biarlah menjadi cerita. Cerita bahwa kau pernah diberi harapan, digantungkan, ditinggalkan, dicintai, ditaksir, dan juga sebaliknya. Dan lagi-lagi, di sinilah aku berdiri dengan segenggam harapan yang tak kunjung padam. Dengan segepok keberanian untuk mencintai sekali lagi dan kembali berharap sampai kapasitas kecewaku tak cukup lagi.

"If a man wants you, nothing can keep him away. If he doesn't want you, nothing can make him stay." (Oprah Winfrey)

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Friday, October 9, 2015

Film Bahasa LIPI

"Jangan terlalu dengan bahasa sendiri atau bahasa Pagu, nanti kamu tidak tahu bahasa Indonesia."

"Nanti kamu tidak tahu membaca dan menulis, berhitung, maka itu mereka tidak berbahasa daerah di sekolah."

"Su kalau tidak belajar berarti akan, eh, hilang bahasa itu dengan sendirinya."

"Menurut pengamatan beta bahwa bahasa ini kalau tidak dibangunkan berarti sepuluh tahun mendatang hanya sisa sepenggal, dua puluh tahun mendatang teng ngada."

Menyedihkan, ya? Ternyata, pendokumentasian bahasa itu penting sekali. Namun, janganlah hanya mendokumentasikan, kita perlu berputar otak agar bahasa itu tetap hidup di masyarakat.

P2KK LIPI mengadakan pemutaran film bahasa, khususnya tentang bahasa Maluku, di LIPI Gatot Subroto. Tonton trailer-nya di sini!

https://www.facebook.com/lita.masnun/videos/10153346428463580/

Pemutaran film diadakan hari ini dan besok pukul 10.00--16.00 di gedung Widya Graha Lt. 6 LIPI. Kalau tidak salah, pemutaran film bahasa itu diputar hari Minggu pukul 10.00--14.00, tetapi tidak ada salahnya mulai berkunjung hari ini. ^^

Yuk, ke Indonesian Science Expo LIPI! ^^{}

KEPUNAHAN BAHASA JUGA BERARTI KEPUNAHAN BUDAYA!

Thursday, October 8, 2015

"Sarà lungo il cammino, vedrai
Avrai gioia e dolore
Ma non avere mai timore."

(Simba, The Lion King II)

Wednesday, October 7, 2015

Masih ada harapan: pemuda impian

Salah seorang Tumblrian yang kufavoritkan beberapa waktu ini membalas komentarku pada tulisannya. Melalui tulisan-tulisannya, aku tahu ia merupakan sosok yang peduli pendidikan, baik untuk dirinya dan orang lain. Ia juga pro terhadap wanita yang bekerja. Aku suka caranya memaknai hidup. Ia tidak termakan frame sosial tentang pernikahan. Ia memiliki pemikiran sendiri soal kebahagiaan.

Kini, ia sedang menyelesaikan program doktoralnya di luar negeri dengan kondisi belum menikah. Hahaha, ini tidak berarti aku ingin menikah dengannya. Aku hanya bersyukur bisa berkenalan dengannya secara tidak langsung. Melalui tulisan-tulisannya, aku tidak lagi merasa sepi dan sendirian. Masih ada lelaki di belahan bumi sana yang mengerti profesi perempuan. Masih ada lelaki di luar sana yang mendukung penuh pendidikan setinggi-tingginya bagi perempuan. Masih ada lelaki di seberang sana yang mengizinkan perempuan untuk mengembangkan kemampuan dirinya setelah menikah. Masih ada lelaki di dunia ini yang berani melamar perempuan tanpa memedulikan strata pendidikannya. Aku ingin bertemu dengan lelaki yang seperti itu. Dengan demikian, aku tidak perlu khawatir dengan mimpi besarku. Aku tidak perlu was-was menjalani hidup dengan mimpi yang bercabang ke mana-mana. Apabila sudah kutemukan ia yang sejalan denganku, tentu mimpi bercabang-cabang milikku akan menyatu dengan mimpi bercabang-cabang miliknya dan menjelma mimpi bercabang banyak milik kami berdua.

Pemuda impian itu ada, entah di mana. Barangkali ia sedang sibuk menyusun mimpi sepertiku. Nantilah kami berjumpa, insyaaAllah. 

Siapa tahu kami berjumpa di tengah perjalanan meraih mimpi masing-masing! ♡

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Tuesday, October 6, 2015

Kata Sapaan

"Saya memilih kata sapaan sebagai salah satu kategori tanyaan penelitian saya karena sifatnya yang mudah berubah-ubah. Sebagai contoh, keluarga saya menggunakan sapaan rama dan mama. Keluarga suami saya menggunakan sapaan papa dan mama. Ketika kami menikah, kami bersepakat akan menggunakan sapaan mama dan rama. Ketika mertua saya berkunjung ke rumah, beliau berujar pada anak saya, 'Ini kasih ke papa, Nak.' Mendengar hal tersebut, suami saya langsung menanggapi, 'Ayo sini sama rama, Nak. Ayo ke rama.' Suami saya melakukan hal itu untuk menghindari bingung bahasa pada anak. Nah, perbedaan kata sapaan ini lazim terjadi pada pernikahan antarsuku. Ini hanya masalah kesepakatan, kok, jadi jangan sampai berantem sama suami atau istri kalian perihal ini. Eh ini no offense, ya, tetapi saya suka bingung dengan keluarga yang menggunakan sapaan abi ummi. Apa dikiranya pakai sapaan seperti itu langsung masuk surga? Hahahah. Jangan tersinggung, ya. Indonesia itu punya banyak bahasa daerah yang kaya akan jenis-jenis kata sapaan. Kenapa harus meminjam kata dari negara yang jauh? Ayo pikirkan kalian mau dipanggil apa sama anak kalian nanti! Mama, mamak, emak, enyak, ibu, bunda, mami, ummi? Bapak, papa, papi, ayah, babe, abah, atau apa?"

-Celoteh seorang dosen. Hahaha, doi ceplas-ceplos dah kalau ngomong! Ah, gitu-gitu tetap kagum saya. Tetap sehat, lucu, dan kritis ya, Bu. ^^

Saturday, October 3, 2015

SKS dan Belajar Mandiri

Bom dia!(*)

Kembali lagi dengan Nadia di sini, yeah semoga tidak bosan, ya. Kali ini, aku mau membahas SKS (Satuan Kredit Semester). Hm, aku tidak akan membahas SKS secara mendalam, tetapi hanya mengingatkan kembali pengertian dari SKS.
 
Ketika kita mengambil suatu mata kuliah, akan ada keterangan mengenai SKS matkul tersebut. Bisa 1 SKS, 3 SKS, atau bahkan 6 SKS. SKS ini berhubungan erat dengan lama perkuliahan dalam seminggu dan bobot nilai dalam IP/IPK-mu nantinya. Sudah jelas kalau kamu mesti memberikan upaya terbaikmu pada matkul dengan SKS berjumlah besar. Kalau nilai matkul itu jeblok maka tamatlah riwayatmu. :p

1 SKS biasanya berkisar 50 menit dalam seminggu. 50 menit belajar di kelas, 50 menit mengerjakan tugas, 50 menit belajar mandiri di rumah.

Sip, masuk ke contoh kasus saja, ya. Aku mengambil contoh dari matkul Pengantar Linguistik Umum.

PLU - 3 SKS
3 x 50 menit (2,5 jam) belajar di kelas
3 x 50 menit (2,5 jam) mengerjakan tugas
3 x 50 menit (2,5 jam) belajar mandiri dengan membaca buku referensi, mengulang materi, dan lain-lain.
 
Secara keseluruhan, dalam seminggu, aku harus belajar 5 jam di luar kelas untuk satu mata kuliah! Kalau aku mengambil 8 mata kuliah (bobot 3 SKS) dalam seminggu, itu setara dengan belajar 40 jam secara mandiri. Kalau dibagi tujuh, itu berarti aku harus belajar mandiri 5 jam sehari. Apa iya aku dan kamu sudah belajar segigih itu? Mari merefleksi diri!

Tapi, kak, apa asyiknya belajar terus menerus? Kuliah jangan akademik doang, kak. Kita mesti bersosialisasi dan berorganisasi juga.
 
Jawabanku?
Oh, tentu saja boleh! Misal, kamu berkuliah hingga pukul 15.30, setelahnya kamu berorganisasi di kampus hingga pukul 18.00. Ya manfaatkanlah waktu istirahatmu dengan bersosialisasi secukupnya. Manfaatkan waktumu ketika menunggu bus, kereta, angkot dengan membaca-baca catatanmu. Daripada kamu bengong di kereta yang cukup lengang, mending kamu baca lagi bukumu. Sesampaimu di rumah, bebersih dirilah, makan malam, belajar sekitar sejam dua jam, lalu tidurlah. Sebelum subuh kamu baca materi lagi. Ribet? Memang begitu. Kuliah nggak gampang, Bung! Persaingannya ketat. Only those who survives will win. Kamu boleh menganggap remeh kuliahmu di jenjang strata satu, tetapi jangan coba-coba di jenjang strata dua. Berencana sekolah S-2? Singkirkan kebiasaan menunda pekerjan hingga titik terakhir kalau nggak mau meringis menangis. Seniorku yang S-2 saja mengeluhkan betapa banyak buku referensi yang harus ia baca untuk satu mata kuliah. 
 
Itu dia, guys. Aku cuma ingin mengingatkan kalian betapa kuliah itu menuntut kesadaran pribadi untuk belajar mandiri. Belajar itu nggak bisa cuma di kampus doang. Kamu mau tips belajar efektif? Sila cek video Simon berikut ini. Dia alumni Oxford jurusan Fisika. OXFORD, lho! The struggle is real, man. Hahahaha tipsnya dapat dipercaya, kok. 
 
Segini dulu untuk hari ini. Semangat untuk kalian yang akan memasuki dunia kuliah, semangat untuk kalian yang tengah berjuang menyelami perkuliahan, dan semangat untuk kita semua yang menjadi pejuang skripsi!

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

(*) Bahasa Portugis untuk selamat pagi

Kalau ada masalah denganku, itu pasti cinta. Pasti cinta.

Friday, October 2, 2015

Smoothie Story: Combine with Oats

Kemarin aku mencoba salah satu resep smoothie dari kanal Youtube Mind Over Munch. Lagi-lagi green smoothie karena aku sedang menghabiskan stok bayam di kulkas. Resepnya sebagai berikut.

1/2 avokad
1/2 kemasan air kelapa
segenggam bayam
dan oatmeal

Yikes! Oatmeal? Are you suuuure?  Yep. Reaksi awalku juga sama sepertimu. Kata si MOM, oatmeal ini menjadikan green smoothie-mu kali ini lebih berisi dan mengenyangkan. Super food smoothie. Oh oke, kuikuti saja. Masukkan semua bahan ke blender lalu tekan blend. Jengjengjeng, hasilnya Saudara... 

A BIG NO FOR ME. Oatmeal menjadikan tekstur smoothie-ku sepat, rasa bayam sangat mendominasi, air kelapa tak terasa sama sekali, dan avokadku kali ini menyumbangkan rasa pahit. Saat pencicipan pertama, aku sangat ingin membuang smoothie-nya. Akan tetapi, apa boleh dikata, selesaikan apa yang kau lakukan. Jadilah aku berusaha menghabiskan minumanku, menahan muntah, dan segera menenggak air tiap menyeruput smoothie. Oh Tuhan, kesalahan fatal banget ini! Hahahah kocak, namanya juga pemula.

Rasanya aku tahu kesalahanku di mana. Avokadku terlalu sedikit dan sepertinya belum masak (OMG, apa gara-gara promosi toko, ya!) serta oatmeal terlalu banyak. Itu saja kesalahannya. Barangkali resep ini enak, tetapi aku salah menerapkannya.

Hm, be better next time. Tak ada foto kali ini.

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Mengejar mimpi hingga ke SOAS

Salah nggak kalau sehari lalu aku sibuk mantengin situs SOAS, channel Youtube SOAS, dan forum-forum yang berkaitan dengan SOAS? :)
 
SOAS menjadi mimpiku sekarang, bukan lagi Oxbridge. Bukannya aku khawatir tidak diterima oleh Oxbridge, melainkan jurusan pilihanku hanya ditawarkan SOAS dan Univ. Manoa. Language Documentation and Description sangat sesuai dengan cita-citaku sebagai peneliti bahasa. Cita-cita yang muncul karena membaca berita di Antaranews mengenai bahasa-bahasa daerah  yang nyaris punah. Cita-cita yang berkembang setelah mengikuti kuliah online tentang endangered language di Australia. Cita-cita yang mengantarku ke gerbang sastra Indonesia. ♡

Tak banyak yang mengenal SOAS, coba saja kamu tanyakan pada kawan-kawanmu mengenainya. SOAS memang tak sebesar dan tak seprestise Oxbridge, tetapi ia termasuk jajaran kampus terbaik Inggris. Menjadi bagian dari University of London, SOAS adalah kampus yang sangat layak untuk dipertimbangkan. Kalau mau menyebut-nyebut ranking universitas, SOAS duduk di urutan keenam terbaik se-United Kingdom. Sesuai namanya, School of Oriental and African Studies, SOAS merupakan kampus terdepan di bidang Asia, Afrika, dan Timur Tengah. Perpustakaan SOAS dilengkapi koleksi yang luar bisa memadai mengenai ketiga daerah tersebut. Gegara koleksinya yang unik, SOAS dinobatkan menjadi perpustakaan riset nasional Inggris untuk bidang Asia, Afrika, dan Timteng. Jurusan humaniora, bahasa, dan hukum merupakan kebanggaan SOAS. Kelas pengajaran bahasa asing SOAS juga termasuk tingkat keenam terbaik di Inggris. Wah, jangan kau kira hanya bahasa-bahasa Eropa yang tersedia, bahasa Asia, Afrika, dan sekitaran Timteng juga berlimpah tiada terkira. Bagaimana dengan lingkungan kampusnya? Sebagian besar mahasiswa-mahasiswi SOAS berasal dari berbagai belahan dunia. Sebut saja India, Cina, Mesir, Amerika, Afrika, Thailand, juga Indonesia! Ah, pokoknya seru banget untuk kamu-kamu yang mendambakan kampus yang multikultural.  ♡

Kemarin aku mengubek-ngubek info mengenai alur pendaftaran, info matakuliah, fasilitas kampus, info tempat tinggal,  pengurusan visa, welcome week (freshers) student's union, dan societies yang ada di SOAS. Aku sangat excited menghadapi hari-hariku di sana seolah-olah kartu emas SOAS sudah berada tanganku.
 
Semoga mimpiku tidaklah berhenti di angan. Semoga jalanku menggapai mimpi dimudahkan oleh-Nya. Tahun depan aku akan berfoto di samping patung hijau emas Thiruva'l'luvar dengan senyum terkembang. InsyaaAllah. ♡

SOAS, tunggu aku! :)

Cheers,
Nadia Almira Sagitta