Friday, June 12, 2015

Diam-diam berpuisi

Kau memilih diam dibanding berdusta. Terkadang aku kagum dengan kegigihanmu menyimpan cerita. Selalu saja menumpuk kisah di dalam hati.

Kau diam saja ketika melangkah melewatiku. Kau tak pernah punya nyali untuk sekadar menyapaku. Mulanya kubiarkan saja, tetapi akhir-akhir ini aku gemas. Mengapa bibir itu terkatup saja? Apa sulitnya mengeja namaku yang hanya terdiri dari lima huruf? Aku tahu kau punya sesuatu untukku. Aku tahu kau menyimpan cerita tentangku di sarang pikiranmu. Aku pernah mendapatimu dua kali menatapku dari kejauhan. Kau menatapku lama sekali. Seolah ingin berkirim pesan melalui sepasang mata bola.
 
Kau pendiam juga misterius. Dua hal itu menimbulkan sejuta tanya di benakku, membuatku ingin mengenalimu lebih dalam. Aku sungguh ingin membacamu. Sayang, tak pernah kau suguhkan kata-kata berbalut perasaan dalam lisan maupun tulisan. Aku lalu hilang cara. 

Maka aku diam-diam saja di bilik ini. Banyak menulis dan membaca. Selama ini aku selalu menulis tentang kamu, tetapi tidak sekalipun dapat membaca kamu. Aku tidak tahu-menahu pribadi yang bersembunyi di balik sikap diam dan hening itu. Apakah kau sosok yang dingin, puitis, atau romantis. Aku tak tahu itu.
 
Membaca Jiwa dan Nanti pagi ini, aku terhenti di halaman kesembilan puluh. Ada sosok bernama Riana dalam masa lalu Jiwa. Riana dan Jiwa sempat berpacaran. Saling berpeluk mesra melalui rangkaian aksara yang ditukar setiap pagi.

Ada satu kata Riana yang aku suka, "Kau tahu apa yang aku suka dari penyair? Sesungguhnya bukan apa yang mereka tuliskan, melainkan apa yang mereka bisikkan. Kau menuliskan sesuatu melalui surat dan cerita. Kau membisikkan banyak hal ke telingaku melalui puisi."

Aku tak berkeberatan bila kau memilih diam, tetapi diam-diam begitu cerewet mendeskripsikan sosokku pada secarik kertas. Aku ingin tahu sudah berapa lembar tulisan tentangku yang kau tuliskan. Bagaimana bentuknya, puisi, prosa, ataukah drama? Atau hanya corat-coret tak beraturan di halaman kuarto putih? Aku ingin menjadi tokoh utama dalam setiap cerita yang selalu kau simpan sendiri. Sama sepertiku yang menjadikan dirimu tokoh utama dan terutama dalam setiap tarian penaku. 

Bila kau belum mulai menulisku, lakukanlah meski hanya sekali. Tulislah walaupun hanya tiga kata, sesingkat aku cinta kamu. Aku menunggu keberanianmu mengirimkan bait-bait kalimat itu padaku. Entah kini, entah nanti.

Luv,
Nadia Almira Sagitta

No comments:

Post a Comment