Siang itu di foodcourt sebuah mal. Aku mengutak-atik ponsel dan mengecek medsos satu per satu. Kutemukan dirimu lalu aku berhenti. Dadaku serasa ditekan godam secara tiba-tiba dan napas mendadak sesak. Andaikata aku sendiri, mungkin air mataku kubiarkan mengaliri pipi tanpa harus kutahan-tahan seperti ini.
Kalau aku minta kamunya pergi, boleh?
Kalau aku minta kamunya berhenti, bisa?
Tapi sayangnya, aku nggak berani minta itu semua
Karena aku yang nggak mau.
Kita seperti naik bianglala, kau tahu?
Kau membelikan tiket, aku ikut saja
Berputar-putar di udara tanpa ada niatan turun menjejak bumi
Kau terus dan terus membeli tiket agar kita tidak perlu turun
Lebih menyenangkan begini, katamu
Lebih bebas seperti ini, lepas dari kewajiban untuk sesaat
Aku...yang sedari mula manut saja, manggut-manggut
Sampai waktunya aku mulai lelah dan pusing
Berputar-putar tanpa tujuan itu melelahkan
Bahkan bersama kamu
Ternyata tidak juga mengusir pusing dan lelahku
Ingin kuajak kau turun, tetapi aku tidak berani
Toh, kau yang membelikanku tiket
Tapi, aku harus turun
Bisa mabuk aku bila seperti ini melulu
"Aku mau turun."
"Kenapa? Di sini saja bersamaku."
"Sudah dua jam kita di sini. Mau berapa putaran lagi?"
"Lihat nanti, ya. Aku belum mau turun."
"Kau selalu begitu. Kau lari dari tanggung jawab, kau tahu?"
Kau diam. Aku terus mencerocos.
"Kenapa? Masih banyak kewajiban yang mesti kau dan aku tunaikan, tetapi kenapa kau bawa aku lari ke sini? Aku mau turun."
Lalu kau memberiku jawaban yang sudah kuduga sedari mula.
"Ya sudah kalau maumu begitu. Silakan turun duluan. Maaf tidak bisa menemani pulang ke rumah."
Setelah melewati beberapa ya sudah, aku turun. Acapkali kau mengajakku ke arena bianglala, kau selalu saja diam dan berdalih belum mau atau belum siap ketika kuajak turun. Lantas, mengapa membawaku sejauh ini?
Luv,
Nadia Almira Sagitta
No comments:
Post a Comment