Tuesday, February 9, 2016

Selasa yang menangis

Selasa pagi yang mendung.
Ning menemuiku di kantin kampus. Kami bertukar cerita liburan dan menyisipkan curahan hati sembari menunggu hujan reda. Karena tidak tampak tanda hujan akan berhenti, kami nekat menembus hujan berbekal payung kecil dan membiarkan bawahan dan sepatu kami basah. Kami menuju tujuan yang sama, yakni ruang dosen.

Selasa siang yang muram.
"Dosennya tidak bisa ditemui jika belum bikin janji, nih."
"Ya sudah, kamu SMS beliau dan kita tunggu dua puluh menit lagi."
Seorang laki-laki masuk gedung dan beberapa kali melempar pandang ke arah kami. Baru saja aku ingin bertanya, "Ning, itu kawanmu?", ternyata lelaki itu menyapa.
"Ina? Ina, kan?" sapanya sambil menunjukku.
"Iya. Eh, kakak?" ucapku tak percaya. Perawakanmu berbeda, aku sampai tidak mengenali. Ke mana saja kau selama berbulan-bulan? Dan kali ini, kulihat kau tak sendiri. Ada perempuan bersamamu.
"Ina..."
"Ai!" Aku segera bangkit dari duduk dan menyalami Ai yang tampak manis, seperti biasa.
"Ai, kamu apa kabar? Lama tidak berjumpa." Kutampakkan senyum paling manis yang kupunya. Ada wajah yang sedang berkamuflase. Wajah yang tampak bahagia dan baik-baik saja. Padahal...
"Iya, alhamdulillah baik. Sedang skripsi juga?"
"Ya, kita sama."
"Eh, kalian saling kenal?"
"Oh iya, dia senior aku dulu." Segera kulirik dirimu dan kau tampak menundukkan muka. Kenapa? "Omong-omong, kalian ngapain di sini?
"Iya, Na, si Ai belanja mata kuliah. Saya menemani sekalian ingin silaturahmi ke dosennya."
Kau menyarankan Ai mengambil mata kuliah itu?
--

"Ina, saya ingin mencoba kuliah di fakultasmu. Rencananya ambil ini dan itu. Kamu ada saran dosen?"
"Sesaat lagi saya kabari, ya."
Klik.
Aku ingat percakapan 27 detik kita. Aku ingat siapa yang kuhubungi demi mendapatkan jawaban untukmu. Aku ingat semuanya, entah kamu.
--

"Oh, Ai belanja mata kuliah itu, toh. Kau sendiri apa kabar, kak? Lanjut kuliah, kan?"
"Iya, saya kuliah lagi."
"Oh, oke. Ya udah, sampai nanti, ya." (Bodoh kau, mengapa kau terkesan mengusir?)
"Oke, Ina. Kami duluan, ya."

Kau berbalik. Menyisakan balik punggung yang entah kapan kulihat lagi.
"Kak, sukses ya kuliahnya!"
Berbaliklah, sebentar saja. Lihat aku, sekilas saja. 
Tapi tidak, kau hanya menyampingkan tubuh dan mengayunkan tangan, "Iya, Na, terima kasih."
Kemudian berlalulah engkau di balik pintu. Kutanya diri sendiri, "Benarkah aku baik-baik saja?"
--

You're breaking my heart, you're breaking my heart
Don't tell me that we will never be together...

No comments:

Post a Comment