Pagi tadi, tak seperti biasanya, aku nongkrong di dapur. Kulihat tante sedang memanaskan minyak dan membuat adonan.
"Mau masak apa, Tan?"
"Eh, Nadia. Ini, nih, mendoan."
"Wiiih, caranya gimana?"
Mengalirlah percakapan soal bumbu-bumbu. Heh, tumben sekali aku penasaran pada bumbu masakan. Boro-boro, dulu mah aku ke dapur cuma mencicipi makanan lalu ngacir ke ruang televisi. Kemudian, datanglah ayah yang tampaknya baru selesai mandi. Lalu disusul omku. Ayah membuat kopi, om sarapan, tante masih menggoreng, dan aku masih setia memperhatikan penggorengan yang kini berisi tempe. Kami berkumpul di dapur membicarakan makanan dan hal-hal lain.
Tiba-tiba satu imajinasi berkelebat dalam pikirku. Mungkin nanti kita bisa begini. Aku dan kau di dapur, kau membuat teh atau kopi kesukaanmu, sedangkan aku menyiapkan empat tangkup roti isi. Dua kita lahap untuk sarapan dan dua lagi kita bawa ke tempat kerja. Sembari melakukan itu, kita bertukar senyum seperti biasa, berusaha menebarkan semangat pada satu sama lain. Momen sederhana favoritku.
Tahun-tahun berlalu, dapur yang semula sepi mulai diisi cekikikan anak kecil. Kau mengajari si kecil memotong-motong sayur. Aku--memakai celemek pemberianmu--berkutat dengan hidangan makan malam kita. Aku membayangkan kita bertiga tertawa lepas, entah menertawakan apa. Bahagia, yang kutahu.
Adakalanya pula, kau menghampiriku yang sedang mencuci piring di dapur lalu menyentuhkan dagumu di bahuku dan melingkarkan tangan di pinggangku. Tidak ada maksud apa-apa, kau hanya suka melihat ekspresi terkejutku. Kadang kau menambahkan, "Aku merindukanmu seharian di kantor." Jika sudah begitu, pipiku bersemu merah dan kukatakan, "Sama. Aku juga. Selalu."
--
Dapur. Kurasa ini akan menjadi salah satu tempat favoritku. Karena di situ, dapat kurasakan kehangatan sebuah keluarga. Ada senyum, cerita, kasih sayang, dan masakan seorang ibu. :)
Luv,
Nadia Almira Sagitta
No comments:
Post a Comment