Monday, April 25, 2016

Love And The Other Drugs

"Kudengar kamu sakit, ya?"
"Siapa yang ngasih tahu kamu?"
"Temanmu tadi SMS."
"Oh ya? Huh, ada-ada saja."
"Kamu pulang gih."
"Nggak mau. Ada pelajaran bahasa Indonesia."
"Nanti sakit kamu tambah parah... pulang aja, yuk?"
"Ng..."

Entah kekuatan apa yang kamu miliki saat itu, namun aku langsung menurut. Padahal, saran teman-temanku tak kuacuhkan. Akhirnya, sesuai saranmu, aku pulang ke asrama. Aku segera mengabarimu yang saat itu juga sedang berada di sekolah.

"Aku sudah di asrama."
"Baguslah. Istirahat, ya. Aku kelas dulu."
"Oke."
--

Tatkala itu, aku merasa jauuuuuh lebih baik. Bukan karena obat, melainkan perhatian dari orang yang sangat berarti--saat itu. Aku nggak heran ada kutipan berikut di film Love And The Other Drugs, "Apparently you need to know that I'll get better in order to love me."
 
Yeeeees. Love is the best medicine.

Rindunya aku, ya Allah. :"""
Bukan sama orangnya, tetapi momennya.

Sakit dan Anak Rantau

Ketika sakit, ada saat kau sangat ingin pulang dan istirahat di rumah. Dimasakkan bubur, ditemani, dikompres, dibelikan obat, disuapi, dikhawatirkan, dan lain-lain. Semandiri apa pun seseorang, kalau lagi sakit, ingin dirawat juga tentunya hanya gengsi saja mengungkapkannya.

Gengsi itu merepotkan sekali rupanya, ya? Aneh aja ngomong, "Aku sakit, boleh temani aku, nggak? Boleh tolong belikan obat, nggak?" Duh, merepotkan orang lain. Pada akhirnya, rasa sakit itu dipinggirkan dahulu demi mencari obat dan makanan (anak rantau kuat, kok, haha). Tatkala di tengah jalan rasa-rasanya sudah mau jatuh, tinggal mengandalkan satu-satunya yang dapat diandalkan. Allah. Thanks God, you didn't let me pass out on my way home. Seumur-umur emang belum pernah pingsan, sih.

Hari ini belajar lagi bahwa betapa stok obat itu perlu banget! Andaikata obat di kosan lengkap, aku nggak perlu jalan jauh demi beberapa macam blister obat dengan kondisi kliyengan. Essentials-ku pribadi: Mylanta, Paramex, Decolgen, Tolak Angin, Redoxon, dan Sangobion serta Feminax. Dua obat terakhir nggak pernah kuminum sebelumnya, tetapi distok saja siapa tahu butuh. Terbukti hari ini nyaris nggak bisa gerak samsek hanya gegara siklus (yang nggak mesti) bulanan. Yha, period, I get it.

Oh iya, ini nggak nyambung, tetapi tadi ketemu sekumpulan anak perempuan berjongkok di depan sepeda.
"Mama aku penginnya cowok."
"Emangnya belum ada yang cowok, ya?"
"Belum ada, sih..."

Hihi, mereka ngomongin calon adik seseorang rupanya. Lucu aja, sih, nggemesin. Tahu-tahu beban sakit lepas sedikit hanya gara-gara melihat mereka. ^-^)/

Yes, sebagai penutup, aku mau bilang
Wahai anak rantau, jagalah kesehatanmu!
Siapa lagi yang peduli jika bukan kamu sendiri?

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Sunday, April 24, 2016

Period

When you just got your period, you immediately browse the internet about period just so you can have period sisters through the comment section. Sis, I feel you.......... (cramps) (cramps) (migraine) (pass out)

Sigh, I feel like I can live in the bathroom during this period-hell-week.

Masih teman

Ada yang sebentar lagi ulang tahun.
Beri ucapan ataukah tidak, masih entah.
Dulu nyaris selalu kutunggu-tunggu.
Sekarang sudahlah biasa saja. Ya ini pun masih ragu apakah perlu.
Seharusnya tidak mengapa karena kita teman.
Masih, kan?

Saturday, April 23, 2016

Portal Tulisan

Semalam aku bermimpi engkau memiliki portal untuk kumpulan tulisanmu. Aku membaca satu per satu, mencoba mengenali dirimu sedikit lebih dalam. Aku terkesima oleh kedalaman wawasanmu dan keruwetan pikiranmu. Hal-hal kecil kau perdebatkan, "Kenapa begini, kenapa begitu?" Apa solusinya?" Haha, itulah kekhasanmu yang tanpa sengaja menarikku memasuki duniamu.

Kalaulah kau betul-betul memiliki portal itu, kau akan memiliki pembaca setia. Pembaca yang selalu pertamax tanpa harus komen "Pertamax!" Pembaca bisu itu ialah aku, yang tak henti-hentinya penasaran padamu.

Suara-suara itu

Aku menangis lirih di masjid tadi. Sebelumnya, kudengar lantunan ayat suci dibacakan oleh seorang pemuda yang tak sempat kuamati wajahnya di pelataran masjid. Seketika, aku tahu yang aku butuhkan. Aku tahu aku membutuhkan sosok yang sabar mengayomiku dan membimbingku 'tuk menjalani hidup dengan sebaik-baiknya. Aku rasa semua ingin mendapati pendamping seperti itu, bukan sekadar mendapatkan kawan malam mingguan setiap pekannya. Juga bukan sekadar mendapatkan pasangan halal yang bisa kau apa-apakan sekehendak hatimu. Bukan.

Lantas, aku teringat kau. Kudengar suara-suara membisikiku bahwa kau bukanlah sosok itu. Bukan kau yang 'kan membawa kedamaian di hatiku setiap harinya. Bukan kau yang 'kan mendampingiku di dunia dan di akhirat. Kau jatah orang lain. Lepaskan. Lepaskan saja.

Selalu begini. Tatkalanya aku memutuskan hatiku pada satu orang, ada saja suara-suara yang menggelisahkan batinku. Bahwa bukan dia orangnya. Nanti akan ada, pasti akan ada. Sementara itu, pikiranku ketakutan, bagaimanakah jika ia yang dinanti tak kunjung tiba? Bahwa ia yang dipastikan hadir mendadak membatalkan janji? Bahwa ia sesungguhnya tak pernah ada? Relakah aku melepaskan genggamanku kini demi sesuatu yang tak pasti? Akan tetapi, suara-suara itu terus membisikiku, memaksaku untuk percaya. Dan aku akhirnya menyerah, memutuskan 'tuk percaya. Dan perlahan, bermodal keyakinan, akan kuputuskan tali itu. Lalu terbang bebas di angkasa.

Sahabat: Pendengar Setia

"Jangan bohongi perasaanmu. Akuilah apa adanya."
"Aku tidak pernah ingin membohongi perasaanku. Orang lainlah yang membuatku berpura-pura. Gara-gara ada aturan, ada tata krama, ada tatanan sosial, aku tidak bisa bebas menjadi diri sendiri. Ketika aku menunjukkan diriku yang sebenarnya, aku selalu saja tampak salah. Padahal, inilah aku apa adanya."
"Nah. Saya juga tidak suka itu."
"Ya. Hahaha kita, sih, yang salah karena mengutamakan rasa daripada akal."
"Akan tetapi, saya akan selalu ada di sampingmu, mendukung apa pun keputusan yang kau buat."
"Dan jadi kawan yang menghibur jikalau akhirnya aku menyesal dan nangis?"
"Hahaha, ya."
--

Tatkala kita berbuat salah, kita tak ingin dihakimi apalagi dipaksa. Terkadang, keluh kesah kita cukup didengarkan. Hati kita ingin dibuat lega, bukan dibuat takut karena dosa. Kawanilah ia, sahabatmu, yang mungkin saat ini berada di titik terendahnya.

Tidak pernah kita sempurna seutuhnya, kau tahu? Jangan menambah beban dengan mengungkit kesempurnaan yang dulunya ia miliki. Kau sendiri percaya kehidupan itu berputar layaknya roda, bagaimana mungkin kau berekspektasi bahwa dia 'kan selalu mengawang di atas? Bahwa dia dengan mudahnya 'kan kembali menjadi dirinya seperti sedia kala? Kau sendiri percaya ada proses yang mesti dijalani tiap manusia dan rentang waktu penyelesaiannya pun berbeda-beda. Lantas, mengapa dia kau anggap perkecualian?

Maka rengkuhlah ia kembali. Dengan senyum, tanpa penghakiman. Karena ia yang kabarnya sedang mencecap hidup hanya butuh engkau, yang berjanji tidak akan meninggalkannya dalam sepi dan sendirinya.

Cheers and luv,
Nadia Almira Sagitta

Thursday, April 21, 2016

Kau padaku

Do you remember all the city lights on the water?
You saw me start to believe for the first time
You made a rebel of a careless man’s careful daughter
You are the best thing that’s ever been mine

(Taylor Swift)

Kita.
Tidakkah kau ingin menyelamatkan aku dari kebimbangan tanpa ujung?
Tidakkah kau ingin terus bersamaku tanpa terikat jarak dan waktu?
Tidakkah kau ingin membawaku pergi ke suatu dunia yang hanya kita berdua yang tahu?
Lepas dari hakiman-hakiman
Lepas dari tatapan heran
Lepas dari segala aturan
Bebas saja.

Aku suka bermain-main, tetapi
perihal hati, yang tentu saja rapuh ini
aku tak ingin tertawa-tawa di muka lalu
kau buat aku bercucuran air mata.

Di balik kegundahan ini,
aku ingin memastikan satu.
Kau padaku, bagaimana?

Wednesday, April 20, 2016

Mengenang Hari Kartini

Memandang hari Kartini, aku merefleksi sesuatu: tahun-tahun yang kulalui. Kartini pertama, kedua, ketiga, hingga kelima merupakan pergulatan hati untukku. Memikirkan cara agar tidak terngiang-ngiang akan percakapan kita yang terangkum dalam dua puluh tiga rangkaian pesan. Menjelang hari Kartini, kita berdua mengakui perasaan masing-masing dan memutuskan untuk tidak melakukan apa-apa mengenainya. Kita berjalan seperti biasa, hanya saja dengan insaf kita mengetahui perasaan yang tersimpan di lubuk hati masing-masing.

Sampai tibalah waktu kita berjauhan, tak sempat menjejakkan langkah ke Kartini kedua. Maka tahun-tahun yang terlewati adalah perasaan bersalah. Ada potret aku yang begitu tega menorehkan luka. Semestinya 21 April adalah hari yang manis, semanis larik-larik yang kita kirimkan dahulu. Sayangnya tidak lagi.

Maka pada momen Kartini ini, aku selalu bertanya dalam hati, "Apa kau sudah memaafkan aku? Masih ingatkah engkau pada hari Kartini lima tahun yang lalu?" Karena aku, dengan sungguh, masih mengingat semuanya. Itu adalah salah satu kenangan terbaik yang pernah kumiliki, semoga aku juga begitu...di hatimu.

Mengenang tidak selalu mengharapkan kembali. Terkadang, mengenang cukup dengan merekam peristiwa di mana dulu kita sempat berbahagia. Sama-sama.

Khawatir

Dasar perempuan. Hobinya mengkhawatirkan sesuatu. Sampai nggak bisa memejamkan mata hanya gara-gara kepikiran satu orang. Duh!

Sunday, April 17, 2016

Memori Manis

Semakin banyak kenangan, semakin sulit melupakan. Berhentilah menorehkan memori manis yang akhirnya akan menyulitkanku. Jika kau tak ada intensi untuk itu, tentangku, maka bangunlah pagar berduri di antara kita. Jangan sampai aku kelelahan menabur gula pada kopi pahit yang memang nyata-nyata kau suka begitu.

Berhenti sebelum ada yang mengira-ngira.
Sebelum ada hati yang terluka.

Saturday, April 16, 2016

Kesehatan itu ekslusif, mahal

Pagi tadi bertemu teman-teman skolioser. Ada seseorang yang berceletuk, "Eh, tahu spinecor, nggak?"
"Tahulaaaah, soft brace, kan?"
"Iya. Ada tuh di Bandung dengan harga 2,5 jutaan."
"Hah, masa? Setahuku hanya dijual di Jakarta. Harganya pun 30 jutaan. Kok bisa ini cuma segitu?"
"Nggak tahu juga, sih, barangkali karena buatan Indonesia? Bahannya juga mungkin berbeda. Nah, tetapi mereka tetap mengukur lengkung kemiringan kita, kok."

Brace? Kamu mau pakai, Nad?

Sebenarnya, aku mulai was-was dengan jadwal operasi. Tahu-tahu ingin lekas bertemu dr. Luthfi Gatam, memastikan soal pemasangan brace, rontgen ulang--karena yang kemarin salah (bayangkan, satu juta dan salah!)--konsultasi, dan segera mendaftar operasi di Fatmawati atau RSCM. Yang kudengar saat kopdar tadi, untuk bertemu dr. Luthfi saja bisa sampai menunggu tiga bulan. Ngantri operasi bisa sampai setahun kalau BPJS. Like...oh, okay. Jika memang harus menunggu setahun, akan kutangguhkan itu semua dan fokus S-2 saja. I won't wait that long. No. Skoliosis tidak boleh mengacaukan target waktuku.

Sembari menunggu, aku mau sekali pakai soft brace. Soalnya, brace itu fleksibel, mau kubawa ke luar negeri juga pasti bisa. Sayangnya, yang bikin aku meleleh, ya harganya. Tiga puluh juta. Bahkan jauh lebih mahal daripada harga ngontrak rumah setahun! Terang saja aku nggak enak mintanya.

Di pertemuan tadi, aku juga kenalan sama skolioser yang sudah operasi. Dia operasi di RSPI. Dia cerita biayanya sekitar seratusan juta, ya pasti, itu kan rumah sakit swasta. Terus, ada juga satu skolioser yang cerita dia gonta-ganti dokter, udah ke dr. Luthfi juga. Omaigat, berapa banyak biaya habis untuk konsultasi? Dia pun bercerita bahwa ia bertemu seorang bapak yang menemani anaknya konsul. Kata bapak itu, "Perkiraan biaya operasi anak saya sekitar seratus tujuh puluh juta."
"Hah, kok mahal sekali, Pak?"
"Iya, soalnya pen yang saya pilih bikinan negara X. Karena pen itu akan dipasang di tubuh anak saya seumur hidup, saya menginginkan yang terbaik."
Kemudian, skolioser lain tiba-tiba berceletuk, "Kalau BPJS nggak bisa milih pen kan, ya? Bisa jadi nggak, sih, pen yang nggak gitu bagus yang dipilihkan untuk pasien?" Buru-buru kutengahi, "Kurang tahu soal pen ya, Bu, tetapi setahu saya dokter yang mengoperasi, khususnya di RSCM, tetap bersikap profesional. Sama saja dengan tanpa BPJS."

Daaaaaaaan, di sinilah aku tertegun sendiri. Tahu-tahu sebal sama uang. Tahu-tahu kesal dengan kalimat, "Kesehatan itu ekslusif. Mahal." Soalnya, aku memang baru menyadari kalimat ini benar adanya. Coba nggak perlu BPJS, pasti bisa segera daftar operasi. Coba uang dapat dipetik di mana saja, pastilah bisa konsultasi berulang kali jika mau. Coba uang berguguran dari pohon, pasti bisa ikut semua treatment tanpa ragu. Kalau sudah berpikir seperti ini, ujung-ujungnya cuma bisa nangis.

Sko, kenapa perawatanmu semahal membeli mobil baru?

Kak Dida, kalau kakak nanya lagi, "Apa yang membuat kamu terpuruk hingga nyaris menangis sebagai seorang skolioser?" Jawabannya ya ini. Kenyataan pahit, namun harus ditelan, ini.

So sorry for being so sensitive, but yeah...this thing bothers me. I can't even sleep.

Wednesday, April 13, 2016

Gelembung Yang Kita Ciptakan

1.
Bahagia kali ini
Tak ingin aku bagi
Biarlah terkunci
Dalam ruang paling sepi

Biarkan rona merah pipi
Juga lengkung bibir merah muda
Kunikmati sendiri, diam-diam
Tanpa suara

2.
Dalam hening dan sepi
Sepasang insan menikmati jeda bicara
Memaknai detik-detik
Tak membiarkan lainnya datang mengusik

Apalah arti bahagia pabila kita bagi-bagi kepada yang tidak berhak? Bahagia ini milik kita, hanya kita. Aku takut masyarakat akan memandang kita dengan iri, kita yang menghadapi dunia tanpa takut asal tetap menggenggam jemari satu sama lain. Biarkan kita menjalani hidup dengan gelembung yang kita ciptakan berdua. Takkan ada yang paham maka tak perlulah sulit-sulit memberikan pengertian.
--

Depok,
pada suatu pagi hari

Monday, April 11, 2016

Kado

Pandanganku tertumbuk pada satu kotak kecil. Sebuah kado. Kado dariku yang mulanya akan kuberikan padamu. Kado yang telah kupersiapkan jauh-jauh hari. Kado yang membuatku berkata berulang kali di kaca hanya untuk memastikan kalimatku rapi sesuai struktur tanpa bentuk tegun. Kado itu sangat bermakna untukku, yang kuinginkan bermakna pula untukmu. Namun kini, itu hanyalah sebuah kado, yang pada akhirnya, teronggok di sudut lemari. Tak akan pernah sampai ke tangan pemiliknya.

Barangkali, kado itu akan kupindah tangankan ke orang lain tanpa mengikutsertakan perasaan, yang dulu kusematkan baik-baik.

Toh, tiada lagi yang tersisa.
Kau, ataupun perasaan itu.
--

Cause there we are again, when I loved you so
Back before you lost the one real thing you've ever known
(Taylor Swift)

Bebersih

Iseng nonton video home organizing dan cleaning hacks. Merasa konyol dengan kata kunci "How to clean...", tetapi ya sudahlah memang banyak yang belum aku tahu. Untuk membuat rumah nyaman dan keluarga betah tidak hanya mengandalkan aroma masakan, tetapi juga keteraturan dan kebersihan. Oke, dari sekarang harus belajar bersih-bersih. Kebersihan itu sebagian dari iman, Nad, jangan cuma kebersihan diri aja yang diperhatikan. Wkwkwk. Lagian ada yang ngomong, "Nggak ada izin nikah kalau kamarmu saja berantakan." Heeeeeeh, iya juga, sih. Kamar yang ukurannya cuma berapa kali berapa saja kelimpungan ngurusnya, gimana rumah dengan banyak kamar? /plak/

Wish me luck!
Duh, partner hidup masa depan, maaf ya kalau aku berantakan. o.O

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Sunday, April 10, 2016

Kau, topikku

Semalam, aku tertidur terkenang kau dan semua percakapan kita.
--

Topik tulisan-tulisanku bercerita tentang kau. Bunga tidurku berisikan kau. Mendadak kau jadi fokus baru. Bukan fokus yang ingin digapai, tetapi fokus yang tak terencana, tiba-tiba ada.

Tulisanku tentang kau terbilang banyak dan telah terpublikasi di sini, di medsos lain, di folder khususku, di kertas-kertas kerjaku, juga di pikiranku. Ketika penulis jatuh cinta, siap-siap saja menjadi tokoh utama ceritanya. Siap-siap saja abadi dalam karyanya. Bahkan jika kau menyakiti hatinya, kau masih saja akan dituliskan olehnya sampai beberapa tahun ke depan. Penulis memiliki hati yang peka, tak jarang rapuh. Mereka perasa, itulah mengapa kadang perihal rasa diagung-agungkan dalam tulisannya.

Untuk saat ini, kau adalah topikku yang paling menarik.

Dapur

Pagi tadi, tak seperti biasanya, aku nongkrong di dapur. Kulihat tante sedang memanaskan minyak dan membuat adonan.
"Mau masak apa, Tan?"
"Eh, Nadia. Ini, nih, mendoan."
"Wiiih, caranya gimana?"

Mengalirlah percakapan soal bumbu-bumbu. Heh, tumben sekali aku penasaran pada bumbu masakan. Boro-boro, dulu mah aku ke dapur cuma mencicipi makanan lalu ngacir ke ruang televisi. Kemudian, datanglah ayah yang tampaknya baru selesai mandi. Lalu disusul omku. Ayah membuat kopi, om sarapan, tante masih menggoreng, dan aku masih setia memperhatikan penggorengan yang kini berisi tempe. Kami berkumpul di dapur membicarakan makanan dan hal-hal lain.

Tiba-tiba satu imajinasi berkelebat dalam pikirku. Mungkin nanti kita bisa begini. Aku dan kau di dapur, kau membuat teh atau kopi kesukaanmu, sedangkan aku menyiapkan empat tangkup roti isi. Dua kita lahap untuk sarapan dan dua lagi kita bawa ke tempat kerja. Sembari melakukan itu, kita bertukar senyum seperti biasa, berusaha menebarkan semangat pada satu sama lain. Momen sederhana favoritku.

Tahun-tahun berlalu, dapur yang semula sepi mulai diisi cekikikan anak kecil. Kau mengajari si kecil memotong-motong sayur. Aku--memakai celemek pemberianmu--berkutat dengan hidangan makan malam kita. Aku membayangkan kita bertiga tertawa lepas, entah menertawakan apa. Bahagia, yang kutahu.

Adakalanya pula, kau menghampiriku yang sedang mencuci piring di dapur lalu menyentuhkan dagumu di bahuku dan melingkarkan tangan di pinggangku. Tidak ada maksud apa-apa, kau hanya suka melihat ekspresi terkejutku. Kadang kau menambahkan, "Aku merindukanmu seharian di kantor." Jika sudah begitu, pipiku bersemu merah dan kukatakan, "Sama. Aku juga. Selalu."
--

Dapur. Kurasa ini akan menjadi salah satu tempat favoritku. Karena di situ, dapat kurasakan kehangatan sebuah keluarga. Ada senyum, cerita, kasih sayang, dan masakan seorang ibu. :)

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Friday, April 8, 2016

Trik Makeup: Lipstik sebagai Pemerah Pipi

Gooood mornin'!

Yuhu, apa yang lebih membahagiakan dari pagi di akhir pekan? Saatnya bersantai dan menyenangkan diri. ♡

Hari ini aku iseng mencoba satu trik makeup dari beauty vlogger di Youtube, yakni menggunakan lipstik sebagai pewarna pipi. Hah? Lipstik, kan, buat bibir, Nad?! Kok dipakai di pipi? Apa nggak membuat breakout?

Yah, kalau kamu punya kulit yang sensitif dan acne prone sepertiku, lebih baik pakai blush on daripada lipstik. Lipstik punya zat kimia yang barangkali berbahaya jika digunakan di kulit wajah. Toh, ia tidak diciptakan untuk itu, omong-omong. Namun, hari ini aku mencobanya untuk senang-senang. Just for fun, wkwk. ^^

If this trick works for you, you'll have a whole new colour for your blush. Why don't you give it a try? One attempt won't hurt. :p

Nah, aku tes pakai lipstik warna velvety brown 14 Wardah. Sepertinya lipstik warna pink dan merah juga bakal cocok untuk eksperimen ini, tetapi aku tidak menyarankan warna merah darah karena hasilnya bakal kentara banget. Aku kurang suka dengan warna mencolok. Oh ya, pilihlah lipstik matte, bukan shiny, apalagi lipgloss! Hasil lipstik matte jauh lebih bagus daripada lipstik yang glossy. Akan tetapi, kalau kamu merasa lipstik yang glossy cocok untukmu, then go ahead.

Catatan pula, jangan gunakan lipstik kedaluwarsa. Lipstik yang sudah berumur 2 tahun ke atas sudah waktunya disingkirkan dari kotak makeupmu. Jangan cari gara-gara, nanti kulitmu malah rusak.

Kamu bisa mengaplikasikannya langsung di pipi, di tangan terlebih dahulu, atau di kuas makeup. Saranku jangan langsung pakai ke pipi, apalagi kalau kamu sudah pakai bedak. Rasanya, lipstik jadi nggak higienis. :|

Pulaskan tipis saja di pipi (apple of the cheeks) pakai tangan. Apa itu apple of the cheeks? Itu lho, bagian chubby saat kamu senyum. Jadi, tersenyumlah dulu. Setelah itu, tepuk perlahan dengan jari ke arah tulang pipi. Ta-da, jadi!

Trik ini bisa kamu gunakan kalau lupa bawa blush on dalam perjalanan, lagi iseng dandan di rumah, atau pas dandan untuk jalan-jalan. Hm, tetapi tetap aja aku nggak sarankan untuk penggunaan tiap hari. That's what blush ons are create for! Pakailah makeup yang memang diciptakan untuk bagian tertentu di wajahmu. Jangan aneh-aneh.

Oke, itu postingan kali ini. Semoga menghibur dan bermanfaat. Selamat menikmati akhir pekanmu yang indah! :D

Salam,
Nadia Almira Sagitta

*tulisan lainku tentang lipstik, klik di sini.

Melupakan Salwa

Dirundung duka
karena rindu yang begitu menggebu

Apakah suatu saat aku akan menjelma Amba yang seketika melupakan wajah kekasihnya, Salwa? Melupakan kau dan mengapus semua angan-angan tentang kau?
--

Tak ingin berhenti membaca Amba. Seru sekali novelnya. Belum sampai setengah pembacaan.

Thursday, April 7, 2016

Memilih Sereal

Selamat pagi!

Sudah sarapan belum? Breakfast is the important meal of the day, lho, jangan dilewatkan, ya!

Bagi beberapa orang, bukanlah sarapan namanya bila tidak menyertakan nasi. Ada pula yang mencukupkan diri dengan susu/teh dan roti. Bagiku, roti atau sereal cukup untuk memulai hari, soalnya aku merasa nasi terlalu berat untuk dijadikan sarapan.

Well, the problem is, how to pick the healthiest one? Tidak banyak sereal yang bisa kamu temukan di rak-rak swalayan. Kondisinya jauh berbeda dengan rak swalayan luar negeri di mana sereal telah menjadi hal yang umum. Kalau di Indonesia, seperti yang kubilang tadi, sarapan ya nasi, lain daripada itu dianggap kebule-bulean. Wkwkwk.

Kamu bisa menemukan Kellogg's, Koko Krunch, Corn Flakes, Milo, Honey Star, dan lainnya di toko-toko. Nah, pertanyaannya, manakah yang lebih unggul daripada yang lain? (macam bibit unggul aja, haha!) Aku tidak mempermasalahkan rasa karena jelas kita semua punya favorit masing-masing. Hal yang ingin kupaparkan adalah cara memilih sereal yang paling sehat berdasarkan beberapa blog dan vlog kesehatan (tag: healthy lifestyle).

Pernah dengar nutrition facts label atau informasi nilai gizi? Yapski, itu tabel-tabel kecil yang terpajang di sisi kemasan makanan atau minuman yang kamu beli. Tabel ini memberi tahu konsumen mengenai gizi yang terkandung dalam tiap penyajian. Hayo, siapa yang selalu mengabaikan tabel penting ini? Haha, jangan risau, dulu aku juga tidak peduli dengan itu. Yang penting rasa enak dan harga murah, langsung capcus ke kasir. Sekarang, aku bisa sangat lama di swalayan hanya untuk membandingkan produk mana yang layak beli. Belanja bulanan pun menjadi hiburan tersendiri. 

Nah, balik lagi ke sereal, ada empat komponen penting yang mesti kamu cek ketika akan membeli sereal, yakni gula, garam (sodium), serat, dan protein. Pertama, gula. Pastikan sereal yang kamu beli mengandung 10g gula atau kurang. Kamu tentunya nggak mau setengah jatah dari konsumsi gula yang dianjurkan per hari habis di sereal. WHO merekomendasikan konsumsi gula per hari untuk laki-laki sebanyak 36,5g dan perempuan 25g. 

Kedua, takaran garam tidak lebih dari 240mg per sajian. Aku belum terlalu tahu apa alasan garam dibatasi sesedikit itu, mungkin terlalu banyak garam tidak baik. Belum kuriset di internet lagi, nantilah insyaAllah. Ketiga, serat. Sereal yang baik mengandung serat sebanyak 3g atau lebih. Masalahnya, entah kenapa, aku belum menemukan sereal di Indonesia yang mengandung serat lebih dari 1g. Okelah, maybe just skip this step, at least you know now. Kalau kamu ketemu sereal dengan takaran serat yang dianjurkan, kabari aku, ya!

Keempat, protein. Beberapa ahli menganjurkan konsumen memilih sereal yang mengandung 3g protein atau lebih. Lagi-lagi, sejauh ini aku baru menemukan sereal dengan kandungan 2g protein saja. Tidak masalah, hanya beda 1g. :P

Selain itu, pilihlah sereal yang tidak mengandung pewarna buatan. Apa pun yang artifisial tidak baik untuk tubuh. Yeay! :D

After spending some time in cereal aisle, finally I choose this one.


Nestle Corn Flakes

Informasi Nilai Gizi

As you can see, gulanya hanya 3g! Yuhuuuu, sebenarnya itulah alasan utamaku menjatuhkan pilihan pada sereal ini. Hahaha, rasanya kok bombastis sekali hanya 3g, sementara yang lainnya 9g ke atas. Yup, that wraps it up for today. See you soon, readers! Stay healthy! :D

Salam,
Nadia Almira Sagitta

Daftar Acuan:
http://www.rodalesorganiclife.com/wellbeing/the-shocking-truth-about-how-much-sugar-youre-eating
http://www.eatingwell.com/nutrition_health/nutrition_news_information/how_to_pick_the_healthiest_breakfast_cereal
http://www.sparkpeople.com/resource/nutrition_articles.asp?id=427

Friday, April 1, 2016

Aku mau

Aku mau

Mengenalmu dari awal
Lalu diam-diam menyukaimu
Dalam hening
Dalam kesederhanaan
--

Karena cinta yang disimpan dalam hati jauh lebih aman daripada cinta yang diumbar dan dinikmati bersama. Juga lebih manis. Apalagi jika ternyata kalian berdua saling melempar harap dan doa ke Yang Maha Cinta kemudian diamini oleh-Nya.

Kau, apakah sedang mengharapkanku sama seperti aku yang juga mengharapkanmu?