Thursday, December 13, 2012

Dreaming of you

Pertama kali kau menyusup masuk ke mimpi
Berperan utama dalam bunga tidurku
Rasanya seperti fakta
Ternyata hanya maya
Ah, andai saja mimpi itu nyata...





Tuesday, November 20, 2012

Buku, kamu

Tahukah kamu bahwa aku memandangimu di balik tumpukan buku? 
Kamu begitu serius membaca hingga tak menyadari keberadaanku




Tanpa tanda

Aku mencintaimu tanpa tanda tanya
Tanpa titik, yang berarti tanpa akhir
Tanpa koma, yang berarti tanpa jeda
Tanpa spasi, yang berarti tak memberi kesempatan yang lain 'tuk menyusup

~~~

Aku menawarkan cinta tanpa tanda baca



Andai

Andaikan aku tak harus menunggu.
Andaikan aku bisa menjemputmu
ke singgasana hatiku




Sumber gambar

Pertanyaan dan Pernyataan


Bagaimana rasanya ditinggal seseorang yang kau cintai?

***


Maukah melepas kebahagiaan demi orang yang kau cinta?

***


"Baru saja kutemukan tulang rusuk itu, Din."
Aku tetap serius dengan netbook di hadapanku.
"Din, kau tahu tidak aku bertemu dengannya di mana?"
Masih berkutat dengan posisi yang sama. Tetap bergeming.
"Ternyata ia adalah tetangga yang berjarak tiga blok dari rumahku!"
"SubhanAllah, kan? Namanya jodoh ya, siapa yang tahu."
"Din, kamu dengar nggak, sih? Din!"
"...Apa?" jawabku parau.
"Kamu dengar tidak apa yang kubilang barusan?"
"Dengar, kok, dengar..." jawabku terbata. Kembali kupalingkan wajah pada netbook yang masih menampilkan layar yang sama. Google.
"Ya sudah, aku cuma mau menitipkan ini. Datang, ya."
Ia mengangsurkan selembar kertas karton yang tersampul cantik.
"Aku tunggu kedatanganmu loh, Din."
Ia menutup pintu ruang kerjaku. Meninggalkanku seorang diri bersama benda-benda mati. Netbook, rak, meja, kursi, pendingin ruangan...
Kutatap kertas itu.
Undangan pernikahan.
Aku mulai bereaksi,
Menangis tersedu.

Masih Sama

Lagi dan lagi, aku menemukanmu di tempat ini
Rasanya masih sama.
Masih saja berusaha menenangkan hatiku 
Masih mengatur napas yang tetiba beranjak tak beraturan
Masih menundukkan pandangan malu-malu
Masih mengulas senyum tipis

Ternyata aku masih mencintaimu.

Saturday, November 10, 2012

Aku dan kamu, di suatu saat.

Dai dan daiyah
Ustaz dan ustazah
Hafiz dan hafizah

Usaha sama-sama, ya. Siapa pun dirimu... Bantu aku meraih surga-Nya. ^^

Balik Punggungmu

Tahukah kau bahwa aku seringkali mengarahkan mataku menujumu? Walaupun yang kudapatkan hanya sekadar balik punggungmu...

Friday, August 24, 2012

Kau, Kasihku

Kau adalah alasan bagiku tuk kembali menguntai kalimat indah menyejukkan
Mengulas senyuman tulus manis
Mengukir jejak-jejak kehidupan
Mengalunkan harmoni cinta yang merdu...

Kau, sesosok tubuh yang begitu jauh dari pegangan
Begitu tinggi tuk sekadar diharapkan
Menyadarkanku bahwa ini tak memungkinkan

Kasihku, walaupun kita tak diberi kesempatan 'tuk bersua sebagai sepasang kekasih
Gejolak ini masih terus saja mengakar di hati
Entah sampai kapan, mungkin selama raga masih menyatu dalam diri
Aku tak pernah mencoba berhenti mencintai
Kamu, ya, kamu.


Friday, August 10, 2012

Kuncup Baru

Bunga sakura depan rumah nenek berguguran. Meninggalkan jejak kelopaknya di rerumputan. Dan menyisakan ranting yang kosong ditinggalkan mahkotanya. Begitupun perasaanku padamu. Berguguran, jatuh, dan menghilang. 
 

Sumber gambar
 

Ketika kerinduan itu menyapa

Allah tahu yang terbaik untukmu, untukku, untuk kita. Seberapa keras kita mencari, namun segala sesuatunya telah tergurat dalam Lauhul Mahfudz masing-masing. Yang dapat kita lakukan hanya berbenah diri dan mengharap satu sama lain dalam setiap sujud kepada-Nya. Aku tak memungkiri bahwa aku rindu. Aku juga rindu, sangat rindu kepadamu.

Aku hanya bisa berharap kamu dan aku bisa menyatu dalam satu ikatan. Ikatan cinta yang diridhoi Allah tentunya. Pernikahan yang suci.

Tahukah kamu?
Aku ingin menjadi pendamping setiamu
Aku mau menjadi seseorang yang pertama kali kamu lihat ketika terbangun di pagi hari
Aku ingin mendengarkan keluh-kesahmu akan kehidupan, canda-bahagiamu setiap hari
Aku mau menjadi makmummu kala shalat berjamaah

Namun, lagi-lagi takdir kita ada di genggaman Allah SWT.
Apakah aku memang bagian dari tulang rusukmu?
Jikalau iya, aku percaya...

Aku percaya Allah 'kan mempertemukan kita suatu saat
Walaupun kamu berada di belahan bumi yang jauh dariku
Walaupun kita tak lagi berkontak satu sama lain
Walaupun aku dan kamu sedang mencintai orang yang berbeda

Aku merindukanmu,

Tertanda,
Aku, seorang gadis yang menyimpan perasaan untukmu di hatiku.

Wednesday, July 11, 2012

Autobiografi masuk di Universitas Indonesia


Di tengah asyiknya membicarakan jurusan saat kuliah nanti,
“Nad, mau masuk apa pas kuliah?”
“InsyaAllah, Sastra Indonesia UI.”
“Kok sastra Indonesia, sih?”
* * *
Pertanyaan itu kerap kali terngiang di telinga tatkala aku menyebutkan jurusan idamanku. Mengapa? Apa ada yang salah? Tak pantaskah aku mengecap ilmu di jurusan yang bertitel sastra Indonesia? Pertanyaan yang begitu merasuk hati, mengganggu. Dalam hati, aku hanya bisa berharap semoga orang tuaku merestui jurusan ini. Namun alangkah sayangnya, ternyata keinginanku ditolak mentah-mentah, apalagi oleh ibuku. Beliau tidak meridai keinginanku berkuliah di jurusan sastra.
“Kalau tetap bersikeras kuliah di situ, saya tidak mau membiayai,” MasyaAllah! Apa yang ada di pikiran beliau saat itu? Bagaimana pula aku bisa membiayai kuliah sendiri? Ayah mencoba memberi saran,
“Coba Nadia cari jurusan lain. Kamu sudah berbalik arah ke IPS, kan? Jurusan banyak, kok, bukan cuma sastra Indonesia. Apa kamu takut tidak lulus SNMPTN?”
Aku hanya bisa terdiam mendengarkan pembicaraan yang berlangsung di telepon itu. Apa kamu takut tidak lulus SNMPTN lantas memilih jurusan sastra Indonesia? Satu kali pun aku tidak memikirkan kemungkinan itu. Aku memilih jurusan sastra Indonesia karena aku memang benar-benar ingin mendalami seluk-beluk sastra. Aku yang notabene jebolan anak IPA pun memilih jurusan IPS saat les intensif SNMPTN. Mengapa? Jawabannya singkat, aku tidak begitu suka menghitung. Otakku hanya mampu menghapal. Awal semester kelas tiga, aku belajar IPS secara otodidak. Banyak temanku yang berkomentar, “Deh, Nad, kamu cepat amat belajarnya. Ujian masih lama, kok.” Aku hanya bisa tersenyum tipis kala itu.

Mimpi kita tidaklah sama, teman. Jika kita berani bermimpi tinggi maka wujudkanlah!
* * *
Mimpi ini tak akan terwujud jika hatiku masih terombang-ambing. Aku memerlukan dukungan. Suatu ketika, aku bertanya kepada adik kelas yang memiliki orang tua alumni sastra Indonesia. Mendengar pertanyaanku, ia menjawab, “Sastra Indonesia, kak? Aih, tidak usah, kak. Paling juga hanya mengajar di almamaternya seperti ayahku.” Glek. Yah, ternyata jawabannya seperti itu. Jawaban yang sama juga kudapatkan dari teman sesama hobi menulis, “Nadia mau masuk sastra Indonesia? Nggak usah, deh. Mamaku juga kuliah S-2 Sastra. Materinya tuh, ngebosenin banget. Nggak seru.” Duh, betapa kenyataan pahit yang kudapatkan. Apakah jurusan yang kupilih ini sudah benar? Ya Allah, aku tidak tahu. Aku hanya mau berkuliah di sastra Indonesia. Titik.
“Kalau mau sastra, kenapa nggak sastra Inggris saja, Nad?”
“Yah, eh… Aku lebih suka sastra Indonesia. Mau gimana lagi? Pengin jadi dosen sastra Indonesia,” jawabku terkekeh kecil sambil garuk-garuk kepala.
“Kamu mau jadi penulis kan, Nad? Jadi itu alasannya mau masuk sastra Indonesia? Banyak, tuh, penulis-penulis hebat lainnya dan bukan berasal dari jurusan sastra Indonesia.”
“Mau makan apa kamu dengan pegangan sastra Indonesia?”
Namun, perkataan ter-nyesek adalah… “Nad, ngapain jauh-jauh ke UI kalau pada ujungnya sastra Indonesia? Ckckck. Pilih yang lain saja.” Hati rasanya teriris-iris, pedih. Beberapa diantaranya bahkan menertawakan ideku itu. Ah, sastra Indonesia, seburuk itukah dirimu di pandangan khalayak ramai?

Ketika di sekolah, kami seangkatan diminta untuk menuliskan pilihan jurusan saat kuliah nanti. Saat itu, aku bertanggung jawab untuk mengumpulkan data anak-anak sekelas. Di selembar kertas itu tertera puluhan jurusan yang diingini. Kedokteran pun mendominasi. Lalu teknik. Masih banyak lagi yang lainnya. Lucu saja, satu-satunya jurusan sastra –sastra Indonesia pula– berada di tengah kerumunan jurusan yang bergengsi. Jadi maksudmu, sastra Indonesia nggak bergengsi, Nad? Eh, bukan begitu maksudku. Aku hanya menyimpulkan dari berbagai tanggapan miring yang melayang ke arahku. Dan benar saja… “Wets, siapa yang mau masuk sastra Indonesia, nih?” sahut temanku yang bergerombol di meja guru berdesakan melihat jurusan yang diinginkan oleh anak-anak sekelas. Biasa, melihat saingan sejurusan. “Ciyeee, Nadia!” Nah, kan? Itu pujian atau ledekan? Anggap sebagai dukungan saja lah.

Ketika masyarakat menganggapmu remeh maka diam saja. Tunggulah beberapa tahun lagi dan bawalah kesuksesan yang telah kamu capai ke hadapan mereka.
* * *
Namun alhamdulillah, setelah sekian lama ternyata ada juga yang mendukungku. Di antaranya teman-teman baik, murabbiyah, tentor, dan kakak kelas. Satu pendapat kakak kelas yang masih kupegang erat hingga kini, “Tidak ada jurusan yang dibentuk jika tidak mempunyai peluang kerja. Tenang saja, Nad.” Kata-kata luar biasa itu membangun kembali semangatku hingga aku terus berjuang. Biarlah jika artinya harus berjuang seorang diri. Bukankah orang-orang sukses terlebih dahulu juga diremehkan? Beberapa karya mereka bahkan tidak diakui. Akan tetapi, waktulah yang berkuasa. Detik, jam, hingga tahun membuktikan kerja keras mereka. Tak peduli akan cercaan, mereka terus bergerak maju. Maka aku juga harus bisa mencontoh jejak mereka! Buktikan bahwa dirimu bisa. Kamu BISA!

Di saat kamu merasa pendapatmu benar, mengapa harus takut?
* * *
Untuk beberapa lama, aku tidak menanggapi omongan orang tua mengenai pembahasan jurusan. Sungguh, aku tidak ingin semangatku drop lagi. Aku terus berdoa kepada Yang Mahakuasa. Meminta petunjuk serta kemudahan. Alhamdulillah, hati orang tuaku mulai melunak. Mereka mengizinkanku menaruh sastra Indonesia di pilihan kedua. Bukan main, doaku terjawab! Terima kasih, Ya Allah. Waktu demi waktu berlalu, SNMPTN pun sudah berdiri tegak di hadapan. Dengan mengucapkan bismillah, berbekal restu dari orangtua, juga doa dari teman-teman semuanya, aku melangkah mantap menuju ruang tes.
Selesai mengikuti tes yang begitu mendebarkan, aku langsung meminta penjelasan dari kakak-kakak tentor tempatku menimba ilmu sekunder saat itu. Tempat les. Agak nekat juga sih, takut mendadak stres menerima kenyataan. Bagaimana kalau nyatanya jawabanku banyak yang salah? Namun, rasa penasaran akan jawaban yang sebenarnya mengalahkan ketakutanku saat itu. Lagipula, materi yang akan kudapatkan insyaAllah bermaanfaat di SIMAK UI –cadangan– yang akan kujalani. Ya, walaupun begitu yakin dengan pilihan kita, tak ada salahnya kan menyiapkan cadangan? Bahkan jika memungkinkan, siapkan beberapa cadangan pilihan. Begitulah kira-kira redaksi kalimat ayahku.
* * *
Tanggal 7 Juli 2012 tinggal menghitung hari. Isu-isu yang bergelimpangan begitu meresahkan hati. Ada yang mengatakan pengumuman tanggal 3 Juli, bahkan ada yang berkata tepat tanggal 1 Juli. Bagaimana pula ini? Hingga aku melihat postingan di facebook yang dikutip dari www.okezone.com, bahwa pengumuman SNMPTN dapat dilihat tanggal 6 Juli 2012. Gemetar, takut, resah, pasrah, semua bercampur aduk. Apakah impianku tidak terlalu tinggi? Aku begitu mendambakan status menjadi mahasiswa di Universitas Indonesia. Semoga pilihanku tidak salah. Aku memantapkan dalam hati, jika rezekiku memang bertempat di sana, insyaAllah aku akan lulus. Jangan sekali-kali meragukan kekuasaan-Nya. Malam itu, aku melaksanakan salat hajat. Berdoa tak putus-putus kepada-Nya. Mengharapkan jawaban terbaik di keesokan hari.

Jangan pernah melupakan kehadiran Tuhan didekatmu. Gantungkanlah nasibmu hanya kepada-Nya.
* * *
Aku tengah berkutat di laptop. Mencoba membuka laman www.snmptn.ac.id yang sedari tadi tak bisa diakses. Error. Ketakutan pun menyergap, semoga ini bukan pertanda buruk. Setelah beberapa kali mencoba, halaman itu pun terbuka. Tampilannya sederhana. Namun entah, terlihat semrawut di pandanganku. Mungkin karena faktor gugup yang kualami. Perlahan, aku memasukkan nomor ujian, 312-82-03706, tanggal lahir, dan mengikuti huruf-huruf yang tertera pada gambar. Lalu, klik! Loading… Selamat atas keberhasilan Anda!

Nadia Almira Sagitta diterima di Sastra Indonesia, Universitas Indonesia.

SubhanAllah! Alhamdulillah! Ternyata takdir-Mu kepadaku sungguh indah. Terima kasih, Ya Allah. Orang tua pun tampak bergembira walaupun hasil ini tak sesuai yang diharapkan oleh ibundaku Akan tetapi, beliau tak bisa menyembunyikan seraut wajah bangga terhadap anak sulungnya ini. Tak kusangka, akhirnya aku meraih awal dari mimpi-mimpiku. Ya, ini barulah langkah awal. Semoga aku bisa sukses di bidang yang akan kugeluti kemudian. Dan, aku akan membuktikan kepada semua bahwa jurusan sastra tidaklah seburuk yang mereka sangka, bahkan sama kerennya dengan jurusan-jurusan lain. Semoga Allah selalu meridai jalanku. Bismillah…

Kesuksesan itu membutuhkan tiga hal, keberanian, kerja keras, dan doa…
* * *

Friday, May 25, 2012

Kamu Cinta Indonesia?

Kemarin melihat pertandingan bola di televisi antara Indonesia dan Inter Milan.
Pertandingan berakhir 0-3 untuk Indonesia. Miris, ya?
Tapi bukankah mereka telah berjuang dengan segenap kemampuannya?
Lantas, mengapa kita tidak bisa menghargai jerih payah mereka?

Ketika tim Indonesia mencetak gol, mereka semua dielu-elukan.
Namun jika tidak, berbagai umpatan, celaan, semuanya ditujukan kepada mereka juga.
Sebagai suporter kita tergolong aneh, bukan?
Menyemangati setengah-setengah.

Tidaklah heran kalau saya mengecap mereka tidak cinta kepada Indonesia tanah air sendiri.

Bagi yang menjawab, "Ah tidak, saya cinta sama Indonesia, kok!"
Hmm, buktinya apa?

Seberapa seringkah kamu mengenakan hasil kebudayaan Indonesia? Batik?
Jarang?
Maka jangan salahkan Malaysia -negara tetangga- yang mengakui batik sebagai warisan budayanya.
Mereka mungkin lebih mencintai batik dibandingkan kita yang notabene adalah warga Indonesia sendiri.

Masih sering menyontek ketika ulangan?
Itu salah satu bukti kamu tidak cinta kepada Indonesia.
Ketahuilah, menyontek adalah benih dari tindakan korupsi.
Saya khawatir jika Anda kelak menjadi wakil rakyat yang melakukan tindakan nista itu.
Indonesia menjadi negara ter-korup kelima sedunia, loh.
Apa masih mau mencoreng-moreng wajah Indonesia tercinta?

Indonesia itu mempunyai 746 bahasa daerah
Berbanggalah dengan hal itu ^^
Jadi, yuk, belajar bahasa daerah!
Jangan hanya bisa berbahasa asing saja :D

Demam Korea yang melanda bangsa
Nggak ngikutin arus malah dicibir
"Kamu nggak gaul, deh..."

Ha! Gaul? Apa sih definisi gaul?
Gaul itu bukannya harus ikut-ikutan dengan orang lain dengan alasan 'ingin dianggap'
Gaul itu berwawasan luas.

Ngaku jadi anak gaul-nya Indonesia?
Maka galilah lebih dalam informasi mengenai Indonesia! ^^
Baru deh ngaku jadi anak gaul :D

Kamu cinta Indonesia?
Jangan malas ikut upacara bendera
Jangan ngantuk kalau belajar Sejarah
Ingat, kamu bisa duduk tenang-tenang seperti saat ini karena jasa para pahlawan kita.

Kamu cinta bangsa Indonesia?
Maka kembalilah ke tanah air ketika kamu telah menjadi orang sukses.
Jangan kelamaan mendekam di negeri orang
Bagi ilmumu dengan saudara-saudari sebangsa setanah air
Kembangkan Indonesia Raya!

Kamu cinta Indonesia?
Buktikan!
Jangan cuma dipampang di tulisan aja, tapi buktikan dengan perbuatanmu!
Ayo, menjadi generasi muda pecinta bangsa!
Jangan malu menjadi warga negara Indonesia!




Oh iya, ada gambar menarik mengenai Indonesia:



Salam,
Nadia Almira Sagitta.

Sunday, April 22, 2012

Perang

Oleh: Nadia Almira Sagitta


Tebah

Tebas

Tandas

Rambah!

Hingga rebah

Sampai terlepa

Maka tersungkur-terkapar

Tak berdaya.

Saturday, April 21, 2012

Papan kayu

Oleh: Nadia Almira Sagitta


Derit papan kayu yang dulu kuinjak

Kini tak ada lagi, sunyi

Kucoba untuk berlari-lari di atasnya

Namun suara itu tak timbul jua

Apa aku sudah sedemikian ringan?

Kutolehkan kepalaku ke arah bawah

Terkejut menyadari, kedua kaki ini tak lagi menempel di atas lantai...

Bendera Putih

Oleh: Nadia Almira Sagitta


Gelak itu tak ada lagi

Berganti durja menghiasi istana ini