(silaturahmi kala lebaran)
N: Psst, Ante Cam, mak tuo ini siapa?
C: Saudari nenek, entah dari mana. Dia ini mamak yang dituakan. Dulu, ada mak tuo laki-laki, tetapi sudah meninggal.
N: Oh...
N: Om, ini rumah siapa lagi yang didatangi?
R: Ini keluarganya nenek lagi. Om lupa silsilahnya, tetapi mereka satu kampung dan satu rumah gadang.
N: Rumah gadang itu besar, ya, Om?
R: Besar, lah. Rumah gadang nenek dulu ada sembilan ruangan.
N: Kamar, maksudnya?
R: Ruangan. Ada dapurnya masing-masing.
N: (Wah, gila. Besar banget, dong?)
O: Dulu om tinggal di Imam Bonjol sebelum kuliah.
N: Oh, ya? Om saudaranya nenek juga?
O: Jadi, bapak om itu keluarga sama uwo. Sekampung juga kami.
N: Sama ayahku berarti sepupu, lah, ya?
N: Om Ndi, kalau yang di Jabodetabek itu keluarga dari mana?
R: Itu...orangtuanya satu bapak sama nenek.
N: Oooooh, jauh, ya.
Gils. Lebaran ke Medan selalu menjadi lebaran terheboh yang kualami. Banyaaaaaak sekali keluarga. Ini masih yang di Medan, belum yang di kampung (Bukittinggi). Belum lagi yang tersebar di bagian Sumatra lain. Ampon. Keluargaku besar juga ternyata.
Keluarga ibuku rasa-rasanya tidak sebesar ini. Apa mungkin sistem kekerabatan di Jawa tidak seerat Minangkabau, ya? Di Minang, ada sistem bako dan ninik-mamak. (Terus hubungannya apa? Wkwk. sok tahu aku) Entahlah. Apa mungkin keluargaku saja yang jarang silaturahmi? ( -_-)
Cheers,
Nadia Almira Sagitta
No comments:
Post a Comment