Bukan cara seperti ini yang kuinginkan. Aku tak pernah mengira akan larut dalam hal-hal kecil semacam ini lagi. Mengulang masa kelam bernuansa merah jambu. Padahal, inginnya aku bertemu masa terang, cerah, chiaro.
Kau datang dan mengisi ruang kosong. Pada mulanya kubiarkan saja. Toh, tempat itu terbuka untuk umum. Semua bebas berlalu-lalang, singgah, lalu pergi. Sampai pada suatu ketika, kau genggam tanganku, menawarkan sebongkah kenyamanan juga keceriaan. Aku ikut saja, aku hanya ingin tahu bagaimana akhirnya. Akan kau bawa ke muara manakah daku.
Aku tak pernah tahu akan seperti apa akhirnya. Apakah airnya akan tenang atau berombak? Apakah kita berhenti di sebuah waduk atau jatuh menurun pada air terjun? Kita tak pernah tahu.
Parahnya, aku percaya saja arah tujuanmu tanpa tahu apakah kau sudah benar-benar menentukan arah. Kurasa, itulah yang dinamakan kepercayaan. Tapi itu bodoh sekali. Kukorbankan diri pada sesuatu yang belum pasti. Hanya bermodalkan rasa percaya pada dirimu, kuikuti gerak permainanmu. Aku percaya kau tak akan menyakitiku.
But, is that true? That you wouldn't hurt me?
Entahlah. Satu yang pasti, jika aku merasa sakit, hal itu tidaklah lain dari kebodohanku belaka. Kau tidak pernah memintaku untuk percaya. Kau tidak pernah menawarkan gambaran-gambaran indah masa depan padaku. Kau tidak memintaku untuk mengikutimu.
Seseorang pernah berkata padaku, "Let it flow, but set the stream you are following to." Aku masih bingung apakah tetap berada di perahu atau berenang kembali ke hulu. Hilirnya tak jelas, aku takut. Ada rasa takut juga tertantang dan penasaran yang menghinggapiku. Di satu sisi, aku tak ingin menambah luka gores pada sekujur badanku bila pada akhirnya aku menabrak karang. Namun, di sisi lain, aku merasa aku tak akan pernah tahu keindahan yang ditawarkan di seberang sana bila bertahan di tempat semula. Aku...yah entahlah. Semoga saja sebentar lagi kutemukan keputusan itu.
No comments:
Post a Comment