Sunday, July 31, 2016

Alopecia

Semalam, aku mimpi mengidap alopecia. Rasanya sedih banget. Kamu tahu apa itu alopecia? Alopecia secara harfiah adalah kerontokan rambut, tetapi yang semalam muncul di mimpiku adalah alopecia areata, yakni suatu penyakit autoimun yang menyerang kulit kepala dan mengakibatkan kerontokan rambut. Memang, sih, beberapa bulan lalu aku melihat video salah seorang staf Buzzfeed yang menderita alopecia areata dan aku terbayang-bayang hingga sekarang. Masalahnya, ketika aku lebaran di Medan, aku selalu dapat komentar, "Rambutmu tipis banget sekarang. Rontok banget, ya? Tuh, garis kulit kepalanya mulai terlihat di bagian sini dan sini." Itu rasanya....aaaaaaaaaah oh no! I'm going bald! (oke, hiperbola)

Kerontokan rambutku memang masuk kategori tidak wajar, menurutku. Tiap keramas, rambutku rontok banyaaak banget bisa sampai belasan helai. Sampai-sampai aku ngeri sendiri bila sudah jadwalnya keramas saking sedihnya melihat rambutku berguguran. Ah, belum lagi tiap melepaskan ikat rambut. Tiap menyugar rambut. Tiap menyisir rambut. Rontok semua. Dikira-kira sampailah 50--75 helai per hari. Padahal, aku bukan tipikal orang yang suka bereksperimen dengan rambut. Aku nggak mewarnai, meluruskan,  maupun mengeriting rambut. Aku rajin memasker rambut, pakai vitamin rambut, juga memakai sampo dua hari sekali. Lantas salahnya di mana? Oh ya, aku berjilbab, sih, jadi nyaris setengah hari dari pagi sampai sore rambutku tertutup kain jilbab dan selalu diikat. Akan tetapi, aku nggak pernah mengikatnya kencang. Juga, aku tipikal orang yang berlama-lama di tempat wudu perempuan karena aku selalu menggerai rambut dan mematut diri di kaca setiap akan berwudu dan setelahnya. Yang mana berarti, selalu ada waktu 'istirahat' untuk rambutku dalam seharian itu. Orang lain rerata hanya melepas pentul kerudungnya dan membasuh bagian depan rambutnya tanpa melepas keseluruhan jilbab, sementara aku nggak begitu soalnya ya...kapan lagi aku bisa buka jilbab di tempat umum dan mengagumi diri sendiri di kaca? Wakakaka, emang narsis sih ya aku. :p

Intinya, aku bingung sekali kenapa sekarang rambutku gampang banget rontok. Apa karena aku stres, ya? Sempat stres mikirin skripsi dan mikirin kamu. Aelah. Berhenti juga, nih, aku galau demi akar rambut yang kuat! Hahaha. Berbagai perawatan rambut rontok juga sudah kujalani. Pakai sampo khusus rambut rontok? Udah. Sempat pakai Dove Hair Fall Treatment berikut kondisioner. Selain itu, aku pakai Dove Root Treatment berbentuk ampul. Aku sempat menghabiskan dua kotak dengan ngirit-ngirit duit jajan. Pakai Intense Hair Care Dove juga tiap sehabis keramas. Memang berkurang sedikit. Sekarang, aku ganti ke Rudy Hadisuwarno Hair Loss Defense. Hair loss mamen, hair lossssss. Duh, depresi banget dengarnya, aku berasa orang tua. :(

Yes, lagi-lagi mesti menghabiskan ratusan ribu untuk perawatan RH itu. Sampo, kondisioner, tonik, masker, dan juga serum hair growth-nya yang naudzubillah dah mahalnya... Aku belum bisa membandingkan hasilnya sih, ya, yang jelas, rambutku masih rontok. Serum hair growth-nya juga belum aku pakai sesuai jadwal yang disarankan jadi aku belum bisa mengecek apakah ada rambut baru yang tumbuh. Masker dan serumku sudah habis, nanti aku beli lagi dan harus lebih konsisten menggunakannya. Bismillah deh ya. :')

Aih, aih. Aku rasanya mau ke dokter .SpKK untuk menangani masalah rambut rontok ini. Sudah telanjur parah. Rambut itu mahkota perempuan, ya kan? Nggak mau, dong, kehilangan mahkota? Hiks. Adakah yang juga mengalami masalah rambut rontok dan sudah berkonsultasi ke dokter? Aku minta rekomendasinya, dong. ^^

Let's fight this hair loss problem together!

Catatan: mimpiku hanya di paragraf pertama soal si alopecia areata. Masalah kerontokan rambutku adalah benar adanya dan bukan mimpi belaka. :'D

Salam,
Nadia Almira Sagitta

Friday, July 29, 2016

Basuh kuyup

Kuraih gagang shower dan mulai menyalakan air. Mengguyur. Mengguyuri puncak kepalaku. Kubiarkan serta-merta turut mengguyur masalah-masalahku.

Mengguyuri wajahku. Mengaliri kelopak mataku yang menutup, pipiku, lalu meluncur ke bibirku yang setengah terbuka. Kamu. Mengapa aku tak henti mengkhawatirkanmu? Malam ini aku bermimpi kamu sakit hingga harus dirawat inap. Baik-baik sajakah kamu? Ah, larut dan larutlah segala asumsi buruk sampai tiada bersisa.
-

Kuyup sekujur tubuh
Tetapi belum lega
Sebab jiwaku belum ikut terbasuh
Dan kamu,
Masih saja setia duduk di situ.

Wednesday, July 27, 2016

Berputar

Sudah, ya. Bagaimana jika kita sudahi saja? Biar kita fokus. Biar aku tak perlu terbebani dengan perasaan. Biar kamu tak ada lagi yang ganggu. Toh, kita berputar-putar saja. Pusing. Keliling. Bundaran.

Kita tidak ke mana-mana

Putus rute kita
Kita tak lagi punya arah tujuan
Maka hentikan langkah kita sejenak
Sampai jernih pikiran kita
Terapus kepanikan kita
Disingkapkan jalan lurus 'tuk kita
...
Agar tak perlu ada lagi senyum dan bahagia yang semu

Monday, July 25, 2016

Great Mom

I once thought that I want to be like you in the future. As sophisticated as you, as beautiful as you, and many more. But I've had it enough.

No, I don't want to be like you. I don't have to be like you. I want to be nicer than you, calmer than you, and I want to be around when my kids need me since their early stage. I want to be a great and friendly mom. Please note that I don't think you're an example of a bad ones. I learned a lot from you. From you, I learned...that I want to do something different. I knew from my deepest heart and thought that I won't apply your type-of-parenting to my kids. I'll have my own kind-of-parenting. Being a great parent isn't easy, I want to be one, so I will learn it from now on.

Thank you for making me realize
Just today.

Sincerely,
your daughter
-
yang selalu ada celanya untuk kau kritik.
Seems like I have never please you enough, huh?

Tuesday, July 12, 2016

Friend's Wedding Prep: Skincare

Hi, fellas!

Kali ini aku mau cerita pengalaman belanja-belanji bareng sahabatku yang bentar lagi akan menikah. Yuhu! (wink) Panggil dia O.

O: Nadia, ketemu yuk! Aku mau belanja skincare, nih.
N: Yuklah! (ajak aku berburu skincare dan kosmetik, aku dengan senang hati menemani)

Kami menuju supermarket terdekat dan langsung menuju rak toiletries. Macam-macam produk yang kami perhatikan, mulai dari day cream, night cream, olive oil, masker wajah, lulur, body butter, lotion, pelembab bibir, masker rambut, de es te. Selama berbelanja, aku cerewet memberi saran dan pertimbangan. "Ini perlu lho, udahlah ambil aja kan murah, maskeran tuh dua kali seminggu, aih yang ini nggak bagus, de el el." Hahaha, maafkan Nanad yang ceriwis ini ya, O!

O: Apa bedanya body butter dan body lotion? Faedahnya jauh berbeda, nggak?
N: Body butter itu lebih melembabkan dan lebih berminyak. Aku, sih, pakai saat malam aja atau saat aku lagi mau berdiam diri di rumah bersama segala produk perawatan. Teksturnya lengket, soalnya.
O: Hm, gitu. Aku jarang pakai body lotion.
N: Seriusan, demi apa? Tapi kulitmu halus!
O: Yaaaa, air wudu. Wkwkwkw.
N: Hahaha, curang kamu. You know, aku sebal sekali kalau ada yang berkomentar, kamu rajin cuci muka atau rajin merawat diri, nggak? Huh, mentang-mentang aku jerawatan dan kulitku berminyak. Padahal, bisa jadi, produk perawatan diriku, mulai dari atas sampai bawah, lebih banyak daripada dia. Kulit tiap orang, kan, berbeda. Makanya aku iri sama kulit orang yang sudah bagus dari sononya. Huft, sementara aku di sini setengah mati menggunakan produk ini dan itu. Ya sudahlah. It's relaxing when you pamper yourself. 

N: Eh, O...
O: Yap.
N: Kamu pernah nggak, sih, berpikir nanti kita merawat diri dan berdandan cantik bukan cuma untuk diri sendiri lagi? Apa ya... ng, kalau sudah nikah pasti orientasinya ke orang lain.
O: Yah, ini sedang merasakan hal yang serupa.
N: Hahaha, lucu ya? Merawat diri sendiri, tetapi tujuannya buat, ng, suami. Kocak. Ah, untung aku masih lama. :p
O: Wkwkw, makanya nih. Boro-boro, deh, aku aja jarang merawat diri. Ini baru mau mulai lagi.
N: Cie ah, yang mau nikah! Berubah banget! Hahahaha.
O: Hahaha. Makasih ya sudah menemaniku hari ini.
N: Sama-sama. Kapan-kapan kalau perlu belanja kosmetik, ajak aku lagi! I'm your free beauty consultant. :p

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Perihal Waktu

Sudut pandang orang pertama
tetapi tak selamanya merujuk kepada penulis

Waktu itu membiasakan.
Dulunya candu akan kabar satu sama lain, kini terbiasa tak mendengar sepatah kata pun dari seberang. Dulunya cemburu tanpa alasan, kini otak bertindak lebih rasional. Dulunya tak lihai mengerjakan ini dan itu, kini karena adanya keharusan, pekerjaan tersebut menjadi kebiasaan.

Waktu itu mendamaikan.
Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya aku memutuskan untuk berdamai dengan masa lalu. Masa lalu itu berarti menyangkutpautkan engkau, orang-orang di sekitarmu, serta lingkunganmu. Aku belajar memupuskan benci karena tahu itu tak ada guna melainkan hanya memberat-beratkan hati saja. Semalam aku bertemu dengan dia, gadis dambaan jiwa yang sering kau ceritakan. Menurut silsilah yang kutahu, gadis itu kawanku walaupun belum juga terbilang sahabat. Sementara, menurut emosiku, gadis itu adalah rivalku, sainganku. Sepatutnya, aku tak berbasa-basi dengannya karena melihatnya saja mengingatkanku akan engkau. Seharusnya, namanya kucoret dari daftar perkawanan karena hanya kepedihan yang ia bawa. Kawan macam apa? Kau kira bagaimana rasanya melihat seorang kawan dicintai oleh seseorang yang kaupuja pula? Memangnya serta-merta kau terima dengan lapang dada? Ah tetapi ini bukan salahnya, mata dan hatiku saja yang tertutup cemburu.

Namun, waktu mendewasakanku. Ia membujukku memaafkan masa lalu dan menerima kenyataan sepahit apa jua. Dan akhirnya memang begitu. Gadis itu, kawanku, kusapa dan kuajak bercengkrama. Aku yang awalnya hendak ke arah yang berlainan tetiba memutar tujuan demi membersamainya lebih lama. Kuberikan senyum paling tulus yang kubisa dan tidak kubuat-buat, tetapi terserahlah jika kau mengiranya lain. Aku sedang mencoba menjadi kawan yang baik. Kukesampingkan perasaan yang telah lama berdebu di pojokan. Justru karena sudah tidak ada apa-apa, sewajarnyalah aku menormalkan semua hal, termasuk berbicara layaknya kawan lama dengannya. Tak ada lagi cemburu yang dulu, aku menghela napas, lega.

Kalau ini yang kau sebut move on maka aku sedang melakukannya. Mungkin suatu ketika, aku bisa menceritakan kisah cinta ini pada orang lain dengan kalem tanpa emosi yang menggebu-gebu.

Pupusnya cinta tidak selalu diikuti oleh pupusnya luka, tetapi untuk kasusku, aku yakin bisa. Sebab tiada guna membiarkan luka menganga, lebih baik belajar rela dan menerima, mengusahakan luka tertutup sempurna. Menaruh dendam hanya akan membuat hati remuk redam. Aku tidak ingin menyusahkan hidupku sendiri.

Waktu itu mempertemukan...
dua jiwa yang telah lama menanti
namun tak patah berharap.

Aku juga akan bertemu kau, nanti
tinggal menunggu waktu
tanpa insiden salah jalur lagi!

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Monday, July 11, 2016

Teringat Kau

Godaan-godaan lucu datang silih berganti
dari teman-teman
aku ikut menertawakan kekonyolan malam ini
sesungguhnya tak terjadi apa-apa
tetapi kubiarkan saja
untuk lelucon sepintas lalu

Andai saja engkau tahu,
sepanjang perjalanan tadi
aku mengingat kau seorang
aku membuka-buka seluruh media
lalu bertanya
mengapa tak ada ceritamu hari ini
mengapa begini dan begitu
terlalu banyak tanyaku
merisaukan hati
menggelisahkan pikiran

Andai saja engkau mau tahu,
aku tak henti mengkhayalkan
sosokmu duduk di hadapanku
makan bersamaku
berbincang asyik denganku
berjalan di sampingku
menemaniku cuci mata
dari toko ke toko

engkau ke mana?
aku tidak bisa tidur karena terbelit rindu.
mau berkunjung ke mimpiku lagi malam ini?
ah, mengapa tidak kau susun saja perjumpaan?
lebih mudah!
agar rinduku yang bertalu-talu
dapat redam
dan tidak membuat demam.

Sunday, July 10, 2016

Atas semuanya, terima kasih

Dulu aku memanggilmu Cinta, ya? Ehehehe. Maklumilah, kala itu aku benar-benar sedang jatuh hati. Malam ini tak sengaja aku menelusuri foto-foto lama di Instagram dan memo-memo kuno di ponsel. Di antara semua kenangan itu, kutemukan bayanganmu seorang. Hal itu menggerakkan jemariku untuk membaca kembali tulisan tentangmu di blog ini.

Betapa luasnya topik mengenaimu sampai-sampai jumlah tulisanku terlampau banyak pada tahun lalu. Tulisan yang bernada curhatan itu mendatangkan pelajaran untuk diriku karena sungguh masih relevan dengan keadaan saat ini.

Terima kasih atas pelajarannya.
Bahwa kita tak boleh mencinta dengan berlebihan.
Terlalu dalam, padahal belum menjadi siapa-siapa.

Atas riang gembiranya
gundah gulananya
juga sedu sedannya,
terima kasih pula.

Karena itu semua, sensitivitas juga sisi puitisku naik. Dua hal itu menjadikan blog ini penuh dengan tulisan-tulisan cinta yang manis. Juga mendatangkan pembaca yang rupa-rupanya membutuhkan konsumsi untuk hati yang didera kegalauan. Hahaha, ya, terima kasih untuk itu.

Semoga tak hanya aku yang menarik pelajaran. Kuharap ada sedikit dariku yang membekas di hidupmu, entah prinsipku, pola pikirku, atau perangaiku. Jika tidak ada, ah betapa sia-sianya perbincangan panjang kita dahulu. Bertambah-tambah pula sedihku bila memang aku segitu tidak mampunya meninggalkan kesan. Akan tetapi, pikiran orang siapa pula yang bisa mengendalikan?

Lengkung bibir yang membentuk senyum
Perlahan mendatar
Kelopak mata yang menyipit
Kemudian tertunduk sayu
Hahahihi beralih tragedi
Menggores perih, menyisakan pedih
Sampai masa yang tak diketahui durasinya


And the story of us looks a lot like a tragedy now.
The end

Saturday, July 9, 2016

Seperti itu kisah kita

Roda pesawat turun
perlahan menggores landas pacu
gedebak-gedebuk badan pesawat
bersama rem yang kencang ditarik
membuat badan lambung ke depan
dan jantung mengkeret di dada kiri

Kisah kita--
seperti itu
menakjubkan
penuh kejadian yang acapkali
membuat jantung dagdigdug
tak keruan
waswas, tetapi juga mengukir bahagia

Kecepatan diturunkan
lampu-lampu dimatikan
wajah-wajah kelelahan
yang tak sabar mengistirahatkan tubuh dan pikiran
berdesakan
menyisakan kursi-kursi
dalam kelengangan

Cepat, sekali lintas
singkat, lalu-lalang, pergi
seperti itu--kisah kita
kembali hampa
ditinggalkan dua pemerannya
yang sibuk mengejar penerbangan
menuju masa depan
tanpa kehadiran satu sama lain
--

Gadis menangis diam-diam
mengingat ada yang hendak dilepaskan
setahun ke depan dan mungkin diteruskan
selintas perasaan
kembali dinetralkan
entah akankah tercapai maksudnya
mendapati masih ada rindu menggunung
yang belum tersampaikan
tapi tak akan berhenti sebuah penantian
jika tidak diakhiri
dengan sapa atau ucapan perpisahan
opsi kedua saja, pilihnya
diikuti sendu
dan kelabu
--

Just stay with me, baby stay with me
tonight don't leave me alone
...and just kiss me slowly.
(Parachute, "Kiss Me Slowly")

Tuesday, July 5, 2016

Cinta Yang Belum Pasti

Hari ini aku kembali dilanda kebimbangan antara memilih cinta yang belum pasti dan cinta yang dapat seiring dengan cita-cita. Kau adalah cintaku yang belum pasti. Belum pasti seiring, sevisi, dan semisi. Akan tetapi, aku cinta dan aku tahu aku bersedia mengompromikan banyak hal demi membersamaimu.

Kemudian,
adalah dia, teman satu cita-cita sekaligus kawan kolaborasi. Kompromi tentu ada pula, tetapi sudah pasti aku dan dia akan berada dalam dunia yang sama di masa depan. Kami dapat saling mendukung kegiatan masing-masing dengan suka cita karena sama-sama tahu asyiknya bidang yang kami jalani. Sayang, aku tak tahu perasaannya kepadaku, sama seperti tak tahunya aku mengenai kedalaman perasaanmu kepadaku.

Adakah jaminan kau menerimaku dengan lapang dada?
Akankah kau dan aku menjalani hidup dengan seru-suka-bahagia
di tengah-tengah perbedaan kita, baik dari segi cita-cita maupun cerminan diri?
Entahlah, aku sendiri mulai tidak yakin padamu
Walaupun cintaku belum lagi surut dan kuharap takkan pernah begitu
Akan tetapi, keraguan mulai mengambang ke permukaan
Meninggalkanku sendiri dalam kegamangan

Tidak bisakah aku berhenti mencintai orang-orang yang 'kan meninggalkanku dalam ruang bimbang sendirianPadahal, kuinginkan tak ada yang serupa ini lagi, terlebih padamu. Inginnya aku, kau sajalah yang terakhir untuk sekarang dan selamanya. 

Nyatanya, tidak semudah itu. Tidak pernah semudah itu.

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Kemungkinan-kemungkinan

Dari relung hati
Menuju titik terisau dalam jiwa
Dilema
Dilema
Tetapi terus ku
mencintaimu dengan kerapuhan 
dan serak-serak harapan yang ada

Mencintaimu,
memberimu kesempatan
untuk melukaiku
yang kemudian
memberiku peluang
untuk membencimu
di kemudian hari

Sunday, July 3, 2016

Perempuan Yang Berkunjung Ke Rumah Kekasih

Kakiku menapak di tanah tempat kamu dibesarkan. Udara segar pepohonan kuhidu dengan khidmat, bunga-bunga, aspal jalan, juga rumah-rumah kuamati dengan cermat. Ingin rasanya kutinggalkan jejak di mana-mana. Agar kau tahu, aku pernah menjejakkan kaki di kampung kelahiranmu. Aku pernah begitu ingin menjadi bagian dari dirimu, mengenali masa lalumu, dan menemani masa depanmu.

Anak-anak kecil melintas, berteriak-teriak berkejaran, membuyarkan lamunanku. Kureka-reka sendiri wajah dan postur tubuhmu semasa kanak-kanak. Pasti kau pernah sebahagia mereka, ya, pasti.

Tapi hari ini pun kau juga. Jauh dari lokasiku saat ini, kau senyum sumringah karena berhasil membawa pujaan hati ke gerbang perkawinan. Perempuan itu, bukan aku yang tengah melepaskan kenangan kita satu per satu di kampung halamanmu. 


Luv,
Nadia Almira Sagitta

Friday, July 1, 2016

Dua Jam Bersama Ica

Penerbanganku ke Medan kali ini cukup lama. Mengapa begitu? Soalnya, pesawat yang kunaiki menunggu giliran lepas landas selama 20 menit. Waktu yang ada tentu kumanfaatkan untuk tidur secara tadi pagi aku sahur terlalu cepat dan semalam tidurku hanya dua jam. Ketika aku membuka mata dan mengedarkan pandang ke sekeliling, kutemukan gadis kecil sedang melonjak-lonjak di pangkuan ayahnya. Ia mengenakan onesies putih bermotif dan jaket ungu. Saat pandangan kami beradu, aku memberinya senyum dan ia pun membalas senyumku. Aih, senangnya hati. Belakangan kutahu nama anak itu Ica. ^^

Tak lama, pramugari datang menawarkan makanan. Ica, yang masih batita, tentu saja makan siang dengan disuapi ibunya. Oh iya, jadi tempat duduk ayah dan ibu Ica dipisahkan aisle pesawat. Cukup sulit untuk ibu Ica menyuapi si anak karena adanya jarak antarkursi. Tatkala disuapi pertama kali, Ica tahu-tahu melepehkan nasi. Dari ekspresi wajahnya, sih, aku tahu nasinya masih terlalu panas, hahaha. Terus, memang dasar tabiat anak kecil yang mau melakukan semuanya sendiri, Ica berulangkali menepiskan tangan sang ibu dan mencuil sendiri makanan dari sendok. Gemas!

Ica ini aktif sekali. Suka loncat-loncat, ngegelosor di meja lipat, dan berjalan-jalan di lorong pesawat. Tiap ia berjalan, Ica  menghampiri kursi-kursi penumpang. Haha, tampaknya ia penasaran dan ingin berkenalan. Ayah Ica sampai kewalahan mengejar-ngejar Ica yang lari ke sana kemari. Lucu sekali. Kutebak, jika ia dewasa nanti ia akan menjadi pribadi yang ramah, ekstrovert, dan penuh rasa ingin tahu.

Dua jam bersama Ica, pandanganku tidak lepas daripadanya. Anak satu ini memang menggemaskan sekali. Juga, mungkin yang membuatku betah berlama-lama memandanginya karena aku melihat kekompakan ibu dan ayah Ica. Kulihat sendiri betapa sabarnya ayah Ica menghadapi tingkah si anak. Hal yang sama belum tentu kutemukan pada orang tua lainnya.

Hal lain yang kupelajari dalam perjalanan ini adalah uniknya komunikasi antaribu. Baiknya kuceritakan dahulu tentang posisi dudukku tadi. Di depanku ada ibunya Ica dengan kakaknya Ica. Di samping ibu Ica, duduklah ayah Ica bersama Ica dan abangnya Ica. Di depan ayah Ica, ada seorang ibu dengan anak perempuannya. Di belakang ayah Ica, yakni di sampingku, duduklah pasangan muda dengan anak laki-laki mereka. Di belakangku juga ada seorang ibu dengan anak perempuan. Well, you can imagine that I was all surrounded with kids. And I was there, single and very happy, with no kid.

Balik ke komunikasi tadi, kulihat ibunya Ica cepat akrab dengan seorang ibu yang duduk di seberangnya. Ya barangkali karena mereka punya pemahaman yang sama, "Kita saling tahu betapa repot dan bahagianya mengurus anak. Why don't we share our stories?"  Unik, ya? Aku pun sok-sok akrab menanyakan ibu di sampingku perihal umur anaknya. :)))

Hehehe, Ca, makasih ya sudah menyedot perhatianku selama di pesawat. Khip ngegemesin ya, Ca! Terima kasih pula sudah mengingatkanku pada satu sosok. Adalah kau yang tidak berhenti menari-nari di pikiranku sepanjang perjalanan tadi, Tuan.

Luv,
Nadia Almira Sagitta