Friday, July 31, 2015

Kembalilah, Cinta

Rasulullah SAW bersabda,

"Ketahuilah sesungguhnya dalam jasad itu ada seonggok daging. Jika dia baik maka baiklah seluruhnya dan jika dia rusak maka rusaklah seluruhnya. Seonggok daging itu ialah hati". (HR Bukhari)

Aku mulai menemukan kebenaran hadis ini. Well, hadis-hadis sahih tentu benar adanya, maksudku aku telah menemukan refleksinya pada diriku sendiri.

Jangan coba-coba bermain dengan hati. Sekali ia patah, berantakan pula hidupmu. Jangan menyakiti hati karena kau akan menghabiskan stok air mata diiringi rasa sesak di dada. Awalilah dengan baik, sikapi semuanya dengan sederhana. Jangan menambahkan harapan dan angan-angan yang jelas tak kau ketahui ujungnya. Bila kau temukan semuanya tak sesuai keinginan, hatimu 'kan tersayat. Bila belum kau temukan cahaya cinta dari kisahmu, kau 'kan dapati dirimu menangis atas ketidakpastian yang kau ciptakan sendiri. Jangan terlalu cinta. Jangan pernah terlalu mencintai seseorang.

Kau belum mematahkan anganku.
Tapi kau tentu tak tahu berapa kali air mataku mengalir hanya karena kau.

I do not love you, but I always will.

Menciptakan kebahagiaan, membuang jauh kesedihan. Hanya diri kita sendiri yang dapat mewujudkan semua itu. Kaulah yang tahu cara membahagiakan diri sendiri. Kaulah yang tahu mesti mengambil sikap apa. Bukan orang lain. Persetan dengan semua nasihat yang kau terima itu. Bila kau tak suka, jangan terima. Sayangnya, perlahan kau sadari nasihat-nasihat itu ada betulnya. Kau hanya terlalu buta oleh cinta yang semu.

Tahukah kau, Cinta, ia yang sejati tak akan membuatmu bersedih hati atas kegamangan tiada akhir. Bila aku membuatmu begitu, maafkan aku. Barangkali aku bukan yang sejati. Janganlah kau sampai rusak karenaku. Aku tidak ingin melihatmu terombang-ambing bahgia yang sifatnya sementara. 

Oh your hands can heal, your hands can bruise. I don't have a choice but I'd still choose you.

Kembalilah, Cinta. Kembalilah ke masa kau belum mengenal aku. Aku akan tetap memilihmu di masa mendatang, jadi jangan kau ragu. Pabila tiga empat tahun mendatang kau temukan aku ingkar janji, barangkali Allah ingin membuktikan pada kita bahwa takdir-Nyalah yang berkuasa. Kita hanya manusia yang tak punya daya untuk mengubah nasib sesuai harap kita. Manusia hanya bisa berencana dan berusaha, namun hasil akhir tetaplah keputusan dari-Nya. Jika itu terjadi, jangan bersikukuh mempertahankan rasa. Go, find your new one.

I wish you'd hold me when I turn my back. The less I give the more I get back. I do not love you, but I always will. (Poison & Wine, The Civil Wars)

Aku tidak akan mengucapkan selamat tinggal karena aku yakin kita akan bertemu lagi.  

Sampai jumpa, Cinta.

Lots of love,
Nadia Almira Sagitta

Thursday, July 30, 2015

Finally found you

Aku masih ingat pertemuan pertama kita. Canggung. Secara kita tak pernah berbincang sebelumnya. We refuse to see each other's eye. Terlalu malu. Obrolan kita singkat saja dan tidak ada maksud apa-apa, tetapi aku merasakan sesuatu yang tak dapat kudefinisikan. Yang aku tahu, aku tersenyum selepas perjumpaan itu.

Somehow I know I've waited my whole life to see
You standing there
With the wind in your hair
 
Suatu ketika, aku melihatmu tampil berbeda dari biasanya. Kau berdiri jauh dariku, tetapi sosokmu cukup jelas untuk ditangkap retinaku. Beku. Aku terkesiap saat melihatmu. Terpesona, mungkin? Aku segera memalingkan pandangan dan tersenyum lebaaaar sekali.
 
Dia, tangan dia yang mau kugenggam saat berjalan bersama
Dia, lengan dia yang mau kugandeng erat saat menghadiri segala pesta
Dia, langkah dia yang ingin kusejajarkan dengan langkahku
Dia, senyum dia yang ingin kulihat setiap hari untuk mengerti arti bahagia
Dia, candaan dia yang ingin kunikmati saat hidup memberiku banyak duka
Dia, suara dia yang ingin kudengar saat aku terbangun dan memejamkan mata
Dia, sosok dia yang ingin kujadikan pasangan hidup sehidup-seakhirat-selamanya
 
Dia, diaku itu kamu.

Hey I finally found you
I been dreaming about you
You are the boy that's been running around in my dreams

(Tyrone Walls)

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Maunya sevisi

N: Tahu nggak, sih, aku kepikiran sesuatu.
F: Apa?
N: Tentang dia. Ngngng... tahu, ah. Ngerasa aja rencana masa depanku bakal berubah total kalau aku sama dia. Aduh, kenapa aku nggak jatuh cinta sama yang lain aja, ya?
F: Eh, jangan gitu.
T: Iya, jangan. Biasanya malah dapat orang nggak kamu mau.
N: Ya, nggak apa-apa juga, sih. Toh, aku suka yang ini. Dia cuma nggak meet my standard aja. Aku maunya sama orang yang begini, begini, dan begitu.
T: Yeeeee, itu mah kiri-kanan oke!
N: Hahaha! Yha... 

Hidup jangan serius-serius amatlah, Jeung. Dibawa santai aja. :)

*eh, tetapi nikah nggak bisa hanya modal cinta. Cari yang beneran sevisi sama kamu. Yang bisa dukung mimpi-mimpi kamu gitulah. Good luck ya finding the one!

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Wednesday, July 29, 2015

Rekan Kerja

D: Aku habis berantem sama dia. Ngamuk.
N: Loh, kenapa?
D: Susah, deh, kalau begini. Kenapa harus jadi rekan kerja, sih? Huhu. </3
N: Ahahah, kalian kenapa, sih? Bukannya baru kemarin berdebat lagi?
D: Iya, nih. :(

Hahahhaa. Sulit, ya, satu divisi dengan si dia. Bawaannya mau berantem melulu kalau tidak sepaham. 

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Keep in touch

Sejauh apa pun jarak yang membentang di antara kita nanti, tetap saling memberi kabar, oke? Maaf bila aku terkesan melankolis. Aku terbawa suasana lagu "We Keep In Touch, Okay?" dari film Love, Rosie. Tetaplah menjadi kawanku walaupun nanti suasananya jelas berbeda, kesibukan kita berbeda, dan lingkungan kita pun tak lagi sama. Tetaplah menjadi kawan meskipun waktu dan keadaan membuat segala-galanya awkward dan tak biasa. Bisa jadi ada di antara kita yang menikah duluan. Bisa jadi salah seorang di antara kita sibuk membahagiakan pasangan masing-masing dan kita pun saling melupakan. Sama seperti Alex dan Rosie. Juga sama seperti Dexter dan Emma.

Jika itu terjadi, tentu aku akan bersedih karena merasa kehilangan. Akan tetapi, kalau mau nikah, nikah saja. Habis perkara. Aku tak lagi peduli siapa menikah dengan siapa. Yang kupedulikan hanya perkawanan kita. Itu saja. Tidak lebih.

Salam,
Nadia Almira Sagitta

I'm beginning to see the light

I never cared much for moonlit skies
I never wink back at fireflies
But now that the stars are in your eyes
I'm beginning to see the light
I never went in for afterglow
Or candlelight on the mistletoe
But now when you turn the lamp down low
I'm beginning to see the light
Used to ramble through the park
Shadowboxing in the dark
Then you came and caused a spark
That's a four-alarm fire now
I never made love by lantern-shine
I never saw rainbows in my wine
But now that your lips are burning mine
I'm beginning to see the light

(Kelly Rowland)

Yea, yea, you came and caused a spark in my life.

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Monday, July 27, 2015

Wara-wiri persiapan

Tadi aku bercerita dengan sahabatku. Ia menceritakan proses-menuju-nikahnya yang lagi-lagi terhambat. Niat sucinya baru dapat terwujud selepas lulus, insyaaAllah. Padahal proses mereka sudah dimulai sejak lama dan ingin mereka akhiri dengan bahagia dan segera. Kau tentu dapat membayangkan betapa menyedihkannya berita ini. 

Ternyata, proses-menuju-nikah itu tidaklah mudah. Pertama, mesti wara-wiri mencari sosok si dia, kedua wara-wiri lagi memperoleh restu orangtua, ketiga sibuk sana-sini mempersiapkan segala detail acara resepsi, keempat...menghadapi pernikahan itu sendiri.

I got an advice from my bestie, "Selalu pikirkan kemungkinan terburuk. Bahagia itu pasti, tetapi apakah kita siap menghadapi kemungkinan terburuk itu? Marriage isn't all about happiness, baby."

I'm still on the stage one. Haha, itu juga belum nemu. Eh, belum mau nemu, sih, maksudnya. Ng, maksudku pengin nemu sekarang, tetapi nggak pengin ngejalanin sekarang. Eh, apa sih! Nggak jelas banget. Huh, abaikan. 

"Umur kamu berapa? Menuju 21? Wajar, sih, kalau kepikiran soal pernikahan. Emang masanya. Sudah bukan waktunya pacaran sana-sini. Kita, kan, maunya diseriusin." Azeggg.

Ya gitu, deh. :)))

Salam,
Nadia Almira Sagitta

Kalau memang niat

Kalau memang niat, pasti kau bisa. 

Kalau berniat lulus sesegera mungkin, pasti kau bisa.
Kalau berniat jadi wisudawan terbaik, pasti kau bisa.
Kalau berniat mengejar S-2, pasti kau bisa.
Kalau berniat belajar masak, pasti kau bisa.
Kalau berniat menjadi pribadi yang hemat, pasti kau bisa.
Kalau berniat melupakan seseorang, kau pun pasti bisa.

Semuanya pasti bisa
asal kau niat.

Jika niat itu belum kau pancangkan dengan kuat, sia-sialah semua. Semua hanya jadi wacana yang ribut dalam pikiranmu.

...dan dia pun masih akan tetap tinggal dalam batinmu.

Sunday, July 26, 2015

Ada Kita

Ada sunyi di antara jarak
Ada jarak di antara kita

Ada rindu di tengah cinta
Ada cinta di pikiran kita

Ada sekumpulan insan yang menyimpan rahasia
Ada kita di antara mereka

Rahasia itu bernama cinta
Sesuatu yang kita akui keberadaannya
Juga kita alami berdua

Tapi tak pernah ada mufakat
Antara kita
Mengenai cinta
Dan kesepakatan
Untuk hidup
Bersama 

Kita begini-begini saja
Membiarkan diri untuk dicaci
Makhluk-makhluk Tuhan
Karena melakukan kesalahan
Yang dianggap sederhana
Padahal sejatinya luar biasa

Kita begini-begini saja
Membiarkan hati cabik terkoyak
Dalam ketidakjelasan rencana
Dalam kehampaan terka dan kira

Masih bisakah hal ini kusebut cinta
alih-alih rasa nyaman yang berlindung di
balik tirai dosa?

Saturday, July 25, 2015

Cahaya, An-Nuur

"Tak perlu ada adegan saling tunggu, bukan? Yang perlu kita lakukan hanyalah belajar saling melepaskan." (Kang Abay)

"Kau tahu? Kau hanya terlalu khawatir akan masa depan. Apalagi perihal jodoh yang tak kita ketahui tanda-tandanya. Percayalah, Allah punya rencana terbaik. Jangan kau ragukan rencana-Nya." (Dey)

Teman,
Hari ini aku bertemu seseorang. Kami mengobrol lama sekali. Ia sejurusan denganku, tetapi berasal dari universitas lain. Ia punya rencana studi yang mirip denganku yakni melanjutkan pendidikan hingga ke jenjang doktor. Kami berbincang mengenai universitas impian, spesifikasi jurusan, keadaan kampus, dan semacamnya. Tak butuh waktu lama untuk mengidentifikasi lingkup pergaulan pria ini. Ia satu lingkaran denganku. Akademisi, boleh kau katakan.

Memang mudah kecenderungan merayap ke permukaan apabila kita temukan hal-hal yang serupa. Sebentar, kau sangka aku jatuh cinta padanya? Tidak, terlalu dini bila kukatakan aku menyukainya. Aku sekadar bahagia karena mendapat kawan baru. Panggil ia kawan diskusi yang hilang. Sebabnya tak kutemukan kawan diskusi seperti ia di kampus kuning. Aku sok tahu sekali, ya, padahal tadi baru kali pertama bertukar sapa.

Kecenderungan mudah merayap apabila kita temukan hal-hal yang serupa. Apa yang mengikatku padamu? Ah ya, kurasa itu. Akan tetapi, dua hari lalu temanku bercerita mengenai kawannya. Kawan temanku ternyata mirip dengan kau. Akhirnya kusadari, tipe macam kau tak hanya satu. Lingkup pergaulanku saja yang sempit dan hanya mengenal dikau.

Dalam langkah pulangku, aku memikirkan banyak hal. Kau, dia, impian-impianku, probabilitas masa depan, dan lain-lain. Semua begitu rumitnya hingga ada air mata yang terdesak keluar.  

Aku mencintaimu, masih utuh hingga kini. Aku mencintaimu walaupun aku tahu ada kemungkinan untuk menyesuaikan ulang mimpi besarku. Aku tahu risiko dari mencintaimu. Ini salah satunya. Aku bingung menghadapi keinginan-keinginanku. Apakah kau tahu, memiliki keluarga akademisi adalah impianku sejak awal mula perkuliahan. Aku ingin memiliki kawan diskusi setiap pagi dan sore, aku menginginkan seseorang yang memahami dan mendukung segala aktivitasku, aku ingin membuat suatu karya bersama, aku ingin kita tenggelam dalam lembar jawaban murid didik kita berdua. Berbincang dengannya membuatku membuang jauh suara hatiku. I don't want to adjust my dream just for being with you. Semua akan terasa lebih mudah bila aku berpasangan dengan seseorang yang jelas sevisi dan semisi. Seseorang yang bisa mengajakku menjalani mimpi bersama. Perlahan, bayangmu pupus dan hilang seutuhnya dari khayalan idealku. Tak ada kau di sana. Tak ada kau di masa depanku. Apakah memang bukan kau?

Kubolak-balik lembar mushaf satu-satunya yang kutemukan di Masjid UI dengan gelisah.

Allah, please talk to me.

Tangan dan tatapanku terhenti di surat An-Nuur ayat 31, "Katakanlah kepada wanita yang beriman: 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya...'"

Terus berlanjut hingga ke ayat 32, "'Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.'"

Semuanya berputar di menjaga kesucian, bukan? Jaga izzah, jaga iffah. Jaga pandangan. Sigh. Sesak rasanya. Aku menangis sampai lelah. Sampai lepas semua keraguan. Sampai luruh segala dan beralih pasrah. Jika memang yang ini bukan untukku, I'm ready to start all over again. Nggak apa-apa dari awal lagi. Nggak apa-apa move on lagi. Bukankah jatuh cinta selalu indah? Proses bangkit dan melupakan saja yang pedih tak terkira. Akan tetapi, rasa sakit itu hanya sementara, bukan?

UI atau bukan UI
Sastra atau bukan sastra
Kau atau bukan kau
Selama ia jodoh yang didatangkan Allah untukku
Kuterima saja dengan sepenuh hati
Aku tahu, aku yakin, tangan-tangan Allah sudah merencanakan semuanya
Andaikata aku tak jadi menggapai mimpi sesuai rencana awalku
Pasti ada substitusi mimpi dari-Nya yang jauh lebih sempurna
Atau mungkin mimpiku ditunda untuk beberapa tahun
Demi membuahkan hasil yang tak kuduga-duga
Pasti ada jalan, pasti ada pintu untuk mengaktualisasi diri

I'm ready to start all over again...

"Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (An-Nuur: 35)

Allah, please guide me. Show me the straight path.

Salam,
Nadia Almira Sagitta

Friday, July 24, 2015

Kebetulan

Di pesawat tadi, aku tidur lamaaaaaa sekali. Gagallah rencanaku membaca buku. Hehe. Bosan tidur, aku memerhatikan penumpang di sebelahku. Ialah seorang nenek dan cucunya. Di tengah-tengah perjalanan, aku mengajaknya bercerita.

N: Ibu asli Medan?
I: Iya, dari Perbaungan. Ini ke Jakarta mau nengok anak saya di (...)
N: Wah, asyik ya, Bu, ketemu anak di sana. Tadi saya kira ibu orang Jawa. Agak medok gitu.
I: Oh, bukan. Saya asli Medan, tetapi saya punya menantu orang Jogja, Sleman.
N: Oh, ya? Waaaah, saya orang Jogja. Sleman juga, Bu.

Saat nenek itu menyebut nama tempat tinggal anaknya, aku tertegun. Itu, kan, daerah tempat tinggalmu. Apalagi saat beliau mengaku punya menantu orang Sleman. They could be us... Percakapan ini terjadi sesaat setelah aku memikirkanmu dalam tidurku. Entahlah, Allah tahu saja cara membuatku bahagia.

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Thursday, July 23, 2015

Liburan Medan 2015

Liburanku ke Medan sungguh singkat sekali. Tak terasa besok daku harus kembali ke tanah rantau. Kembali menghadapi kewajiban yang belum tuntas. Dalam liburan dua belas hari ini, aku tak mengunjungi banyak tempat seperti tahun lalu. Aku bahkan tak ke Galeri Rahmat--museum margasatwa yang rutin kukunjungi tiap ke sini.

Hal yang berbeda dari liburan tahun-tahun lalu adalah fokusku. Bila kemarin fokusku ke tempat wisata, kali ini aku berfokus kepada pengenalan keluarga. Bukan, bukan dua keluarga. Perjalanan ke sana masih jauuuuuh. :v
 
Aku mulai mengenal hubungan kerabat uwo, nenek, om, dan tante yang kukunjungi. Setidaknya, aku tahu ada keluargaku di Jabodetabek dan sekitaran Sumatera. Setidaknya, aku tahu rumah gadang keluarga nenekku dahulu benar-benar gadang. Setidaknya, aku tahu penggunaan panggilan mak tuo, pak tuo, om, dan tante. Setidaknya, aku tahu sistem kekerabatan orang Minang benar-benar erat, dimulai dari satu kampung, satu rumah gadang, satu mamak, dan lain-lain. Setidaknya, aku tahu aku punya marga Minang. Wah, banyak sekali hal yang bisa kupelajari. Not to mention, aku belajar dekat dengan anak-anak.

Ah, tetapi targetku tak tercapai, nih. Belajar masak. Boro-boro masak, aku ngerepotin orang aja bisanya. Wakaka, inilah anak kuliahan. Terbebas dari tanah rantau, inginnya bermalas-malasan sepanjang hari. Maunya dimanja. Maunya jalan-jalan. Waduh, maaf kepada om dan tante yang merasa direpotin. Nggak, kan? Aku, kan, hiburan. :p  

Terima kasih, Nenek, Om, Tante, dan krucil-krucilku. Makasih udah ngajak Nad nostalgia ke Es Krim Ria, nraktir Martabak Mesir, nemenin ke Istana Maimun dan Masjid Raya, ngebeliin kerudung, nraktir makan siang sekaligus nemenin jalan-jalan di Centre Point, ngenalin aku ke Ummi Ihsan (si penulis buku itu), ngeboyong aku ke Lippo Plaza untuk makan es krim Fountain dan berfoto-foto, ngebeliin air tebu, nyuguhin masakan kesukaanku serupa rendang dan roti jala, ngajarin aku main sepak bola di PS 2, nraktir roti tisu, ngasih pengalaman salat Id yang super-terlambat (haha!), nanyain perihal jodoh (yang akhirnya buat aku kepancing dengan menceritakan kamu), ngasih angpau lebaran, serta utama dan terutama: terima kasih sudah mengajakku silaturahmi ke keluarga besar kita. ♡

Inilah dua belas hari yang mengesankan. Semoga lebaran tahun depan kita semua bisa berjumpa lagi. InsyaaAllah, kali ini akan kuajak serta Ayah, Bunda, dan Fira bersama! Semoga mereka mau. :)


Wednesday, July 22, 2015

Bola

Sepupuku, Rafa, sedang asyik bermain PS 2. Permainannya sepak bola.

N: Hei, kakak mau coba main, dong.
R: Nih pakai punya si Arqan, kak.
N: Kakak yang mana ini? Merah semua kausnya. Akak nggak bisa bedain.
R: Kakak yang merah polos.
N: Yang mana? Tak nampak bedanya. Ganti pemainlah.
R: Oke. Jadi kakak mau yang mana?
N: Apa aja asal jangan warna merah. Hm...yang ini, deh.
N: Bang, cemana maininnya? Terus, gawang akak yang mana?
R: Lari-lari ajalah, kak.

Hahaha, tentu tak mungkin lari-lari saja. Arqan menghampiri kami dan begitu saja merebut stik PS 2 dari tanganku.

R: Dek, kak Nadia baru main.
N: Biarlah, Bang. Akak lihat dulu aja.
R: Janganlah, kak. Nanti dia menang. Jago kali dia.
N: (dalam hati) Oh gitu, jadi kamu mau bertanding denganku karena aku belum jago. Hahaha iya juga, sih.

Kuperhatikan mereka sibuk menarikan jemarinya di atas tombol-tombol stik.

N: Dek, yang X buat apa?
R: Oper, kak.
N: Terus itu gimana tuh bikin jatuh orang?
A: Tekan yang bulat, kak.
A: Kalau yang petak buat ngegolin, kak.
N: Lah, beda ya? Kenapa ga tekan X aja?
R: Bedalah, kaaaak.
N: Oh oke. Kalau R1 itu buat apa? Ditekan mulu berulang kali.
R: Supaya lari kami cepat, kak.
N: Oke, oke.

Nol besar. Aku tak tahu apa-apa perihal bola. Hahahaha.

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Definisi Cantik +sisipan curhat

Hai, halo!

Tadi aku dari Centre Point, mal baru di Kota Medan ini. Hehe, aku ke sini karena diajak omku untuk makan siang. Yippie! \:D/

Mal ini ruar biasa besarnya pemirsa. Toko-tokonya pun didominasi oleh barang bermerk kelas tinggi. Aku mengelilingi mal ini sekilas saja. Tujuanku, kan, makan bukannya berbelanja. ( ._.)

Nah, setelah puas berkeliling, kami turun ke lantai terbawah tempat food court berada. Omku merekomendasikan Coffee Crowd--sebenarnya bukan rekomendasi karena enak, melainkan karena om dan tanteku baru mencoba stall itu. Hahahaha. Sebelumnya, aku singgah di The Body Shop karena hendak membeli toner tea tree. Well, aku tergoda dengan review-review cantik di luar sana mengenai toner, oil, dan night cream rangkaian tea tree TBS yang katanya mangkus membasmi jerawat. Okelah, worth to try. Toh, beberapa bulan ini aku juga memakai scrub, facial wash, dan clearing lotion dari produk yang sama. Yeay, benvenuto toner tea tree!

Keadaan Coffee Crowd sore tadi sesuai dengan namanya, crowded. Aku memesan Kwetiau Sapi Lada Hitam dan Ice Coffee Caramel Jelly. Gaya berat minum kopi padahal sehari-harinya terbilang jarang. Wkwk, soalnya aku hanya minum kopi di tempat-tempat yang terkenal dengan kopinya. Contohnya, Coffee Box Medan, Starbucks, dan Coffee Bean. Nah, frekuensi kedatanganku ke tempat-tempat macam itu, kan, dapat dihitung jari. Jadi, aku pun jarang minum kopi. Overall, penilaianku biasa aja, sih. Nothing so special, lah, about Coffee Crowd ini. Kopinya enak, tempatnya bagus, pilihan makanannya...biasa. Eh, barangkali snacks-nya enak, soalnya gambar di menunya terlihat menggoda gitu, sih. Cobain sendiri, gih. :9

Sepulangnya ke rumah, aku tak sabar mencoba toner tea tree yang baru saja kubeli. Berdasarkan informasi di internet, toner satu ini punya mattifying effect--yaitu efek kulit bebas kilap. Penting ini, mah, untuk kulit berminyak (sok dipenting-pentingin). Hahaha. Kenapa sih, Nad, heboh amat beli-beli skincare? Ya karena...mau tobat aja. Mau jadi perempuan yang cantik dan rajin memperhatikan kebersihan dan kondisi kulit. Bosan aja sama jerawat dan kulit kusam. Dan untuk sekarang, aku merasa harus memperhatikan kebersihan kulit wajah. Kenapa? Karena gadis manis-lugu-polos (haha!) ini mulai mengenal makeup, wahai saudara-saudari. Prokprokprok.

Beberapa hari ini aku tak lepas dari alas bedak, bedak, perona pipi, dan lipstik. (perona mata kadang-kadang, soalnya belum jago mengaplikasikannya). Entah aku mesti bersikap senang atau sedih dengan perubahan baruku ini. Positifnya, sih, aku merasa tambah cantik aja. Semua 'kekuranganku' tersamar dengan adanya makeup. Negatifnya, aku merasa seperti boneka berjalan. Dempul sana, dempul sini. Bolak-balik kamar mandi hanya untuk memperbaiki riasan dan mengalokasikan waktu lebih lama hanya untuk berdandan. Secara tak sadar, aku merasa tidak percaya diri bila hanya memakai bedak dan lipbalm. Ini buruk, sungguh! Dulu aku baik-baik saja dengan bedak tipisku dan lipbalm tak berwarnaku. Iiiih, makeup ternyata dapat mengikis kepercayaan dirimu, lho! Jangan keseringaaaan. I warn you. (/~<)/

Nah, efek dari penggunaan makeup itu...aku jadi membeli makeup remover yang wajib-kudu-mesti dipakai sebelum mencuci muka. Huft, aku merasa tambah ribet aja jadinya. Sebelum tidur, aku harus berkutat dengan kapas dan minyak. Sebelumnya tidak begitu. Dulu, kalau lupa cuci muka sebelum tidur mah selow ae. Sekarang kalau lupa cuci muka dengan makeup yang masih menempel, hm... coba saja beberapa hari. Pasti kau jerawatan setelahnya. ( -_-)

Apa definisi cantik? Tentu saja elok, rupawan, dan enak dipandang. Apa menjadi cantik berarti harus berbadan kurus, berkulit putih mulus, dan berambut halus bak sutra seperti yang media diktekan padamu? Tentu saja tidak harus. Jangan mau teperdaya oleh iklan-iklan televisi. Kau cantik dengan definisimu sendiri. Jangan pernah merasa tidak percaya diri karena fisikmu tak sesuai dengan definisi cantik di luar sana. Cantik itu dari hati. Kenal inner beauty dan outer beauty, kan? Boleh cantik fisik, tetapi jangan lupakan cantik batin. Jadilah pribadi berakhlak baik. :)

Lantas, mengapa aku bersusah-susah merawat wajahku? Apa aku juga termakan iklan? Tidak juga. Aku hanya berusaha merawat diriku. Diri ini, kan, amanah Allah. Masa kau biarkan ruwet-ribet-berantakan begitu saja? Tentu tidak, kan. Perihal makeup tadi, aku hanya iseng saja. Toh, aku tidak selalu memakainya. Aku tetap cantik, kok, dengan atau tanpa riasan. Intinya, lakukanlah apa yang membuatmu nyaman dan merasa elok dipandang. Kalau kau suka merias wajah, silakan saja selama tidak berlebihan dan keseringan. Nah, anggap saja kasusku tadi itu percobaan dan latihan iseng untuk ber-makeup di rumah kalau sudah... sudah apa? Ya, kalau sudah ada alasan berdandan di rumah. :p

Tulisan ini nggak jelas? Mohon ampun, Tuan dan Puan. Hamba hanya ingin berbagi kisah saja.

Salam,
Nadia Almira Sagitta

Cincin-cincin

Kini ada dua cincin di jemariku.

Satu cincin bunga mawar di jari manis kiriku
Satu lagi cincin bersimbol wanita di jari tengah kananku
Alasanku membeli cincin dan bahkan ingin mengoleksinya adalah
Aku tak cocok mengenakan perhiasan lain
Kalung? Tentu saja tak terlihat karena tersembunyi di balik jilbab
Anting-anting? Sama saja tak terlihat, lagipula aku tak bisa lagi memakai anting
Gelang? Lingkar tanganku terlalu mungil untuk ukuran gelang normal
Jadi, cincinlah satu-satunya perhiasanku

Alasan kedua mungkin karena
Aku ingin mengikatkan diriku pada sesuatu
Aku tahu memang tidak ada hal yang serius pada cincin-cincinku
Toh, aku yang membelinya
Aku sendiri pula yang mengenakannya
Tapi aku suka memandangi mereka lama-lama
Berkhayal suatu saat cincin-cincin itu kelak tergantikan oleh satu cincin
Pemberian orang lain
Yang ingin mengikatkan dirinya padaku
Dan aku pun rela mengikatkan diriku padanya

Selama cincin masa depan itu belum ada,
Kuhiasi saja jemariku dengan cincin-cincinku
Membiasakan jemariku terikat oleh cincin
Yang kelak akan menghiasi si manis seumur hidupnya.

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Menjadi Hebat

"Bersama laki-laki yang hebat, selalu ada perempuan luar biasa. Mereka tumbuh bersama dan saling memberi makna." (Fahd Pahdepie)

Ya. Aku tidak ingin menjadi perempuan hebat di balik layar. Di balikmu. Aku sungguh ingin menjadi hebat bersamamu. Aku menghebatkanmu, kau menghebatkanku. Mari menjadi pasangan yang hebat dan luar biasa! Bersama kita bisa, bukan? :)

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Tuesday, July 21, 2015

Hope

"And I hope you are the one I share my life with
And I wish that you could be the one I die with
And I pray in you’re the one I build my home with
I hope I love you all my life." (Daniel Bedingfield)

--

Yes. I do hope you'll be the right one for me
But please stop giving me such hope
If you have no intention to love me back
Please don't, I beg you, cause it hurts.

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Memastikan Cinta

Katanya, kita perlu memastikan cinta. Sederhana saja caranya. Seperti aku malam ini. Bolak-balik menengokmu dari kejauhan. Hanya untuk memastikan kamu tetap berada di sana. Ada di sana, untukku atau bukan untukku.


Harapan dan Kepastian

"Konon, perempuan memang senang jika diberi harapan. Namun, mereka akan bahagia jika diberi kepastian." (Fahd Pahdepie)

Tentu, Mas Fahd. Kurasa, laki-laki pun senang bila diberi kepastian, bukan begitu? Sayang, mereka lebih hobi menebar harapan tanpa menjanjikan apa-apa.

Monday, July 20, 2015

Silaturahmi

(silaturahmi kala lebaran)

N: Psst, Ante Cam, mak tuo ini siapa?
C: Saudari nenek, entah dari mana. Dia ini mamak yang dituakan. Dulu, ada mak tuo laki-laki, tetapi sudah meninggal.
N: Oh...

N: Om, ini rumah siapa lagi yang didatangi?
R: Ini keluarganya nenek lagi. Om lupa silsilahnya, tetapi mereka satu kampung dan satu rumah gadang.
N: Rumah gadang itu besar, ya, Om?
R: Besar, lah. Rumah gadang nenek dulu ada sembilan ruangan.
N: Kamar, maksudnya?
R: Ruangan. Ada dapurnya masing-masing.
N: (Wah, gila. Besar banget, dong?)

O: Dulu om tinggal di Imam Bonjol sebelum kuliah.
N: Oh, ya? Om saudaranya nenek juga?
O: Jadi, bapak om itu keluarga sama uwo. Sekampung juga kami.
N: Sama ayahku berarti sepupu, lah, ya?

N: Om Ndi, kalau yang di Jabodetabek itu keluarga dari mana?
R: Itu...orangtuanya satu bapak sama nenek.
N: Oooooh, jauh, ya.

Gils. Lebaran ke Medan selalu menjadi lebaran terheboh yang kualami. Banyaaaaaak sekali keluarga. Ini masih yang di Medan, belum yang di kampung (Bukittinggi). Belum lagi yang tersebar di bagian Sumatra lain. Ampon. Keluargaku besar juga ternyata.
 
Keluarga ibuku rasa-rasanya tidak sebesar ini. Apa mungkin sistem kekerabatan di Jawa tidak seerat Minangkabau, ya? Di Minang, ada sistem bako dan ninik-mamak. (Terus hubungannya apa? Wkwk. sok tahu aku) Entahlah. Apa mungkin keluargaku saja yang jarang silaturahmi? ( -_-)

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Main terkam

Alah, ampon. Habis main terkam sama dua sepupuku tadi. Cemacem kali lagaknya. Stres awak. Berantem sama yang kecil, eh si kecil memprovokasi abangnya untuk melawan aku. Dua lawan satu, ya jelas kewalahan walaupun mereka berdua masih krucil.

A: Apa pula baju ungu. Perempuan. Tengoklah, Bang.
R: Iya, perempuan. Mana sanggup lawan kita.

What the heck?

Emang, sih, mestinya aku ngalah karena udah besar. Namun, gangguannya kali ini benar-benar menyulut emosi. Mana doi mukul-mukul aku nggak jelas gitu. Berantem, lah, kami. Satu berhasil kubuat nangis. Yes! :v

Duh, anak laki-laki senakal itu, ya. Susah banget diatur. Fix bangetlah mau punya anak perempuan aja. Kalau pun ada anak laki-laki, biar ayahnya aja yang urus. Hahaha. Canda, sih. :v

Huhuh, habis tenagaku. Ngos-ngosan. Mayan, lah, pengganti olahraga. Selamat menikmati hari libur, kawan-kawan.

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Kutipan Puisi AM #8 -end

Aku pernah tinggal di buku
catatan harianmu dan kaubakar
di kaki pohon mangga di samping
kamar tidurmu. Kau kembalikan
aku jadi pohon dan aku semakin
mencintaimu.

Aku ranting yang kemarin sore
kau potong karena menyentuh
kaca jendelamu. Akan kau dengar
aku tidak berhenti mengucapkan
namamu ketika apimu menghabisi
tubuhku sekali lagi.

Kelak aku adalah rumput yang
mencium telapak kakimu ketika
kau kelelahan menjemur pakaian
anak-anakmu yang nakal.

Buat apa kuserahkan hidupku
kepada hal-hal lain, jika cinta juga
bisa membunuhku. Berkali-kali dan
berkali-kali lebih perih.

(Aan Mansyur, Kau Membakarku Berkali-kali)

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus.
T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat.
A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja.
R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak?
A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum.
R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek.
O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia.
A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit.
R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah.
A: Mana pulak. Indak, lah.
R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak.
O: Sama anak ekonomi saja, Nadia.
A: Kenapa coba?
O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia.
A: Hahahahha. Alaaaah, si Om! 

Medan,
dalam mobil Karimun

Sunday, July 19, 2015

Kutipan Puisi AM #7

Tapi aku sudah nyaris
menghabiskan diriku di sekolah
bertahun-tahun. Bertahan tidak
mencintai siapa pun, kecuali
seseorang dalam diriku yang
menunggu waktu dan punggungmu
tidak menghadap wajahku.
Menunggu wajahmu tertawa sekali
lagi, mungkin kepada masa depan
yang lain.

(Aan Mansyur, Menunggu Perayaan)

--
Janganlah. Janganlah ada masa depan yang lain itu.

Saturday, July 18, 2015

Kutipan Puisi AM #6

Barangkali lebih baik aku tidak
bisa bicara. Aku tidak ingin
menggunakan kebodohanku
memilih kata melukai
keindahannya. Aku tidak ingin
bahasa kehilangan kuasa di
hadapan tatapan matanya.
Cintaku kepadanya melampaui
jangkauan kata. Aku cuma mampu
mengecupkannya dengan mata.

(Aan Mansyur, Barangkali)

Sumpah Cinta

"Tapi kau perlu tahu
Ku wanita untukmu
Yang tak akan kecewakanmu
Ku berani bersumpah
Di hatiku selamanya
Hanya kau yang aku cinta
Hanya kau yang aku mau..."
(Yovie & Nuno)

Iye. Sumpahnya mah nanti kalau beneran jadi. Kalau bersumpah sekarang? Gombal abis!

Friday, July 17, 2015

Kutipan Puisi AM #5

Lebih baik kau berbaring di tempat
tidur; menertawai dirimu atau siapa
saja yang gagal mencintaimu. Atau
menyerah kepada mimpi manis
tentang seseorang dari masa lalu.

Masa lalu hanya indah bagi orang-
orang yang tidak menyentuhkan kakinya
pada masa kini.

(Aan Mansyur, Sejam Sebelum Matahari Tidak Jadi Tenggelam)

Si Ncha

Gadis mungil itu berlari-lari kecil kecil menuju ruang tamu rumah nenek. Namanya Annisa. Ia mengenakan baju terusan bergambar Frozen yang lucu.
"Nisa, haloooo." sapaku dengan suara anak kecil yang dibuat-buat.
"Ng..." ia hanya menatapku sebentar lalu pergi ke pelukan mamanya, Tante Titi. Ia gadis pemalu rupanya. Aku suka sekali melihat anak-anak Tante Ti. Ayla dan Annisa. Keduanya perempuan kecil yang menggemaskan. Aku suka berdekat-dekat dengan gadis imut yang kalem. Dua sepupuku yang lain, Rafa dan Arqan, super-duper aktif nan rewel. Aku sampai lelah dibuatnya. Hahhaa.

Annisa duduk di sebelahku sepanjang perjalanan menuju rumah Uwo Kai. Di rumah Uwo, ia juga memilih tempat di sampingku. Keluarga Uwo Kai memelihara kucing ras, ia bersama-sama sepupuku yang lain bergantian mengelus si kucing. Lepas ia bermain kucing, ia menekurkan kepalanya di perutku. Manja. Hahahahaha, gemas!

Saat pulang, ia merengek minta duduk di sampingku.
"Icha mau duduk sama kak Nad."
"Aih, sudah ada Ayla, Icha. Sempit mobilnya."
"Aaah, mau sama kak Nad."
"Hehe, kita bawa pulang aja kak Nad, ya? Hm?" bujuk tanteku. Annisa senyum saja. 

Ah, Ncha. Terima kasih sudah bermanja-manja denganku. Rasanya kau anak kecil pertama yang begitu ingin bermain bersamaku. Makasih, ya, Ncha. Kak Nad sayang Ncha. ♡

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Thursday, July 16, 2015

Kutipan Puisi AM #4

Pikiran bukan penjara. Aku
penjarakan pikiranku. Kututup
pintunya buat semua tamu dan
nama. Kecuali jiwamu, puisi tentang
jalan-jalan lengang pukul tiga pagi.

(Aan Mansyur, Seekor Kucing dan Sepasang Burung)

Review Bedak Tabur La Tulipe vs Revlon

Kamis, 16 Juli 2015, kuputuskan untuk mengganti bedak tabur La Tulipe-ku. Bukannya kenapa, aku curiga jerawatku yang makin menjadi ini disebabkan oleh ketidakcocokan wajahku dengan bedak tersebut. Kulit wajahku adalah kulit berminyak—lets say, very oily! Gegara ini, aku gampang jerawatan dan sekilas wajahku terlihat kusam tanpa bedak. Oleh karena itu, bedak merupakan barang wajib yang harus ada di tas. Sejak SMP hingga SMA, aku selalu menggunakan bedak padat Pigeon rekomendasi ibuku. Semenjak kuliah aku iseng mencoba-coba bedak baru, salah satunya bedak tabur. Berdasarkan informasi yang kudapat dari berbagai beauty blogger, jenis bedak yang cocok untuk kulit berminyak adalah bedak tabur atau loose powder. Alasannya, tekstur bedak tabur tidak menghambat pori-pori seperti bedak padat. Nah, aku baru beralih ke bedak tabur setahunan lebih ini. Aku pernah mencoba produk Pigeon, Wardah, Viva, La Tulipe, dan sekarang Revlon.

Postingan kali ini membahas dua merk bedak tabur, yakni La Tulipe dan Revlon. Aku mencoba bedak tabur La Tulipe karena termakan rayuan SPG di Watsons. Katanya, bedak satu ini cocok untuk wajah acne prone (rentan berjerawat) macam wajahku. Alhasil, kubelilah bedak itu seharga Rp40.000,00-an. Aku memilih shade Suntan yang cocok dengan warna wajahku. Kemasannya cukup gendut untuk ukuran 25g. Sponsnya tebal dan halus. FYI, bedak tabur terlihat jauh lebih ribet dibandingkan bedak padat karena teksturnya yang "berhamburan". Namun, hal ini diantisipasi oleh La Tulipe dengan menambahkan plastik sekat berlubang kecil-kecil untuk mempermudah pemakaian. Ini poin plus setelah bedak Viva yang tak memiliki lubang kecil seperti ini.  Poin negatif bedak ini adalah aromanya! Astaga, asal kau tahu, bedak ini memiliki aroma belerang yang sangat kuat. Sungguh tidak nyaman untuk hidungku. -_- Namun, kata SPG La Tulipe, kekhasan bedak ini terdapat di kandungan belerangnya karena itulah yang membantu menyembuhkan jerawat. Awal mula pemakaian, wajahku terasa panas dan gatal. Kukira itu reaksi normal dari belerangnya terhadap kulitku. Akan tetapi, hasil positif bedak tersebut belum terlihat sampai hari ini, justru jerawat kecilku tambah banyak. Breakout. Belum lagi kudengar pendapat dari teman-teman dan tanteku kalau kandungan bedak La Tulipe itu cukup keras untuk wajah dan tidak semua orang cocok dengan produknya. Ampun, deh. :(

Akhirnya, aku berganti ke bedak Revlon Touch and Glow Extra Moisturizer hari ini. Kemasannya elegan, cantik, dan mungil untuk ukuran 24g. Tutup kemasannya berwarna hitam dan bertuliskan Revlon dengan tinta emas. Dari segi kemasan, okelah, praktis dibawa ke mana-mana dan tidak memakan tempat. Harga bedak ini Rp40.000,00. Oleh SPG-nya, aku dipilihkan shade Creamy Peach. Aku tidak tahu ada shade apa saja karena si Mbak SPG sama sekali tidak memperlihatkan seluruh shade yang ia punya padaku. Aku sempat khawatir warnanya tidak cocok, tetapi setelah ku-apply ternyata warnanya pas! Terima kasih, Mbak SPG. :D

Bedak ini juga memiliki lubang kecil-kecil yang bahkan lebih banyak daripada La Tulipe. Sponsnya tipis, lembut, dan berwarna putih. Tekstur bedaknya halus. Ketika dibaurkan, ternyata bedak ini memiliki wangi. Aku tak tahu wangi apa, entah vanila, entah bunga yang jelas harum dan tidak menyengat. Sukaaaa! :D

Daya tahan dua bedak ini di wajah tentu saja singkat dan biasa. Namanya saja bedak tabur. Jika daya tutup kedua bedak ini dibandingkan, La Tulipe lebih bagus dan tahan lama dibandingkan Revlon. Namun, apalah artinya daya tutup yang baik bila tidak cocok di wajah? :)

Overall:
La Tulipe
(+)
Penutup model ulir, tidak gampang tumpah
Spons tebal
Tekstur bedak halus
Daya tutup baik

(-)
Kemasan terlalu besar
Lubang di plastik sekat sedikit
Menimbulkan gatal dan panas
Beraroma belerang yang menyengat

Revlon
(+)
Kemasan mungil dan elegan
Lubang di plastik sekat banyak
Penutup model ulir, tidak gampang tumpah
Tekstur bedak halus
Beraroma wangi
Bedak terasa halus di wajah (barangkali karena ada pelembabnya)

(-)
Daya tutup tidak terlalu baik
Spons tipis

Winner: Revlon! ♡

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Wednesday, July 15, 2015

Kutipan Puisi AM #3

Kau keriangan yang tidak capai
bergolak dalam darahku. Kau
keseimbangan yang berhati-hati
dan tak menginginkanku berhenti.
Kau matahari yang memerahkan
punggungku.

Kau rumah yang membuatku lupa
pulang, kau petang dan burung-
burung yang mencari sarang. Kau
senyum yang kusembunyikan dari
kemarahan ibu.

(Aan Mansyur, Belajar Berenang)

Usia Wajar

"Nadia sudah punya pacar?" tanya nenekku suatu hari.
"Hah? Belum. Nadia nggak pacaran, Nek."
"Bolehlah kenal-kenalan dari sekarang. Macam mana kalau langsung nikah, kan?"
"Hehehe..." aku tertawa saja, bingung menjelaskan konsep taaruf padanya.
"Asal agamanya bagus dan dia perhatian. Penting itu."
"Iya, Nek."
"Kalau yang disuka ada?"
"Ya ada, Nek. Tapi, ya, teman biasa."
"Iya, tidak apa. Asal sama-sama suka."
Haha. Sama-sama suka? Entahlah kalau urusan satu itu.
"Masih lama, Nek. Seperti ini aja dulu. Lagian Nadia mesti S-2 dulu, kan."

Tetiba nenekku bercerita perihal upaya omku mendekati tanteku. Omku rupanya gigih sekali mengejar tanteku dengan berkunjung ke rumah.
"Ommu itu dulu serius benar sama tantemu," katanya. Wkwkw, semua juga mau diberi keseriusan, batinku.

Masih umur 20 sudah ditanya hal-hal seperti ini. Belum lebaran pula. Bagaimana nanti pas hari raya yang notabene berkumpul keluarga besar? Hahaha, semoga tidak ada yang menanyakan hal ini. Aku masih kecil. :p Ngomong-ngomong, apa memang ini usia wajar diberi pertanyaan seputar pernikahan dan jodoh, ya? Tampaknya, sih, begitu. Menurutmu bagaimana?

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Kayak Ada Tengok

Sore ini Rafa berbincang denganku, "Kak, untuk apa pula becermin terus? Cem ada aja yang tengok kakak ini."
"Woooo, enak aja! Ya ada, dong!"
"Namanya siapa, kak?"
"Ada, deh."
"Siapa, kak?"
"Rahasia!"
"Ah, kakak. Di Jakarta tidak ada yang handsome, lah. Di Medan baru banyak."
"Ah, siapa bilang? Sok tahu kali Abang ini."
"Memang, kak! Oh iya, nanti kalau kakak nikah cari yang kaya, lah."
"Kenapa?"
"Supaya kakak nggak usah kerja lagi."

Cerdas juga nih anak. Hahahahah.

"Nanti nikah di mana, kak?" Arqan bertanya.
"Tak tahulah."
"Kakak nikah sama orang Jogja, kan, kak? Di Jogja, kan, kak?" Rafa menimpali.
"Wakakak tak tahu, lah. Lihat nanti."
 
Ada-ada saja dua sepupuku ini. Masih kecil obrolannya pernikahan. Fufufu. 

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Tuesday, July 14, 2015

Kutipan Puisi AM #2

Selalu ada puisi tentang kau. Telah
kuhapus selalu dan tentang di
kalimat sebelum ini. Kuingin tak ada
sesuatu yang butuh diseberangi di
antara kau dan puisi.

(Aan Mansyur, Memastikan Kematian)

Lupa Mencari

Para ibu sedang menggosipi satu wanita.
Wanita yang begitu mengharapkan kehadiran buah hati di tengah umurnya yang tak lagi muda.
Mereka lalu beralih menatapku.
"Tuh, kau, jangan keasyikan menuntut ilmu sampai lupa mencari jodoh."

Ah, buibu. Andai saja kalian tahu, aku tak pernah absen memikirkan jodohku. Aku tak pernah melewatkan namanya dalam doaku. Barangkali memang seperti itulah ketika kita jatuh cinta. Rasanya ingin segera menggenapkan separuh agama bersamanya agar jiwa menjadi tenang dan hati menjadi terang. Sudah kuputuskan, akan kucari ia yang selama ini memenuhi ruang hati selepas aku tamat S-2 sebelum umur dua lima.

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Monday, July 13, 2015

Kutipan Puisi AM #1

Aku ingin menuliskan kutipan-kutipan puisi Aan di sini. Hanya sedikit, tak keseluruhan. Yang kutulis pun hanya favoritku. Barangkali dengan begini, aku bisa menggugahmu membeli buku puisi miliknya.
 
Aku bertahan bertahun-tahun
berlari dalam kesunyian menuju
kau. Aku mau menemukanmu, agar
mampu berjalan menggandeng
tanganmu mengelilingi pagi yang
hangat. Atau mengantarmu pulang,
menyusuri gelap, dan dengan
sepenuh ketulusan aku ingin
menjaga dirimu dari diriku.

(Aan Mansyur, Mendengar Radiohead)

Siapa pasangan SAYA?

"Kak, baca apa?"
"Ini baca buku."
"Di situ aja bacanya. Belum siap, kak?"
"Belumlah. Pelan-pelan aja bacanya."
"Kalau papa, sekejap aja selesai satu ini (halaman). Empat detik aja udah siap."
"Gitu? Wah, jago kali papamu, ya."
"Iya. Kak, ini bacanya apa?"
"Aku bertahan bertahun-tahun."
"Aku, kak? Tak bolehlah bilang aku."
"Jadi apa, dong?"
"Saya. Cari yang lain, lah, kak."
"Cem mana, lah. Buku kakak, kan, cuma satu."
"Maksud adek yang ini, lah." kata dia sambil membalik halamanku.
"Nah, yang ini bacanya apa?" tunjuknya kemudian.
"Ada kaunya, tuh. Boleh tak kita bilang kau?"
"Tak boleh, kak."
"Kalau kamu?"
"Sama aja. Tak patut."
"Jadi bagaimana? Aku, kan, pasangannya kau atau kamu. Gue pasangannya elo. Kalau saya pasangannya siapa?"
"Mmm...cinta!"
"Wahahha, tahu dari mana pula adek sama cinta?"
"Iyalah, kakak cinta sama sahabat kakak." aku terdiam. Ini anak ada-ada saja.
"Waduh, nggak, tuh. Cinta itu kayak papa sama mama."
"Iya. Dipacarin, kan."
"Papa-mama mah nikah, dek. Bukan pacaran lagi. Hadeuh."
"Hehehe." lalu dia ngacir keluar kamar.

Percakapan siang hari dengan anak umur lima tahun.

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Mimpi Luar Biasa!

Baru saja kemarin malam aku berkata pada Allah dan hatiku bahwa aku merindukanmu, lantas aku diberi-Nya mimpi semalam pada pukul 02.00 dini hari.

Seperti keinginanku kemarin, aku berandai-andai jika engkau datang ke rumahku, kau betulan datang ke rumahku membawa segerombolan kawanmu! Oh, Tuhan. Kau harus tahu betapa terkejutnya aku mendapati hadirmu sepulangnya aku membeli makanan bersama adikku. Kawan-kawanmu, yang kebanyakan lelaki, sibuk membenahi dan melengkapi miniatur suatu bangunan. Papan, kardus, lem, dan cat bertaburan di ruangan makanku. Di sebelah, yakni di dapur, kalian menggelar sajadah untuk salat Asar. Aku salat di saf belakang tentu saja dan di situlah aku menyadari hadirmu. Kau mengenakan jaket hitam dan berdiri pas di depanku. Andaikata tak ada mereka, barangkali aku bisa merasakan salat satu saf di belakangmu. Hahaha. Mulanya, aku tak yakin dan bertanya-tanya siapakah serombongan anak-anak yang masuk rumahku tanpa permisi. Akan tetapi, setelah melihat sesosok pemuda berkemeja hitam, aku tenang dan yakin itu adalah engkau. Engkau dan kelompokmu. Bagaimana tidak, aku sudah sangat hapal postur tubuhmu. 

Kau melempar pandang kepadaku. Aku menangkapnya lantas tertunduk malu. Astaga, kau di rumahku! Aku masih tak bisa percaya. Aku duduk diam di dekat pintu kamarku sembari memperhatikan kalian bekerja. Sementara itu, kau berjalan menghampiriku, "Hei, Nad. Ini kamarmu?"
"Eh, oh... iya." Dengan sigap aku berdiri dan memasang benteng di depan pintuku. Haha konyol, aku tahu. Aku baru ingat engkau begitu penasaran dengan kamarku. Aduh, kamarku berantakan! Buku-buku di kasur, boneka Barbie--beberapa tanpa busana--milik adikku terhampar di meja belajar, beberapa baju pun tergeletak di lantai. Kau tak boleh melihatnya, aku malu. Aku tak ingin kau meledekku seperti ledekan ibuku sehari-hari, "Ini kamar perempuan atau kamar laki-laki?" Kau tersenyum melihatku yang membentangkan tangan di depan pintu. Kau lalu memegang pundakku dan juga pinggangku--mencoba menghalauku yang sedang mengadangmu. Aku tersetrum dan terkejut! Kau... ah. Kau suka sekali mengejutkanku. "Kenapa kau masuk? Berantakan, kan. Tak pantas dilihat," ucapku lemah, masih diliputi rasa kaget dan malu. "Hahaha, tidak apa-apa. Santai," ujarmu lalu kau kembali ke pintu.

"Omong-omong, kau tahu rumahku dari mana?"
"Tentu saja aku tahu." Kau memutar bola matamu dan memasang ekspresi sok tahu. Hahaha, aku gemas melihatmu.
"Ih, aku serius. Tahu dari mana? Kau, kan, hanya tahu rute setengah jalan."
"Ya, tadi aku sedang berada di dekat-dekat sini bersama teman-temanku. Lalu kepikiran, mengapa tak mampir saja? Mudah, kok, mencari rumahmu."
Ah, kau. Bisa saja membuatku tersipu.
"Terus, terus. Kau dapat izin masuk dari siapa? Orang tuaku sedang tak di rumah, Mbakku pun sedang pulang kampung. Kalian masuk begitu saja?"
"Haha, coba kau tanyakan pada teman perempuanku yang satu itu," kau menunjuk sesosok gadis berambut sebahu yang berada di pojok.

"Hai, kak."
"Halo, Nadia."
"Eh iya, aku mau tahu kakak dan kawan-kawan tahu rumahku dari mana. Aku kaget saja saat melihat kalian berbondong-bondong ke rumahku."
"Oooh, itu. Adikku yang paling kecil berteman baik dengan adikmu, Nad. Ia yang menunjukkan rumahmu pada kami. Nah, aku mendapatkan nomor ponsel adikmu dari adikku. Jadilah kami meminta izin pada adikmu untuk meminjam rumahmu hari ini. Katanya, ibumu sudah mengizinkan, kok."
Heh? Fira, kok, tidak bilang apa pun padaku? Kalian bersekongkol, ya...

Aku kembali berdiri di sisimu. "Memangnya kalian bikin miniatur apa dan buat apa?"
"Ini miniatur sekolahku, Nad. Kita bikin ini sebagai kenang-kenangan untuk penjaga sekolah yang hari ini berusia 102 tahun (aku baru tersadar pagi ini kalau umur beliau murni rekayasa. Mana ada 102 tahun! Memangnya di mimpiku engkau setua apa?)"
"Oalah, manis sekali, ya."
"Iya. Beliau merupakan staf sekolah yang paling tua. Bolehlah diberi sedikit kenang-kenangan untuk beliau."

Aku selalu senang berada di dekatmu. Senang sekali. Hohoho, sebelum kau dan kawanmu datang, aku terkejut melihat kau berteman Facebook dengan adikku. Kau bahkan mengomentari satu fotonya yang diunggah di Instagram. Ya, Facebook adikku terintegrasi dengan Instagramnya. Ia memotret dirinya bersama segelas Starbucks. Itu permintaanku. Kami berdua berjanji memotret apa saja yang sedang kita makan dan minum. Biasalah, sisterhood's stuffs. Kau berkata padanya, "Jangan sering-sering memosting foto makanan. Khawatirnya, akan ada yang iri sama kita. Kan, nggak semuanya mampu menikmati apa yang kita makan. Jangan diulangi, Sayang." Hebat sekali! Kau mendakwahi adikku? Wakakaka, aku tertawa geli. Lagi, kau sebut ia Sayang? Oh, sudah sedekat apa kau dengan keluargaku? Ada-ada saja kau. Mengapa bukan aku saja yang kau panggil Sayang?

Menjelang matahari senja, pekerjaan kalian berangsur selesai. Tiba-tiba, kau dan kawan-kawanmu menanyakan penganan ringan padaku. Buset, nih, orang. Hahaha. Mentang-mentang tamu, ye. Kubuka lemari makanan dan kuambil penganan seadanya. Ibuku belum belanja bulanan, jadi tak banyak yang bisa kusuguhkan. Kemudian kalian makan dan bercengkrama dengan asyiknya. Beberapa kawanmu malah menggodaku denganmu. Aku, seperti biasa, hanya tertawa kecil dan tersipu malu. Sebenarnya, ada apa di antara kita? Mengapa mereka begitu sibuk menggoda kita berdua? Apakah kau...berbalik menyukaiku? Apakah itu alasannya kau memilih mengerjakan proyek miniatur ini di rumahku dan bukan di rumah kawan-kawanmu yang lain? Apakah itu pula yang mendasari keberanianmu mengomentari foto adikku? Benarkah kau cinta padaku? Aku sibuk dengan pikiranku sendiri tanpa sadar kau dan kawan-kawanmu mohon diri dan pamit pulang.

"Nadia...bangun, Nadia. Sahur, Nadia." Suara nenek membangunkanku. Ah, sudah setengah lima. Sisa setengah jam untuk sahur. Aku meregangkan otot-otot tanganku sembari tersenyum. Mimpi semalam luar biasa sekali. That's the best dream I've ever had. ♡

Kukatakan aku rindu, kau hadir di hadapanku.
Kuutarakan inginku kau bertandang ke istanaku, kau benar-benar datang membawa serombongan kawanmu
Kuungkapkan inginku kau rengkuh karena sepiku, kau pegang pundak dan pinggangku sekilas dalam mimpiku

Hahaha, tentu saja semua ini tak kuujarkan langsung kepadamu. Untuk apa? Aku hanya mengatakannya pada Allah dan blog-ku. Terima kasih, Allah, atas mimpi yang Kau berikan pada 14 Juli 2015 ini. Terima kasih pula Aan Mansyur! Puisi "Menjadi Tamu"-mu benar-benar merasuk dalam bunga tidurku.

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Pertama kalinya

Malam seperti ini, di kamar ini, dengan alat komunikasi ini. Kita pernah bercengkrama begitu asyiknya hingga lupa masa. Itu percakapan panjang pertama kita. 

Medan, 14 Juli 2015

Puisi

Siang tadi aku mengunjungi Sun Plaza Medan. Tujuan utamaku adalah mengecek ketersediaan buku Fahd Pahdepie. Ah, rupanya buku dia belum sampai ke Medan. Enggan pulang dengan tangan kosong, kuraih kumpulan puisi Melihat Api Bekerja karya Aan Mansyur. Aku tergila-gila dengan penulis satu ini setelah kubaca buku terbarunya berjudul Lelaki Terakhir Yang Menangis di Bumi. Puisi, kubutuhkan ia untuk mengisi jiwa sastrawiku. 

Sejauh pembacaanku, ada satu puisi yang membuat aku larut. Judulnya "Menjadi Tamu". Berikut inilah cuplikannya.

Aku akan datang ke rumahmu.
memegang semua benda yang
baru kauletakkan. Aku ingin
merasakan tanganmu ketika kau
sendiri atau tidak ada.

Aku akan menuliskan daftar
benda-benda yang menutup
matamu ketika menyebutkan
nama mereka. Saat sendiri, aku
mengucapkan dan mengecupkan
nama-nama itu agar mimpiku bisa
tertidur.

Aku akan masuk ke kamarmu,
berbaring di tempat tidurmu
hingga kamarmu berubah jadi
kamar kita. Atau menunggu di
beranda sambil mendengar lagu-
lagu cinta dari radio tetangga.

Aku akan menemanimu menanam
sayur-sayuran di halaman belakang
sembari membayangkan di pipiku
tumbuh bulu-buku yang akan
menggelikan pipimu.

Aku akan mengambil dua foto
setiap hari dan merangkai mereka
jadi film. Barang-barang yang
pernah kaugenggam. Ranjangmu.
Cabang-cabang dan kembang
sayurmu, atau cambang di pipiku.
Akan kumasukkan juga tembang-
tembang yang menemaniku
menunggu di beranda.

(Aan Mansyur)

Aku menyukai puisi ini karena ia menerbitkan kupu-kupu di hatiku. Kubayangkan suatu waktu kau datang berkunjung ke rumahku, seperti bait pertama. Saat kau berusaha mengenal diriku, seperti bait kedua. Pun saat kau dan aku menjadi satu dan manunggal laiknya Habibie Ainun, seperti baik ketiga. Kubayangkan kau memelukku mesra ketika aku bergelut di dapur demi menyiapkan makan malam kita. Kubayangkan pula usahamu merekam jejak kehidupan kita melalui potret yang kau ambil dan kumpulkan diam-diam. Bagaimana menurutmu? Apakah puisi satu ini juga menggambarkan perasaanmu? Kurasa akan lebih kena hatimu karena tokoh puisi ini adalah lelaki.

Barangkali ada hal yang ingin kau ketahui tentang kesukaanku, kini kusebutkan satu: puisi. Bacakanlah satu untukku di malam-malam panjang kita. Bacakan ia ketika hidup kita terasa rumit. Bacakan ia ketika cinta menghambar dan mengarah pahit. Bacakan ia ketika kau ingin melihat pipiku merona dan mataku berbinar penuh cinta.

Adakah akan-akan mengenaiku yang sedang kausiapkan di dalam hatimu?

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Sunday, July 12, 2015

Sendirian Lagi

Di pesawat tadi, aku duduk tepat di samping jendela. 44K. Dua orang di sampingku adalah sepasang suami istri plus balita di pangkuan sang ibu. Apa yang kau rasakan bila kau menjadi aku? Baper? Iye. Bukan sepenuhnya baper nikah, lho, ya, (Oke, aku ngaku baper karena hal ini juga) melainkan kangen keluargaku. Dua tahun lalu. Itu kali terakhir aku naik pesawat bareng keluarga. Ada Fira dan Bunda yang mengisi posisi dua kursi di sampingku, sementara Ayah duduk di kursi sebelah. Ini penerbangan sendirian kesekian kaliku. Saat pesawat masih menunggu giliran untuk lepas landas, tak kupungkiri aku mengucurkan air mata begitu deras. Tangis yang sama saat magku kambuh di atas pesawat pulangku dari New York. Kala itu aku sendirian dan tak ada yang bisa kumintai pertolongan. Kini, aku pun sendirian dan duduk di samping sejoli yang berbahagia dengan jantung hati mereka. Ya Allah... sudah cukuplah Kau terbitkan rasa rinduku.

Lagu yang diputar di pesawat juga fiks bikin baper. "Serahkanlah hidup dan matimu. Serahkan pada Allah..." Yeuh, aku langsung kepikiran kalau inilah perjalanan terakhirku. Hiks, takut banget kenapa-napa di pesawat. Saking takutnya, aku nangis lagi. Iyalah, kalau ada apa-apa aku bakal sendirian menanggung kepanikan. Ibaratnya, mati sendirian tanpa keluarga. Alhamdulillah, penerbangan tadi lancar jaya walaupun pesawat sedikit diombang-ambingkan angin.

Tangisku tadi niat betul. Wkwkwkw. TvT

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Saturday, July 11, 2015

Makeup!

Coba tebak siapa juita yang sedang girang hatinya?

Aku! :)

Kemarin aku ke salon untuk gunting rambut dan krimbat. Hoho, bolehlah tampil cantik di H-1 keberangkatan menuju kampung halaman. Sebelumnya, aku membeli perona-perona yang kusebutkan di postingan lalu. Hahaha, iya aku beli eyeshadow, lipstick, dan blush on. Sok tahu, ye, ngerti cara pakainya aja nggak! :p

Aku beli eyeshadow palet G Wardah, lipstik sugary pink 36, dan blush on palet C. Ini barusan ku-apply di muka. Kocak, dah. Di bawah ini hasilnya. Tak terlalu kentara karena terpapar sinar mentari sore. XD

Hahaha, semoga harimu bahagia! ♡

Xoxo,
Nadia Almira Sagitta

AAC

Tangisan malam ini dipicu oleh...yaaaay Ayat-ayat Cinta! Oke, aku baru nonton filmnya. Aku tahu, aku terlambat tujuh tahun. Film ini sempat diputar beberapa kali di televisi, tetapi aku tidak pernah menontonnya sampai habis. Ah, plis. Nontonin Fahri, malah terbayang-bayang wajahmu. Nontonin Aisyah, malah terngiang-ngiang kerelaannya yang luar biasa. Ikutan nangis bombai gegara Aisyah. Huhu. Nontonin Maria, malah tergambar sosok wanita masa lalumu. Bohong sekali jika kau jawab tak ada. Semua punya masa lalu yang penuh cerita. Haha, aku konyol, ya? Menangisi sesuatu yang bahkan tak aku ketahui.

Fiks.

Yang paling bikin nangis adegannya si Aisyah, sih. T,T

Thursday, July 9, 2015

Zizara, Aku, dan Makeup

Yuhuu~ gamis pesananku sudah sampaaai! Gercep juga pengirimannya. Pesan Selasa malam, barang sampai Kamis petang. Thanks to JNE, lah. Kalau tahun lalu beli baju lebaran di Rianti, sekarang coba di Zizara. Keduanya toko online. Belanja online oke juga, tuh, asal tokonya tepercaya. Pengalaman berbelanja di Rianti dan Zizara berbeda, nih. Membeli produk di Zizara ini mesti dulu-duluan. Gamis incaranku habis di dua reseller padahal aku cuma terlambat sehari. Ckck. Ujung-ujungnya aku memang mengganti pilihan warna, tetapi tak apalah karena modelnya masih sama. 

Aaaark, aku senang sama modelnya! >~<
Potongannya tidak terlalu lebar, panjang gamis dan tangannya pas, ada karet di pinggang, dan ada aksen jahitan di bagian depan. Kainnya katun baloteli yang cukup tebal dan warnanya merah muda. Wkwk, warnanya sama seperti baju lebaranku tahun lalu. Rasanya akhir-akhir ini bajuku berwarna merah muda semua. Pas sekali dengan suasana hati. Manis. (/v\) Zizara, kau telah membuatku jatuh hati. ♡ Ahem, back to long dress nih, ya. Sudah lama banget aku nggak pakai gamis.  

Cukup dengan baju, sekarang mau ngomongin make-up. Oke, aku nggak pernah pakai make-up. Aku hanya mengoleksi parfum, pelembab bibir, dan bedak. Skincare juga sebatas scrub, sabun cuci muka, dan pelembab. Boro-boro ngomongin perona pipi (blush on), perona mata (eye shadow), maskara, dan pengoreksi wajah (concealer), alas bedak (foundation) dan lipstik saja aku nggak punya. Wakakak, wanita macam apa aku ini... 
Jadi, rencanaku pagi ini adalah pergi ke Detos dan nyamperin konter Wardah. Mau iseng beli lipstik, entah yang matte, exclusive, atau longlasting (kenapa banyak banget, sih!) dan perona segala macam itu. Buat apa, sih, Nad? Ya buat...iseng aja. Palingan juga aku beli warna natural atau warna merah muda. Habisnya gemas, temanku yang gayanya tomboi saja pakai perona mata saat berjalan-jalan, masa aku yang feminin (cieilah feminin!) nggak pakai apa-apa. Lagi, baru kuperhatikan beberapa foto teman kuliahku di IG, ternyata mereka pakai lipstik ke kampus. Hadeuh, apa aku satu-satunya yang...begitu polos? Boro pakai make-up, dah, aku aja masih pusing memikirkan cara menghilangkan jerawat dan mengatasi bibir yang selalu pecah-pecah. Aaaah, perché? :(

Ya sudahlah. Lihat saja besok aku membawa pulang apaan dari Detos. Semoga tidak aneh-aneh. ( ._.)

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Jika Tiba Waktu

Jika kelak tiba waktu kita untuk jujur, akan kulimpahkan segala perasaan dan curhatan yang selama ini kutulis di laptopku dan kusimpan baik di benakku. Akan kuungkapkan padamu bahwa sosok yang selama ini kusebut-sebut dalam tiap ceritaku tak lain hanyalah kamu. Kukisahkan awal mula jumpa kita, perkenalan kita, hingga sampai tiba masa kita berbagi cinta.

Jika tiba waktu kita bersanding berdua, akan kumohon kerelaan hatimu untuk memaafkan diriku yang telah lancang mengisi singgasanamu dengan cinta yang semu. Ketahuilah saat itu aku masih polos dan lugu. Ketika itu, aku begitu ingin menikmati asam-manis cinta yang dirasakan oleh teman-teman sebaya. Tetapi tenanglah, masa itu jauh sebelum aku mengenal kamu.

Aku punya banyak permohonan dan keinginan yang ingin kujelaskan kepadamu. Nanti akan kuutarakan segalanya saat tak ada lagi tabir rahasia antara kita. Untuk sekarang, mari kita jujur pada Sang Pencipta. Jujurlah kepada-Nya perihal rasa yang terpendam, perihal rindu yang diredam, perihal angan yang terbit di malam kelam. Semoga doa kita berdua dipertemukan Tuhan. Doamu bertepuk dengan doaku, begitu juga sebaliknya. Aamiin.

*terinspirasi dari tulisan kak Azhar Nurun Ala.

Luv,
Nadia Almira Sagitta


Menjadi Temanmu

Menjadi temanmu selama ini, tentu saja aku menikmatinya. Menjadi tempatmu menuangkan segala rasa. Hanya saja, aku sedikit dibuat bingung olehmu.

Aku ingat ketika kita bertukar cerita mengenai pemuda idaman kita masing-masing. Kau dengan hebohnya bercerita mengenai "perkenalan" yang sedang kau jalani. Aku lalu memberimu saran-saran yang belum pernah kuterapkan sendiri. Aku sekadar membacanya di buku-buku pernikahan yang duluan kulahap daripadamu. Aku memberimu nasihat yang kudapatkan di kajan-kajian pernikahan. Kita berdua juga pernah menghadiri kajian pernikahan bersama, bukan? Iya, aku ingat masa-masa itu. Perlahan, aku mulai menganggapmu sahabat baruku.

Kini, masihkah kau di sana, berdiri tegak menjadi sahabatku?

Aku juga ingat ketika kau memutuskan untuk memasuki ranah yang benar-benar baru. Kau menggeluti dunia itu dengan ketekunan yang luar biasa. Sekali waktu, kutemukan sinar keletihan yang kau pancarkan, tetapi kau mengaku baik-baik saja. Sebagai sahabat, aku mendukung segala kegiatanmu walaupun hal itu membuatku sedikit kehilanganmu. 

Puncaknya, aku dan kau meninggalkan satu organisasi yang sempat membuat kita dekat. Kau tetap bersibuk-sibuk ria dengan organisasi barumu dan aku pun begitu. Kau tenggelam dengan kesibukan yang mencekik, aku pun juga. Kau temukan kawan-kawan baru, aku pun sama. Barulah aku tersadar, kau semakin jauh dari jangkauanku. Aku tak lagi menjadi pelabuhan pertama kisah-kisahmu. Dugaanku, kau menemukan teman cerita yang jauh lebih asyik daripadaku. Entahlah, aku hanya bisa diam tergugu melihat kejadian yang satu per satu berlalu.

Aku melihatmu bertransformasi menjadi seseorang yang berbeda. Bukan lagi sebagai sosok yang kukenali. Asing, betapa asingnya! Tak ada yang bisa kulakukan selain menjalani keterasingan ini. Tak ada hal yang bisa kuubah. Bila memang begini lika-liku perkawanan kita, biarkanlah berjalan begitu saja. Akan tetapi, ada satu yang harus kau tahu, aku diam-diam kehilanganmu. Tanpa tahu apakah kau juga kehilanganku atau tidak. 

Perkenalan itu pun terhenti. Aku terhenyak, lebih-lebih kau. Aku jadi sungkan bercerita perkembangan cerita cintaku. Ini bukan saat yang tepat untuk berbagi kebahagiaan. Aku seharusnya simpati, bukan begitu? Kau semakin menarik diri dari keramaian. Barangkali itu dampak dari hati yang luka. Seiring dengan kabar buruk ini, aku tahu bahwa aku kehilangan satu lagi alasan untuk bercengkrama denganmu.

Perasaan terkadang tak bisa ditahan-tahan. Aku rindu bertukar kisah cinta denganmu. Lantas, segera kuungkapkan segala cerita yang terpendam padamu. Responsmu sungguh jauh dari yang kuharapkan. Dingin sekali. Kau sarankan aku untuk bersikap realistis dan tidak mudah tenggelam dalam kembang bunga palsu. Aku...terdiam mendengar nasihatmu. Yah, mungkin ini masih ada hubungannya dengan patah hatimu. 

Beberapa kali aku mencoba bercerita dan tak terhitung berapa kali aku kau diamkan. Aku mulai merasa cerita remeh-temeh semacam ini tak lagi masuk dalam prioritas mata dan telingamu. Kau baca curhatanku, tetapi kau diamkan. Kau dengarkan ceritaku sepintas lalu, kemudian kau diamkan. Aku mulai merasa tak ada gunanya bercerita hal-hal semacam ini lagi padamu. Aku menyerah.

Akan tetapi, aku tak beranjak pergi. Aku masih siap sedia mendengarkan ceritamu kapan pun kau butuh. Karena aku tahu, kau tak benar-benar bermaksud meninggalkanku. Kau hanya...sibuk. Itu saja. Rutinitas memang musuh bagi dunia perkawanan. Jadi, kapan pun kau merasa perlu, datanglah. Akan kusambut kau dengan segala nostalgia yang kita (pernah) punya.

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Selalu ada

Terkadang aku merasa kau jahat
Menjengkelkan
Menyebalkan

Tapi aku suka.

Aku suka saat kau membuatku kesal dengan perilakumu. Aneh memang, tetapi aku benar suka. Yah, jangan sering-sering membuatku sebal, nanti aku makin-makin-makin suka padamu. Menimbun rasa itu tidak pernah mudah, kau tahu. Apa kau mau melihatku tersiksa dengan rasa yang kupendam ini? Tapi...

Jika ini yang orang namakan siksa, aku rela merasakannya lama-lama. Asal ada kau, asal selalu ada kau.

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Wednesday, July 8, 2015

Aku Jatuh Cinta

Hari ini aku telah jatuh cinta
Tak kan mampu aku menyangkalnya
Jatuh cinta kepadamu
Sosok yang sering menjengkelkan aku
Sering menggangguku
Kau permainkan rasa hatiku
Namun kini aku berbalik
Jatuh cinta dan bernyanyi

Reff:
Aku jatuh cinta kepada dirimu
Orang yang tak pernah kubayangkan
Tak pernah kumimpikan
Untuk bisa menjadi pacarku

Malam ini aku berniat
Untuk menyatakan rasa cintaku
Semoga tanganku berjodoh
Untuk bertepuk dengan cintamu

Reff 2x

(Tompi)

***
Iya, aku jatuh cinta kepadamu
Kamu, iya, kamu
Kamu yang selalu melenggang riang gembira
Kamu yang selalu tertawa berderai-derai 

Aku jatuh cinta kepada dirimu
Orang yang tak pernah kubayangkan
Yang kini membuatku menambah satu kriteria kekasih idamanku
Yang namanya baru saja kutulis dalam kertas harapan masa depanku
Akankah kelak kau wujudkan harapanku
Menjelmakan keinginan semuku
Menggamit impian-impian besarku
Mendukung ide-ide gilaku, dan
Menemaniku di setiap waktu?

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Tuesday, July 7, 2015

Aku tahu kau rindu

Aku tahu kau merindukanku walaupun kau tidak pernah bilang secara langsung. Aku tahu dari tatapan dan ucapanmu kepadaku. Seolah-olah mengandung isyarat, biar kau saja yang mendampingi kawanku! Mengapa bukan kau?  Ya. Mengapa bukan aku? Tanyakan sajalah pada kawanmu itu. Aku tak tahu-menahu.

Aku tak mengenalnya dan aku ragu dia dapat membahagiakan kawanku, katamu. Omong kosong. Jangan kau terlalu khawatir, kawanmu jelas mencintainya. Tidakkah kau lihat rekah senyumnya acapkali ia berdekatan dengan gadis pujaannya? Bahkan orang buta saja bisa merasa ada kuncup-kuncup bunga cinta yang mekar. 

Sudahlah. Percaya saja ia telah memilih yang terbaik. Bukankah sebagai kawan, kau seharusnya mendukung pilihannya? Sementara itu, jangan kau khawatirkan aku. Nanti juga aku akan bertemu rupa kekasihku yang tentunya...jauh lebih baik dari kawanmu dahulu.

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Monday, July 6, 2015

Sunday, July 5, 2015

Nyanyi Sesuai Konteks

Kini usai sudah segala penantian panjangku
Setelah temukan dirimu, duhai kekasihku!
(Ari Lasso)

SH: Hahaha, iya, nanti kau bisa nyanyi lagu ini.
A: Ngapain nunggu nanti? Aku maunya sekarang!
SH: Iya, nanti kau bisa menyanyikannya sesuai konteks. Sekarang belum sesuai, kan? Hahaha, cnd.
 
Pukul 01.25 dan aku belum tidur. Aku baru saja selesai mencari isyarat kata-kata di lagu tadi. Rencananya nanti aku videokan isyaratnya dan kuunggah di IG. Tunggu kabar dariku saja, ya. (Duh, aku tebar banyak janji, ya? Utang video isyarat Kulakukan Semua Untukmu saja belum kupenuhi. Soalnya itu satu lagu, sementara ini 15 detik. Sabarlah menunggu)

Sekarang kamu tidur. Aku juga mau tidur. Jangan kelamaan berjalan-jalan di blogku. Kita masih harus bersahur, kan? Nah, aku pamit, ya. :)

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Saturday, July 4, 2015

Dari Skripsi Hingga SIBI

Sepulang dari les siang tadi, aku menuju perpus hendak meminjam buku. Liburan ini hampa rasanya jika tidak diisi dengan kegiatan yang bermanfaat, seperti membaca buku. Justru di saat senggang seperti inilah semestinya kita meraup banyak ilmu, yakni ilmu dunia, ilmu akhirat, ilmu rasa, dan ilmu kebatinan (?) Hahaha. Berhubung beberapa hari lalu aku selalu membaca karya sastra, sudah saatnya aku meluangkan waktu untuk hal yang lebih serius: SKRIPSI. Wakakaka. Sudah lama, nih, tak menyentuh buku linguistik. Aku meminjam buku tentang dialek, pemerolehan bahasa, fenomena bahasa, sikap bahasa, dan keberterimaan kata baku bahasa Indonesia. Aku masih tak yakin akan tema skripsiku maka kulahap saja semuanya. :p 

Setelah proses peminjaman kelar, aku ke lantai IV perpus UI. Yep, itu ruangan koleksi referensi. Aku mau nengok Kamus SIBI. Gegara Senin lalu aku ikut pelatihan Bisindo, aku jadi mau mendalami bahasa isyarat. Sayangnya, kamus Bisindo belum ada dan materi-materi online pun belum memadai maka jadilah aku beralih ke SIBI untuk sementara. Kamus SIBI bersampul hitam dan berukuran besar. Kamusnya juga tebal, walaupun tak setebal KBBI. Setelah membaca petunjuk penggunaan kamus, aku mulai menelusuri kata per kata. Hohoho, sebenarnya aku mau mengalihbahasakan sebuah lagu seperti yang dilakukan oleh Fitria Leurima di Youtube. Aku mau menyanyikan lagu "Kulakukan Semua Untukmu" karya Fathur dan Nadila. Tunggu unggahan videoku, ya! Aku sudah bisa menyanyikannya, tetapi belum lancar. Tempo lagunya lumayan cepat, sementara aku masih agak gagu. Nantilah kukabari lagi. Sekarang lagi coba cover lagu lain. Latihan terus, jangan menyerah! :)

Nah, buat kamu-kamu yang mau belajar SIBI, silakan meluncur ke i-chat.weebly.com! Ada kamus versi daringnya, lho. Jadi, kau tak perlu jauh-jauh ke perpus UI demi mencari tahu isyarat suatu kata. ♡

Selamat bermalam minggu, kamu. Selamat beribadah juga. Mumpung Ramadan, jangan sia-siakan kesempatan. Habis itu belajar. Jadikan malam minggumu bermanfaat. Hahaha.

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Friday, July 3, 2015

Undangan

Aku baru saja mengunduh aplikasi Font Studio. Jenis hurufnya banyak sekali, aku senang! ^^

Tadi malah iseng bikin ini...
Hahaha doa ya, tiada mengapa, bukan?
Bantu aamiin-in! :)

Nanti aku mau bilang, Desember itu milik kita, bukan milikku seorang. Buatlah aku semakin cinta pada Desember. ♡
Kamu, sampai jumpa pada 2018! Datanglah sebagai pasanganku...
atau tamuku.

Cheers,
Nadia Almira Sagitta



Thursday, July 2, 2015

Nyaman

Aku nyaman bercengkrama denganmu. Akan tetapi, di satu sisi, aku merasa mengkhianati 'pacar'ku yang entah di mana. Bagaimana ini, Milea? Apa ini juga yang kau rasakan ketika bersama Yugo? Iya, Milea. Aku tahu kamu cuma cinta Dilan dan Yugo tidak ada apa-apanya. Akan tetapi, aku ingin memperingatkanmu, Lia. Hati-hati dengan rasa nyaman. Nyaman lebih berbahaya dari cinta.


Menceritakan Kamu

Kuharap aku belum terlambat memulai folder baru berisikan cerita-cerita tentang kamu di laptopku.

Wednesday, July 1, 2015

Memories to look back

You have memories to look back on today.

Aku ragu. Ada peristiwa yang manis dikenang, ada yang pahit diingat. Aku takut media sosial biru tua itu membangkitkan kenangan antara kau dan aku. Seharusnya tidak ada masalah jika aku memang telah bergerak maju melupakanmu. 

Ada kau yang selalu menyukai tiap statusku
Ada kau yang pernah mengajakku berkeliling kampus
Ada kau yang menanyakan kabarku setiap saat

Ever ever after
If we just don't get it our own way
Ever ever after
It may only be a wish away

Tarik napas, lepaskan. Tahun 2011--2012 memang penuh kenangan. Boleh kulihat lagi, tetapi tidak bisa kubumbungkan rasa yang sama. Hidup itu belajar, dia dan dia itu pengajar honorernya. Hahahaha. 

Hei, aku senang bisa membolak-balik lembar kenangan tanpa merasa sakit lagi! :)

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Keragu-raguan Masa Depan

Omong-omong soal mimpi, aku kepikiran sesuatu sehari lalu. Bagaimana jika mimpiku dan mimpimu begitu berbedanya hingga kita dituntut bekerja di tempat yang tak sama? Contohnya saja ayahku. Ia diminta bekerja di luar negeri, sementara ibuku sedang bekerja di Indonesia. Karir keduanya sama-sama menanjak, mau tak mau ada yang harus mengalah. Ibuku. Ia mengalah setelah belasan tahun bekerja. Ia memilih mengikuti Ayah ke Amerika dan menjadi ibu rumah tangga. Kelihatan tak adil, tetapi Allah sudah memberi ibuku kesempatan untuk mengejar mimpinya.

Coba ke cerita lain. Apa kau sudah menonton 99 Cahaya di Langit Eropa? Hanum menemani Rangga studi ke Austria. Seru memang tampaknya, ia bebas berjalan-jalan. Akan tetapi, diceritakan bahwa ia bosan karena tak ada kegiatan yang mengaktualisasi dirinya. Oh man, aku takut suatu saat akan seperti itu.

Cerita lain lagi. Aku punya seorang senior yang diboyong ke Turki oleh suaminya. Di sana ia menjadi ibu rumah tangga. Ia mengikuti les bahasa Turki dan menempuh studi master. Keren, sih, alhamdulillah. 

Dari tiga cerita tadi, kau akan membawaku ke jalan yang mana?

Kemarin aku berdiskusi perihal masalah ini ke temanku, "Dil, aku takut bila nanti ada yang ingin mengikatkan hatinya padaku, tetapi ia mensyaratkan aku untuk mengikutinya ke mana saja."
"Ya ikuti saja."
"Bukan itu. Kau tahu aku mau jadi dosen, kan? Aku mau mengabdi ke almamater. Bagaimana mungkin terwujud bila aku harus mengikutinya ke negara X, ke negara Y. Kayak ibu dan ayahku."
"Ikuti, Nad. Jadi ibu rumah tangga."
"Lah iya kalau sudah punya anak. Kalau belum? Aku ngapain di rumah? Nganggur gitu aja sementara dia sibuk kerja? Aku nggak mau. Aku bahkan berpikiran untuk LDM."
"Nggak sehat."
"I know, I know. It is complicated, okay? Ah, susah sekali menjadi perempuan. Okelah aku mau ikut dia, tetapi aku mau menjalani mimpiku dulu. Aku tidak ingin serta-merta diboyong ke suatu daerah seperti seniorku itu."
Ia diam, kemudian aku melanjutkan.
"Apa aku menunda menikah saja, ya? I want to pursue my dream first. Aku mau S-2, aku mau S-3, aku mau ngajar. Eh kalau kayak begitu, aku nggak nikah-nikah dong, ya? Hahahah. Aneh banget udah mikirin dari sekarang, sosok si dia saja aku tak tahu." 
 
Apa aku menikah sama linguis aja, ya? Udah jelas, kan, sevisi dan semisi. Entahlah. Aku tak mau berpikir lebih jauh.
 
Salam,
Nadia Almira Sagitta

Sakit

Lagi nggak puasa, lemas, dan gemetaran. Baru bangun tidur dan kepala masih migren sejak siang. Aku makan satu butir Mylanta karena asam lambung juga naik. Baru makan beberapa suap, migrennya tambah parah bahkan lambung bersikeras ingin mengeluarkan makanan yang baru ditelan. Ya ampun, aku cuma terlambat makan siang...

Bunda, Nad mual banget. Bingung. Nggak pengin makan, tetapi lapar, Bunda. Ah, jadi ingat perkataannya Bunda dulu, "Makan."
"Nggak mau. Mual banget, mau muntah."
"Makan dulu, kamu belum makan daritadi."
"Iya, tapi eneg..."
"Ya gimana, perut mesti diisi. Kamu harus sugesti untuk nggak muntah. Gimana mau sehat kalau kamu sugesti sakit terus?"

Iya, Bunda. Ini Nad juga lagi sugestiin diri sendiri supaya bisa nahan rasa mual. Sambil nangis. Nad cengeng banget, ya? Ah, habisnya bingung mesti manja ke siapa kalau sendirian...

Fir, kakak kangen banget kamu suapin pas kakak lagi sakit. Terus kamu main boneka untuk menghibur kakak. Kamu yang setia banget nemenin kakak saat kakak minta tolong diambilkan ini-itu. Fir, kakak kangen banget.
Yah, Nad kangen Ayah yang tiap pagi dan malam ngecek suhu tubuh dengan naruh punggung tangan di kening Nad dan bilang, "Nggak panas, kok." Hahaha, Nad tahu itu hiburanmu saja agar Bunda dan Nad tak terlalu khawatir. Kalau benar-benar parah, kau lalu mengantar Nad ke dokter. Nad juga ingat gimana kau menggendong Nad ke kamar bila Nad tertidur di sofa ruang keluarga.
Bun, Nad kangen sugesti-sugesti yang kau berikan dulu. Kangen dititipkan sama Mbak di rumah karena kamu mesti bekerja, tetapi tidak pernah lupa menelepon ke rumah dan menanyakan kabar Nad di waktu senggangmu.

Kangen kalian banget. Aku pengin pulang, Ya Allah. Ini sakit karena homesick apa, ya. Homesick kelas kakap. 
Eh, tiba-tiba kepikiran sama lelaki masa depan. Sanggup nggak, ya, dia merawat aku di kala sakit seperti keluargaku merawatku? Rela nggak, ya, dia nikah sama orang yang sakit-sakitan kayak aku? Gimana kalau sebagian besar gajinya dihabiskan untuk obat dan biaya dokter nanti? Aku skoliosis, aku mata minus, aku punya mag, aku... banyak, deh. Pasti ada lelaki yang menerima segala kurang dan lebihku, bukan? Kalau begitu, aku tak perlu berlelah-lelah memikirkannya. :)

Kangen,
Nadia Almira Sagitta