Thursday, July 7, 2011

Pengajaran Cinta

Oleh: Nadia Almira Sagitta

Cinta
Mengajarkan mu tentang kerelaan
Seberapa rela kah kita melihat org yang kita sayangi bersama yang lain
Mengajarkan kita tanpa pamrih
Tidak menuntut balas atas semua yang telah kita lakukan untuk dia
Mengajarkan kita untuk bersabar
Sabar menunggu dia datang kepada kita dengan sendirinya
Mengajarkan kita untuk berjuang
Berjuang demi cinta, mengejar cinta itu
Mengajarkanmu untuk berpikiran positif
Andaikan dia tidak membalas smsmu, chat-mu
Memberitahumu tentang indahnya hidup
Cinta akan senantiasa mengisi harimu dengan warna khasnya
Mengajarkanmu akan ketulusan.
Cinta tidak lahir dari paksaan, namun dari tulusnya saling menyayangi
Mengajarkanmu untuk menerima takdir
Ketika kamu tidak ditakdirkan untuk bersama dengannya, kamu harus terima itu
Mengajarkanmu untuk saling mengerti
Cinta tidak akan bertahan, tanpa adanya saling pengertian

Cinta akan mengajarkanmu itu semua.
Cinta itu punya makna tersendiri dan rahasia.
Cinta tidak mempunyai definisi khusus.
Cinta akan lahir dari dalam dirimu.
Cinta akan membuatmu belajar untuk menyayangi orang lain.
Cinta mampu bikin orang geregetan.
Cinta itu INDAH.
Semua orang pasti pernah merasakan indahnya jatuh cinta.

Si Bapak Tukang Pipa

Oleh: Nadia Almira Sagitta

Kerut-merut di wajahnya.

Terhias peluh.
Diusapnya sesekali dahi yang basah oleh keringat.
Berkonsentrasi pada pipa bocor di hadapannya.
Bekerja melawan matahari yang sedang berada di ubun-ubun.
Ia tak sadar, seorang anak kecil memandangnya sedari tadi.
Bahkan ia tak menyadari, anak itu berdiri di hadapannya kini.
Menyandang ransel kuningnya, memberi senyum ramah.
Anak itu mengerucutkan bibir, membesarkan kedua bola matanya.
Lantas berucap, "Bapak... Mengapa bapak bekerja seperti begini?"
Ditegur seperti itu, bapak yang bermandikan peluh menolehkan pandangannya kepada si bocah.
Ditatapnya mata anak itu, dalam.
Seolah mencari-cari sesuatu.
Menguak kenangan lama.
Yang kini, disesalinya.
Dahulu, ia berkesempatan untuk menimba ilmu.
Mendapatkan beasiswa.
Sesungguhnya bapak ini seorang yang pintar.
Bulan demi bulan berlalu dengan baik, hingga ia salah bergaul.
Yang lantas menjerumuskannya kepada jurang kemalasan.
Mulai malas belajar, membangkang pada guru.
Sampai akhirnya beasiswa pun terlepas dari tangannya.
Hendak melanjutkan sekolah, uang tak ada.
Orangtua nya begitu sederhana.
Makan sehari 2 kali saja sudah mengucap syukur.
Sekolah lagi? Tak mungkin.
Angannya menjadi seorang insinyur, pupus.
Panas setahun, dihapus hujan sehari.
Begitulah pepatah yang ia dengar semasa SD dulu.
Dia tertohok dengan kenyataan bahwa ia tak dapat lagi bersekolah.
Kesempatan beasiswa tak datang dua kali....
Ia pun menganggur, berpangku tangan.
Tatkala sang ayah wafat, ia mengikuti jejak beliau.
Menjadi tukang pipa.
Pekerjaan yang telah ia lakukan selama 10tahun terakhir.
Tersadar akan lamunannya, bapak tukang pipa berkata,
"Makanya, belajarlah dengan rajin, Nak. Jangan sia-sia kan waktumu."
Si anak yang berumur 8 tahun...termangu, lalu berujar,
"Tentu pak! Saya akan belajar dengan sungguh-sungguh!"
Bapak tua itu tersenyum.
Terpaku akan semangat anak kecil itu.
Ah, andai dulu ia seperti itu....
Kembali ia bermain dengan angannya.
Kembali berkonsentrasi pada pipa bocor di depannya, kini.

Keinginan Yang Tak Terpenuhi

Oleh: Nadia Almira Sagitta

Sang ibu, mengayuh sepedanya pelan.
Rapuh.
Jantung hatinya memeluk dari belakang.
Erat, tak ingin lepas.
Enggan terjatuh.
Sepasang bola mata kecil memandang sekeliling.
Ya, mata seorang anak dalam pelukan ibunya.
Terkagum oleh rumah-rumah megah.
Yang bertengger di kiri-kanan jalan.
Berusaha membandingkannya dengan gubuk reyot, tempat tinggalnya, berdua ibunya.
Tiba-tiba matanya menangkap bayangan benda.
Melaju kencang, melintas di sampingnya.
Tergerak hatinya untuk bertanya kepada ibu tercinta.
"Mak, kapan kita punya motor?"
Sang ibu tersentak, berpikir keras.
Apa gerangan jawaban yang pantas diberikan?
Suami yang telah lama tiada, memaksanya bekerja menyambung hidup.
Hidupnya dan juga sang buah hati.
Ibu menjadi seorang tukang cuci.
Dengan upah yang tentu tak seberapa
Mana pulalah sanggup membeli motor...
Sepeda butut satu-satunya adalah harta peninggalan sang suami.
Tak pernah terlintas dalam pikiran sang ibu untuk menggantinya dengan kendaraan yang lebih baik.
Sebenarnya, ingin hati memenuhi permintaan anak semata wayangnya itu.
Maklum, batin seorang ibu.
Beliau selalu ingin membuat hati anaknya senang.
Memenuhi seluruh keinginannya.
Semua hati seorang ibu berkata demikian.
Namun apa daya, kondisi ekonomilah yang tak memungkinkan.
Ibu itu menampakkan senyum teduhnya.
Menatap lekat wajah bocah kecil tersebut.
Dan kembali mengayuh sepeda.
"Maafkan ibu, nak." pikirnya.
Terus mengayuh pedal sepedanya hingga tak tampak lagi.
Menghilang di balik tikungan jalan.

Aku, Musuh Manusia

Oleh: Nadia Almira Sagitta

Setiap hari aku berkeliling.
Satu tempat ke tempat lain.
Menghisap darah-darah manusia.
Meninggalkan bekas di sana.
Banyak ancaman di luar sana.
Mereka (manusia) tak menyukaiku.
Mereka memasang berbagai macam perangkap untuk membunuhku.
Mengusirku, membuatku sakit.
Mereka siap siaga dengan raket listriknya.
Mengoles harum-haruman yang kubenci.
Terlebih lagi, menyemprotkan sejenis gas yang membuat leherku tercekik!
Wahai manusia, tak kasihankah kamu dengan diriku?
Apa tega nian dirimu, melihatku mati kelaparan?
Ayolah, berderma sedikit...
Hanya beberapa tetes darah saja.
Sesulit itukah memberikannya?
Aku tahu kalian manusia-manusia yang pelit
Yang tak mau mendonorkan darahnya, setetespun!
Walau itupun untuk menolong sesamamu...
Sesama makhluk hidup!
Lantas, aku hadir.
Kenapa kau marah padaku?
Kenapa?
Apa salahku?
Aku kan hanya membantumu.
Dengan bersedekah setetes darahmu itu padaku..
Diriku, yang lebih membutuhkan
Bukankah kita sama-sama makhluk Allah?
Seharusnya saling menolong, bukan?
Kemarikanlah tanganmu itu...
Sedari tadi aku tergiur melihatnya
Perutku keroncongan luar biasa sekarang.
Tak tahan lagi, segera kuhinggapi tanganmu itu
Menggigitnya sedikit, menghisap darah lezat itu
Namun, tanganmu yg lain, sesegera mungkin kau arahkan padaku.
Pada tubuhku, badanku yg renta ini.
Hingga aku tergeletak lemas tak berdaya, mati di atas pergelangan tanganmu...

Aku dan Kamu

Oleh: Nadia Almira Sagitta

Aku seorang lelaki.
Yang mencintaimu dari lubuk hati terdalam.
Aku seorang lelaki.
Yang menyayangimu tulus.
Aku seorang lelaki.
Yang senantiasa menjagamu.
Aku seorang lelaki.
Yang selalu mengamati gerak-gerikmu.
Aku seorang lelaki.
Yang menyimpan wajahmu di benakku.
Aku seorang lelaki.
Yang merekam tiap katamu.
Aku seorang lelaki.
Yang masih mencintaimu.

Kamu seorang wanita.
Yang tak lagi membalas cintaku.
Kamu seorang wanita.
Yang tak meresponku.
Kamu seorang wanita.
Yang tak memedulikan penjagaanku.
Kamu seorang wanita.
Yang selalu mengabaikanku.
Kamu seorang wanita.
Yang membuang muka acapkali kita bertemu.
Kamu seorang wanita.
Yang tak lagi menyimak tiap kalimatku.
Kamu seorang wanita.
Yang tak lain adalah sesosok
mantanku, kini.

Mengapa kamu begitu membenciku sekarang?

Kepergianmu

Oleh: Nadia Almira Sagitta

Dadaku sesak.

Napasku naik turun.
Mataku penuh air mata yang tak bisa mengalir turun...
Ya Allah, "Dia kecelakaan?"
Kabar yang sangat buruk!
Aku sangat mencemaskan dirinya...
Semoga dia tidak apa-apa.
Kutelepon handphonenya, tidak ada yang menjawab.
Aduh, dia ada di mana?
Dilarikan ke rumah sakit mana?
Kenapa tidak ada yang memberitahuku kabar selanjutnya?
Kucoba menghubungi nomor keluarganya, juga temannya...
Shit! Nggak ada yang aktif!
Keadaan kamu bagaimana sekarang?

Tiba-tiba adzan berkumandang.
Kuputuskan untuk shalat ashar.
Percikan air wudhu cukup menenangkan hatiku.
Memasuki masjid, angin semilir menyambutku.
"Assalamualaikum warahmatullah...."
Aku mengucapkan salam terakhir.
Lalu berdzikir dan meminta doa.
Berharap semuanya baik-baik saja.
Tak lama, hapeku bergetar.
Ada telepon dari temannya.
"Assalamualaikum?" jawabku.
"Waalaikumsalam, kamu... Ng.... Kamu yang sabar yah.."
"Hah? Kenapa?? Ada apa?"
"Dia....dia.....sudah pergi..."
Sayup-sayup terdengar isakan tangis di seberang sana.
Tak kuhiraukan suara kawannya yang memanggil-manggil namaku.
Aku hanya bisa termangu.
Pelan-pelan aku merosot turun.
Seolah tak ada lagi kekuatanku untuk berdiri.
Pelupuk mataku penuh oleh air mata...
Tak percaya dengan semua ini...
Dia...meninggalkanku begitu cepat...
Tanpa ada kata terakhir darinya untukku...
Aku menangis tanpa suara.
Hanya kurasakan bulir air mata mengalir turun menetesi pipi...
Sesudah itu aku tak mengingat apa-apa lagi...
Tubuhku limbung, jatuh.
Aku berharap tertidur untuk selamanya.
Karena aku sadar, aku hanya bagaikan sebutir debu tak berarti.
Tanpa dirinya.
Separuh jiwaku, hidupku, telah pergi meninggalkanku.
Membawa pula setengah rasa yang tersimpan di hati ini.....
Namun sayang, Allah rupanya tak membiarkanku mati dalam kesedihan.
Aku tak boleh lantas menyerah dan putus asa.
Aku harus menerima putusan Allah.
Mungkin ini jalan yang terbaik untukku...
Baik-baik di surga yaaa.
Love you.


(Fiksi)

Malam sunyi

Oleh: Nadia Almira Sagitta

Ditemani temaram cahaya rembulan.
Kelap-kelip cahaya bintang.
Wangi melati semerbak.
Hawa dingin yang menusuk kulit, menyelimutiku.
Membuat tubuhku sedikit merinding.
Hening.
Tak ada suara.
Hanya terdengar langkah kakiku, berjalan perlahan.
Aku menangkupkan tangan, bersujud takzim.
Ditemani asap dari dupa yang dibakar.
Samar-samar kulihat sekelebat bayangan putih.
Tak kuhiraukan.
Aku tetap berkonsentrasi pada sesajianku.
Kuutarakan maksud kedatanganku di hadapan gundukan tanah merah.
Kupanjatkan doa serta permintaanku.
Tidak basa-basi hanya meminta tambahan rezeki.
Tak lupa kuucapkan terima kasih banyak.
Dan kutinggalkan sesajianku yang telah kutata khusus.
Buah-buahan yang kutaruh di atas nampan rotan beralaskan daun pisang.
Kupercepat langkahku, sadar akan suasana yang mulai mencekam.
Untuk memastikan keadaan sesajen yang telah kuberikan, aku pun menolehkan kepalaku kembali ke belakang.
Kaget aku melihat sesajenku yang telah lenyap...
Terlonjak aku, gembira mengira permohonanku akan segera terkabul.
Aku kembali ke letak kuburan kyai yang terkenal di desaku itu.
Apakah ada titipan yang diberikan untukku sebagai tanda balas jasa?
Nihil. Tidak ada apa-apa.
Ah, tak mengapa. Mungkin rezekinya akan diberikan nanti sepulangku ke rumah.
Terdengar suara ranting yang terinjak.
Aku tertegun, heran.
Siapa gerangan manusia lain selain diriku yang bertualang di tengah malam gelap gulita ini?
Merinding bulu kudukku.
Ketakutan membelengguku.
Dari sudut mataku, kutangkap sesosok bayangan putih di bawah naungan pohon beringin.
Apa itu?
Refleks kuarahkan pandanganku ke arah pohon beringin.
Sosok tubuh berbaju putih panjang itu juga menatapku tajam.
Wajahnya putih pucat!
Tampak ia mengunyah sesuatu.
Jangan-jangan itu hantu kuburan yang akhir ini sering digunjingkan???
Oh, tidak!
Tanpa a,i,u,e,o kuseret kakiku meninggalkan tempat itu.
Berlari sekencang mungkin tanpa menoleh ke belakang.....
* * *

Di kuburan, terduduklah seorang lelaki di atas batu.
Berbaju putih dengan riasan bedak bayi yang ia taburkan di wajahnya.
Memegang sekeranjang buah-buahan.
Mengunyah pisang dan jeruk.
Ia tampak asyik makan.
Gumamnya, Dasar manusia bodoh! Hari gini masih aja percaya sesajenan!
Ia tertawa terkekeh dan kemudian berkata, Tapi, biarlah. Selama mereka masih memegang kepercayaan itu, aku pun bisa menuai rezeki nomplok di sini!
Tiba-tiba ia terdiam.
Ada yang menepuk pundaknya, pelan.
Gemetar, ia melihat ke belakang.
Mendapati wanita berjubah putih, juga dengan rambut panjang berantakan.
Mengarahkan kedua tangannya ke arah lelaki itu.
Dengan kepala yang sengaja dimiringkan dihiasi senyum yang mengerikan.
Lelaki itu terperanjat, menjerit.
Menjatuhkan keranjang buahnya.
Serta-merta lari tunggang-langgang.
Meninggalkan tempat itu secepat mungkin.
Tinggallah wanita itu sendirian.
Tertawa kecil.
Berdiri di bawah pohon beringin.
Perlahan lenyap dari pandangan, ditiup angin malam.............

Surat Terakhir

Oleh: Nadia Almira Sagitta

Begitu berat langkah ini meninggalkanmu

Begitu berat tangan ini untuk melepasmu
Begitu susah mata ini untuk tidak memandangmu
Begitu lelah otak ini, menghapus bayanganmu dari benakku
Begitu sulit hati ini melupakanmu
Begitu sulitnya untuk tidak mencintaimu
Tapi, semua itu aku akan lakukan demi temanku
Dia lebih pantas untuk mendapatkanmu
Dia cocok bersanding denganmu
Dia baik untuk dirimu
Dibanding denganku
Dia dekat denganmu
Tidak seperti diriku, yang jarang bertemu dengan kamu
Dia mencintaimu dan kau juga mencintainya
Tidak sama denganku, yang hanya diriku yang mencintaimu
Dia tahu banyak tentangmu
Tidak seperti diriku, yang hanya mengetahui secuil info akanmu
Dia sangat beruntung, mampu merebut hatimu
Aku sangat mengerti akan hal itu
Maka dari itulah aku berusaha untuk tidak mencintaimu
Walaupun mungkin kau pun tahu, rasanya akan sulit
Tapi aku mengorbankan perasaan ini, akan membuang jauh rasa ini
Semua demi kamu dan temanku
Aku mau melihatmu berbahagia
Aku mau melihatmu tersenyum
Aku mau melihatmu tertawa
Tanpa campurtangan dari diriku
Aku sadar, aku mungkin telah mengganggu hidupmu
Baik, aku akan pergi, meninggalkan dirimu
Tanpa adanya salam perpisahan, kurasa baik untukku dan kamu
Tanpa adanya tangisan, jeritan hatiku yang seolah tidak ingin melepasmu
Maafkan aku sudah mengusik hidupmu
Maafkan aku yang pernah mencintaimu
Maafkan aku yang kini meninggalkanmu
Maafkan aku.
Mungkin ketika kamu membaca pesan ini, aku sudah tidak berada di Indonesia
Tidak lagi berada di negara merah putih ini
Tidak berada di negara kepulauan tercinta ini
Aku bahkan tidak berada di dunia ini lagi
Aku sedang dalam perjalanan menuju kehidupan abadiku
Maafkan aku, aku tak sempat memberitahumu sejak dulu
Bahwa kanker yang menderaku sejak dulu telah menyebar ke seluruh tubuhku
Hingga kini mengambil nyawaku, memaksaku meninggalkan duniawiku
Maaf, hanya itu yang dapat kukatakan
Entah, diriku sangat susah untuk memberitahumu akan hal ini
Bibirku seakan terkunci, tak mampu mengeluarkan kata-kata
Aku tak ingin membuatmu sedih dengan keadaanku
Aku tak mau menyulitkan dirimu akan penyakitku
Karena kamu, kamulah yang membuatku bertahan selama ini
Kamu membawa warna lain dalam hidupku
Kamu, setitik cahaya yang menjadi penerang hatiku
Kamu, senyummu, juga tawamu
Makasih sudah memperlihatkan senyum yang paling indah padaku
Makasih sudah pernah ada untukku
Makasih atas semua pembicaraan kita
Walaupun kutahu itu tak banyak, namun sangat berarti bagiku
Tiap kata yang kau lontarkan, aku ingat dan merekamnya dalam otakku
Makasih kamu telah membuatku tertawa karena kepolosanmu
Ingatkah kamu?
Saat aku berpisah darimu untuk yang terakhir kalinya
Sadarkah kau, bahwa saat itu aku memandangmu lekat-lekat seolah tak ingin melepasmu?
Sadarkah kau, saat itu aku berbicara agak banyak?
Sadarkah kau, saat itu aku berusaha membuatmu tertawa?
Sadarkah kau, saat itu aku juga ingin membuatmu kesal?
Sadarkah kau akan perubahanku?
Sebenarnya saat itu, aku ingin kamu mengingatku
Aku ingin kamu ingat bagaimana aku membuatmu jengkel, tertawa, aku ingin kamu ingat semua itu
Aku juga ingin melihat ekspresi kamu marah, tertawa lepas, bengong, semuanya
Untuk yang terakhir kalinya....
Tahukah kau, saat kau beranjak pergi, pulang menuju rumahmu
Rasanya aku ingin berteriak, menyesal
Mengapa aku tak juga bisa mengatakan kalau aku jatuh cinta sama kamu?
Mengapa aku hanya bisa rela membiarkanmu dengan dirinya?
Mengapa aku membiarkan diriku selalu mengalah?
Mungkin memang sudah takdir
Tuhan sudah merencanakan semua ini terjadi
Tuhan telah membuat cerita tentangku, kamu, dan temanku
Kita tinggal mengarungi cerita-cerita itu
Sudah takdirku, hanya bisa menyukaimu secara diam-diam
Sudah takdirku, kalau aku hanya bisa menjadi bayang-bayang dalam hidupmu
Sudah takdirku akan meninggalkanmu seperti ini
Sudah takdirku bahwa aku tersiksa akan luka hatiku, cinta sendiriku
Andaikan saat itu aku mengatakan kalau aku jatuh hati denganmu,
Mungkin itu hanya akan menambah masalah di hidupmu
Ya, aku ini masalah, bukan?
Membuatmu bosan dengan tiap SMS-ku
Membuatmu jengkel dengan misscalled dariku yang terus merongrong dirimu
Membuatmu risih karena merasa terlalu diperhatikan
Jadi, daripada aku terus mempersulit dirimu, aku hanya bisa terdiam
Menyayangi dirimu tanpa bisa mengharap balas darimu
Tapi aku rela, ikhlas, cintaku juga tulus
Bukankah cinta tidak menuntut balas?
Cinta itu tulus, seperti cintaku kepadamu
Mungkin cukup sampai di sini suratku
Maaf aku tak bisa memberimu banyak, hanya selembar surat dariku untukmu
Kamu baik-baik ya
Jangan lupa, ada seseorang yang menantimu di luar sana
Seorang lelaki yang akan menjagamu, akan selalu menyayangimu
Yang bisa memberimu kebahagiaan secara utuh
Juga masih banyak impian yang bisa kau raih
Tidak seperti diriku, di mana semuanya telah selesai sampai di sini
Dan, impianmu itu akan lengkap dengan kehadiran seseorang yang selalu mendukungmu
Ya, orang itu temanku
Kalian berdua baik-baik ya
Jika kalian senang dan bahagia bersama, aku juga turut merasakan kebahagiaan itu
Sudahlah, lupakan aku
Jangan sedih, aku tidak apa-apa

Love and Hug,
Orang yang begitu menyayangimu

|| Kutulis saat aku tahu kau menyukaiku
Maaf tak bisa memberi respons sesuai harapmu
Dan maaf, aku baru bernyali mengomentari tulisan ini lagi
Ketika ia yang kau duga akan membahagiakanku
Kini pergi dan tak kembali

Gadis Cilik Berkacamata

Oleh: Nadia Almira Sagitta

Hari ini aku melihat langit

Langitnya biru indah dengan awan putih yang menghiasi
Entah, tiba-tiba aku mengingat seseorang
Seorang gadis cilik berkacamata
Dulu, dia begitu periang
Berlarian di tengah padang, berkejaran dengan angin
Lucu, polos, penuh canda dan tawa
Kini, sosok gadis mungil itu
Telah bertumbuh menjadi seorang dewasa
Kacamata pun telah lepas dari wajahnya
Wajahnya kini putih bersih dan terawat
Tubuh mungilnya pun kini menjulang ke atas
Ia menjelma menjadi seorang putri tinggi semampai nan cantik
Benar-benar perubahan, mengesankan
Telah lama aku tak bertemu sosok gadis kecil itu
Kurang lebih sudah 18 tahun
Ternyata, telah banyak perubahan yang terjadi pada dirimu
Orang tuamu telah berpisah
Mereka tak lagi tinggal bersama sejak 10 tahun lalu
Kamu hidup ditengah orang tuamu yang perang dingin
Rumahmu senantiasa dilingkupi cercaan, tamparan, dan pertengkaran mereka berdua
Selama setahun, kamu hanya berusaha tabah dan sabar
Namun akhirnya kamu tak tahan akan keadaan itu, kamu pun lari dari rumah
Hanya berbekal uang, baju, beberapa buku sastra, dan alat tulis
Dengan tabungan yang tak seberapa, kamu berkeliling mencari tempat tinggal
Susah payah, tak juga kamu mendapatkan tempat tinggal yang layak
Tak sengaja, kamu bertemu dengan seorang pria
Menawarkanmu tempat tinggal
Dengan polosnya kamu memenuhi ajakannya
Tak curiga sedikitpun, kamu mengikutinya
Polos nian dirimu, wahai gadis kecil berkacamata
Kamu tak menyadari, ada niat jahat dibalik semua itu
Kamu dibawa pergi ke suatu tempat
Tempatnya gelap, penuh asap rokok, sama sekali tak menunjukkan kesan baik
Baru kali pertama kamu menjejakkan kaki di tempat tersebut, membuka pintunya
Belasan gadis-gadis menyambutmu, dengan rokok di tangan mereka
Gelas-gelas bir, vodka....
Parfum semerbak dan dandanan yang begitu menor
Dengan pakaian yang menurutmu tak sepantasnya dikenakan
Pakaian kekurangan bahan, itu menurutmu
Bahkan kamu terkesiap, ada beberapa pria dewasa datang ke tempat itu
Kamu bingung, dengan kepolosanmu kamu tak tahu apa-apa mengenai ini
Pria yang tadi mengajakmu ke tempat itu, mengatakan kalau mulai saat ini kamu akan mulai bekerja di sana
Sungguh, pekerjaan macam apa yang akan ditawarkan olehnya?
Kamu hanya bisa terdiam, bingung akan semua ini
Pria itu tak kunjung memberi jawaban dan beranjak meninggalkanmu
Di sudut pintu, kamu melihat pria itu menerima segepok rupiah, atas imbalan entah apa
Seorang gadis yang berwajah cukup dewasa mendekatimu dan mengatakan padamu sedikit info mengenai tempat ini
Tempat ini, adalah tempat pelacuran
Sungguh, kamu berteriak, ingin keluar dari tempat tersebut
Kamu berlari menuju pintu keluar, sayang ada penjaga yang menahanmu
Dia mencengkeram kuat pergelangan tanganmu membawamu kembali ke dalam
Kamu meronta sekuat tenaga, namun tak ada yang menaruh kasihan kepadamu
Kamu menangis meraung-raung, takut akan apa yang akan terjadi selanjutnya
Berhari-hari kamu berdiam diri di kamar
Tak mau makan, tak ingin berbuat apapun
Mungkin teman-temanmu sudah menganggapmu gila
Tak ada yang beranii mengusikmu
Kamu sudah memutar otak, mencari cara keluar dari tempat busuk itu
Namun, berkali kamu mencoba, berkalipun kamu gagal
Beberapa hari setelah itu, datanglah seorang tante menor yang mendandanimu
Begitu luwes tangannya menarikan kuas make-up ke wajahmu, memulasmu menjadi gadis cantik
Kamu hanya bisa pasrah, terlalu lelah hati dan dirimu untuk meronta
Kamu dibawa ke suatu kamar,
Dengan cahaya yang temaram, kamu berusaha mengerjap-ngerjapkan mata
Terdengar suara derit pintu, menutup
Dan dikuncikan di sana
Di kamar itu, ternyata telah duduk seorang lelaki
Kamu tak ingin di situ, kamu menendang-nendang pintu
Kamu takut melihat seorang pria bermuka mesum
Kamu berteriak dan menangis juga memohon, tapi tak ada yang membukakan pintu
Di kamar itu, dengan cahaya temaram, hanya berisikan tempat tidur dan juga lemari
Seolah menjadi saksi bisu, bagaimana lelaki itu merenggut kegadisanmu
Setelah kejadian itu, kamu berlari ke kamarmu, menangis
Merasa kamu tak lebih derajatnya daripada sampah, sama-sama tak berguna
Harga diri kamu sebagai seorang wanita diinjak-injak
Kamu MURAHAN, hanya itu yang ada di pikiranmu, dengan semua celaan itu
Membayangkan apa yang akan dikatakan keluargamu, teman-teman kamu
Saat itu rasanya kamu mau mati saja, kamu pergi menuju dapur
Ada jalan terbaik untuk mengakhiri hidupmu
Dengan tatapan hampa, maskara yang sudah luntur, airmata yang bercucuran menetesi pipi
Kamu meraih sebatang pisau, hendak menyayatnya di pergelangan tanganmu
Namun, aksimu itu terhenti karena seorang rekan kerjamu sesama pelacur mendapatkanmu
Dia menyambar pisau itu dan memarahimu, mengkhawatirkan keadaanmu
Sekilas, kamu terkaget dan langsung menangkap kesan bahwa gadis ini adalah orang baik
Memang dia orang baik, Risa namanya
Waktu itu kamu yang baru berumur 15 tahun, dan dia sudah 19 tahun
Nasibnya sama sepertimu, dijebloskan dalam penjara busuk ini, tempat maksiat ini
Bedanya, dia dijual oleh tantenya sendiri kepada bos tempat ini
Orangtua Risa sudah lama tiada, meninggal dalam kecelakaan motor yang tragis
Kamu terkejut mendengar cerita Risa, gantian kamu yang bercerita pada Risa
Risa kasihan denganmu, ia mengingat masa lalunya, maka ia berniat membantumu
Membantumu lari dari tempat ini secepatnya.
Risa menyuruhmu mengganti baju dan menyiapkan barang bawaanmu
Kalian menunggu di saat tengah malam tiba, kala penjaga sudah tertidur pulas
Lalu, kamu berdiri depan pintu menunggu Risa membuka kuncinya yang telah kalian curi diam-diam dari kamar pemilik tempat ini
Risa sudah mengoleskan oli sebanyak mungkin di gerendel pintu agar tak menimbulkan keributan
Sebelum engkau pergi, kalian berpelukan saling mengucapkan selamat tinggal
Kamu bertanya, mengapa Risa tak ikut denganmu
Namun ia menjawab, “Nanti kita ketahuan kabur, malah tambah parah kondisinya. Lagipula, aku tak tahu lagi akan tinggal di mana. Aku sudah terbiasa di sini.”
Ya ampun, dalam hatimu kamu berpikir mungkin Risa sudah kecanduan akan hal-hal semacam ini
Kamu bergidik mendengar ucapan Risa........
Kamu mengucapkan terima kasih banyak, lalu lari secepat mungkin menjauhi tempat terkutuk ini
Waktu itu sudah menunjukkan jam 2 malam, sebenarnya kamu pusing mau nginap di mana
Kalau tetap berkeliaran, salah salah kamu nanti kamu jatuh ke lubang yang sama
Tanpa sengaja, kamu bertemu dengan seorang ibu penyapu jalanan
Masya allah, dia masih bekerja menyapu jalanan hingga bersih dari sampah
Ibu itu menegurmu, apa yang sedang kamu lakukan di tengah pagi buta
Kamu menjelaskan kalau kamu baru saja lari dari rumah, dan sekarang mencari tempat tinggal
Ibu itu menawarkan rumahnya untuk kamu tinggali malam ini
Dia hanya tinggal berdua dengan anak ceweknya, masih kelas 6 SD
Kamu menyetujui ajakannya, berharap semoga kali ini orang baik-baik
Kamu berjalan beriringan dengan sang ibu, beliau mendorong gerobak sampahnya
Baru berapa menit berlalu, sampailah kamu di sebuah gubuk reyot, atapnya pun bolong-bolong
Ibu itu meminta maaf akan kondisi rumahnya, dan mempersilahkanmu masuk
Kamu berkenalan denga putri semata wayangnya, dan menaruh barang bawaanmu
Malam itu kamu tertidur beralaskan dipan, dan tasmu sebagai bantalannnya
Saat pagi menyapamu, kamu terbangun mendapatkan si ibu sudah berangkat kerja
Hanya kamu dan anaknya yang berada di rumah, hari itu Minggu si anak tidak sekolah
Kalian bermain bersama, lalu tiba-tiba saja teringat akan rumah nenekmu yang tak jauh dari situ
Namun, kamu lupa tempat tepatnya, kamu meminta tolong ditunjukkan jalan oleh anak si ibu
Gadis kecil itu bersedia mengantarkanmu, kalian berjalan bersama
Lalu, sampailah kamu di gerbang rumah bercat biru, tempat yang kau maksudkan
Kamu mengucapkan terima kasih kepada anak itu, dan menitipkan salam kepada si ibu
Anak itu tersenyum dan melambaikan tangannya
Kamu membunyikan bel yang tergantung di dekat pagar
Tak lama, penjaga rumah keluar, membukakanmu pintu, dan menyuruhmu duduk di ruang tamu
Kamu hanya perlu menunggu sebentar untuk seorang berbadan agak bungkuk, langkah yang mulai memelan, berambut putih, namun tetap menunjukkan raut muka penuh semangat
Ya, orang itu nenekmu
Setelah tak berjumpa sekian lama, kamu merasakn kerinduan yang luar biasa
Kamu memeluknya erat, menangis, mencurahkan segalanya padanya
Air matamu deras membanjiri pipi, kamu meluapkan semua kesedihan yang kamu rasakan
Pertengkaran orang tuamu, kejadian saat malam itu, kehidupanmu di tempat laknat itu, semuanya
Dan nenekmu dengan setia mendengarkan
Setelah selesai kamu berbicara, nenekmu hanya menyuruhmu tabah dan sabar
Memang kamu terlalu muda menanggung semua itu, kala itu kamu masih 15 tahun
Kamu disuruh olehnya beristirahat
Ia mengerti akan kesedihanmu, dan beliau mengusulkan kamu untuk tetap melanjutkan sekolah
Kamu masih 15 tahun, kelas 1 SMA
Masih ada 2 tahun menempuh pendidikan di jenjang SMA
Dan jadilah, kamu melanjutkan pendidikanmu di sebuah sekolah sederhana dekat rumah
Kamu sangat giat belajar, berusaha memberikan yang terbaik kepada sang nenek
Ada satu guru yang sudah menemukan potensimu
Guru bahasa Indonesia.
Ya, beliau menemukan jiwa-jiwa sastrawati pada dirimu
Kamu bisa menjadi salah seorang diantara mereka
Para sastrawati itu.....
Kamu didukung olehnya, berusaha menjadikanmu seorang yang berguna
Kamu bisa menjadi sosok seperti Nh.Dini
Dengan dukungan gurumu itu, memberimu semangat
Kamu kerap menulis puisi, cerpen, juga syair
Mencoba merangkaikan kata demi kata
Nenekmu membelikanmu kamus besar bahasa indonesia, sebagai tanda mendukung aktivitasmu
Di rumah, kamu menekuni kamus tebal itu, sinonim, buku puisi, seluruh buku sastra lamamu
Berusaha mencari kata indah yang jarang digunakan orang
Juga mencari inspirasi demi karya-karyamu
Tak hanya puisi dan syair yang kamu tuliskan
Cerpen remaja juga, kamu bahkan mencoba mengirimkannya ke majalah
Beruntungnya, cerpen kamu diterima
Uang yang kamu terima, menjadi penghasilan pertamamu
Berita ini kamu sampaikan kepada nenekmu juga ibu guru bahasa indonesiamu
Kedua wanita itu tersenyum senang mendengar kabar itu
Iseng, kamu mencoba lagi mengirimkan puisimu ke sebuah koran
Lagi-lagi, datang amplop berisi uang dialamatkan ke rumahmu
Dengan semua itu, kamu semakin yakin akan kemampuanmu
Apalagi dengan dukungan orang-orang di sekitarmu
Teman-teman kamu, nenek, guru-guru kamu
Semua mendukungmu.....
Akhirnya kamu lulus di SMA itu dengan nilai bahasa Indonesia yang sangat menonjol
Tertinggi di sekolahmu, kamu memang sangat menyukai pelajaran satu itu
Bukan berarti, kamu mengesampingkan pelajaran yang lain, nilai lain kamu juga memuaskan
Kamu meneruskan kuliah di jurusan sastra
Setelah 4 tahun menimba ilmu, kamu lulus kuliah
Karya-karya sastramu masih saja lolos di media cetak
Kumpulan puisimu, syair juga cerpenmu semua menumpuk di komputermu
Belum lagi yang kau tuliskan dengan tangan
Timbullah idemu untuk menyatukan kumpulan puisimu dan mencoba untuk menerbitkannya
Setelah 3 bulan menunggu khabar dari penerbit, datanglah pak pos dengan selembar amplop putih di tangannya
Kamu menyambut pak pos itu dengan senyum, memegang surat itu diliputi sejuta rasa penasaran
Tanganmu yang putih mulai merobek amplop, dan mengeluarkan sehelai kertas yang terdapat di situ
Kamu membacanya secara perlahan, dan kamu menjerit kegirangan
PUISI kamu LOLOS! Kumpulan puisimu akan diterbitkan!
Sungguh kebahagiaan yang tak terhingga menghinggapimu
Kamu pun melanjutkan hidupmu, dan bergelut di dunia sastra
Kini, kamu menjadi sastrawati yang terkenal....

Aku tersenyum sendiri mengingat sosok gadis kecil itu
Begitu banyak cobaan yang menderanya
Namun semua itu berbuah kesuksesan dan keberhasilan
Ia tak menoleh ke belakang, tak mengingat masa kecilnya yang suram
Ia pun tak jatuh lantas putus asa dengan semua masalahnya
Makin terkagum diriku mengingat bahwa sesungguhnya........
Sosok gadis cilik berkacamata itu adalah AKU.

Galau

Oleh: Nadia Almira Sagitta

Dengan mudahnya wanita itu berpaling.........
Seakan waktu itu tak pernah terjadi
Dia seakan melupakan semuanya
Mungkin memang hanya sebentar saja waktuku bersamanya
Hanya saja, mengingat semua kenangan itu membuat hatiku pedih
Saat aku dibuatnya galau
Saat aku diberi hadiah darinya
Hanya sebuah buku puisi kesukaannya, tapi sangat bermakna bagiku
Saat wajahnya senantiasa menghiasi tiap aktivitasku
Saat aku berbincang dengannya, rasa deg-deganku
Saat aku pulang sekolah bersamanya
Tawa kami, canda kami, pembicaraan kami
Seolah tak mengenal umur dan statusnya sebagai kakak kelasku
Aku........menyukainya
Tapi, tadi aku melihat dirinya
Diantar pulang oleh seorang lelaki
Mereka tampak asyik berbicara, sesekali ia tersenyum malu-malu
Ketika kulihat tatapan cowok itu terhadap dia, si pujaan hatiku
Kutemukan satu rasa di sana, ada tatapan cinta di antara mereka
Ya, mereka terlihat begitu bahagia.......
Aku merasa dibuang, tak dianggap
Kegalauan itu kembali merayapiku
Hari-hariku kosong tanpanya
Rasa cemburuku tiap aku melihat dirinya
Terlalu pusing aku untuk memikirkan semua ini
Ingin rasanya aku berbagi cerita kepada seorang kawan
Namun semua ini berantakan di kepalaku, entah aku harus memulai dari mana
Dan kini, aku terduduk menyambut hujan
Rintik air yang kian cepat membasahi diriku membuat diriku sedikit terhibur
Seakan semua masalahku terluapkan di sini
Sobat kentalku menghampiriku, dan menghiburku
Katanya, tak usahlah aku bersedih, apalagi hanya gara-gara cinta
Aku merenungi kata-katanya
Menemukan satu jawaban di sana
Cinta....
Terkadang membuat kita senang, terkadang membuat kita sedih
Cinta itu membingungkan dan buram.....
Cinta, satu kata penuh rahasia.

Thanks to: Film Cinta = Cindolo Na Tape, inspires me. haha

Hening

Oleh: Nadia Almira Sagitta

Hening
Tak ada tawa ataupun percakapan
Yang terdengar hanyalah deru mobil, klakson bersahut-sahutan
Ditemani alunan lagu dari radio
Semuanya tenggelam dalam pikiran masing-masing