Di Cafe Mawar tadi, ada dua ekor kucing. Satu berwarna putih dan satunya lagi hitam. Kucing hitam kecil berputar-putar di bawah rokku. Kadang dia ke kiri, kadang juga ke kanan. Nampaknya ia tertarik pada rok...atau kakiku. Sepertinya menggemaskan, ya, nyatanya tidak. Aku tidak begitu suka kucing. Kucing rumahan saja aku takut, apalagi kucing jalanan. Kembali ke kucing hitam tadi. Untuk mengalihkan perhatiannya (dari kakiku), aku memberinya potongan-potongan tulang ayam. Trikku berhasil untuk sementara. Setelah itu, ia kembali padaku. Kukira kucing ini baru saja kehilangan keluarga karena ia manja sekali. Aku bingung. Kau manja pada orang yang salah, Cing. Sayang, ia tidak punya pilihan. Hanya ada aku di sini sementara ia membutuhkan belas kasih manusia untuk mengisi perutnya yang lapar. Sigh. Kulemparkan lagi beberapa potong tulang beserta kulit ayam padanya. Buru-buru kutuntaskan makanku sebelum ia kembali lagi.
Melalui kucing hitam kecil tadi, aku tersadar. Saat mencintai seseorang, kita tak pernah peduli apakah ia mencintai kita juga atau tidak. Kita menemukan kenyamanan, lantas kita bertahan. Selama belum diusir, kita tetap berada di dekatnya. Mengaguminya sepuas yang kita mau. Cing, terima kasih atas pelajaran hari ini. :)
Cheers,
Nadia Almira Sagitta
Cerita sederhana, yang ada di sekitar kita, selalu bisa bernilai banyak. Terima kasih, Cing.
ReplyDelete